B.{bab 17}

194 50 22
                                    

Gengsi dan malu
Tidak akan merubah apapun

❤❤❤

Tamara POV

'Kalau di pikir-pikir, gue alay banget. Masalah kecil gitu di gede-gede in. Gue minta maaf aja lah ke dyo. Dari pada masalah nya berkelanjutan' Ucap Mara dalam hati.

'Eh, kalau di pikir-pikir lagi. Dyo emang salah sih. Ngak seharusnya dia melakukan hal yang gila tadi. Atau jangan-jangan. Dyo pengen temenan sama gue karena itu lagi' Katanya lagi

'Eh, gak mungkin. Dyo kan anak baik-baik. Saudara mbak Cinta, cucu oma bos gue lagi. Udah berkali-kali bantuin gue juga. Tapi kenapa Dyo harus cium dan inggetin gue sama Sepa. Tuhkan jadi pengen nangis'

"Hiks, hiks, hiks"

"Kenapa sih. Setelah gue bisa lupai Sepa dengan adanya lo. Lo malah inggetin gue dengan Sepa dan mulai tidak percaya sama lo"

"Gue tau lo lelaki normal. Kalau lelaki normal kaya lo, ya pasti klepek-klepek sama cewek secantik gue"

"Hua, hiks, hiks, hiks"

Dari tadi hingga kini. Tamara tidak henti-hentinya menggerutu dan menangis tidak jelas.

Mara mematikan handpone nya agar Dyo tidak bisa menghubungginya. Padahal, dari hati Tamara yang paling dalam. Ia onggin Dyo datang dan meminta maaf untuk kesalahannya.

Tamara di buat binggung, gelisah dan merana. Ia kembali memutar otak pada masa dimana Sepa datang sebagai pangeran pelindungnya.

Setelah puas menangis, Tamara melamun beberapa detik. Setelah menemukan ide, ia segera menyambar cardigan warna kuning kunyit dan helm bogo pemberian Dyo kesayangan nya.

"Auh, tuh kan jadi ingget Dyo"

"Bodo ah, rindunya nanti aja. Sekarang cus mengobati rasa sakit, sesak dan ... Ahhh lebai bat gue"

Setelah di rasa aman, Tamara segera melaju menaiki kuda maticnya dengan kecepatan ekstra sedang.

Di perjalanan pun, tak henti-hentinya ia melamun dan melamun.

Butuh waktu 4 menit 35,7 detik untuk Tamara sampai di tujuan. Bukannya memasang raut wajah ceria, ia malah menunjukan wajah masam dan butek nya. Melanggar persyaratan masuk.

Tak lupa Tamara membeli bunga yang harum untuk menghargai tuan rumah.

Setelah di rasa semua lengkap, Tamara menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara pelan.

"Bismilah''

" Asallamuallaikum. Gimana kabarnya. Subhanallah, rapi dan bersih banget rumah lo. Pasti papa mama lo rawat lo dengan baik. Harus banget aromannya. Nih gue bawain bunga"

Tamara mulai terombang-ambingkan oleh badai air mata. Ia tak mampu melanjutkan kalimat berikutnya.

Akan tetapi, sang empu pernah memintannya agar tidak menangis saat berkunjung di sini.

Tamara hanyalah manusia biasa. Dirinya tidak akan kuat menahan air matanya apabila dia berada di sisi yang paling nyaman.

"Pa, gue mau cerita nih. Tapi lo jangan marah yah. Please jangan marah. Gimana ya, gue ini mudah banget mencintai, gue juga mudah melupakan''

TamaraWhere stories live. Discover now