B.{bab 23}

158 17 1
                                    

Sejauh manapun kakimu melangkah
Sesering apapun kau berbelok arah
Rumah adalah tempat terindah📖✍
Bang Hen🙏

✍✍✍

Marah adalah sumber dari kekacauan. Tamara menyesal, mengapa ia sangat marah terhadap Dyo.

Bukan tanpa alasan, Tamara berhak marah karena Dyo memang sedikit salah. Ada benarnya juga, ada salahnya juga.

Setelah berfikir dengan sangat matang. Benar juga ucapan Dyo kemarin. Jika memang abang sayang Tamara. Tidak mungkin abang akan meninggalkannya dengan kondisi yang memperihatinkan.

Kesalahan Dyo terletak pada ucapan yang membentak dan keras. Tamara tidak suka jika abang kesayangannya di bentak oleh siapapun. Termasuk neneknya sendiri.

Tamara mengira, setelah kejadian kemarin. Abangnya akan meneleponnya kembali. Tapi buktinya sampai sekarang. Tidak ada notif SMS ataupun telepon dari abangnya.

Diwa ikut sedih sendiri melihat Tamara yang sering melamun dan berdiam diri mematung memegangi telepon.

Diwa juga binggung, mengapa bang Dyo tidak pernah main ke sini lagi. Tak inggin ambil pusing, Diwa kembali melanjutkan kegiatan mengambarnya. Pikirnya, mungkin mereka berantem. Besok pasti baikan lagi.

Bertolak belakang dengan Tamara, Reivaldyo Maulana tenggah senyum-senyum sendiri melihat handponenya. Semoga rencananya berhasil.

Tapi setelah di pikir-pikir, kangen Tamara juga. 1 hari tidak melihatnya tersenyum, seperti 1 tahun saja.

"Bang, kenapa senyum-senyum gitu" Ucap bunda yang tenggah berjalan menuju balkon Dyo

"Eh, bunda. Belum tidur bun" Tanya Dyo untuk basa-basi saja

"Nunggu ayah pulang nak. Lihat kamar kamu masih menyala ya bunda cek. Siapa tau kamu lupa mati'in" Ucap bunda lembut penuh kasih sayang. Bunda nya memang tipe orang yang lemah lembut dan penyayang. Dyo pun lebih dekat dengan bundannya dari pada ayahnnya. Dyo tidak berani membentak ataupun berbicara kasar terhadap bundannya. Soal nya nih ya bro, bunda kalo marah nyeremin.

Pernah waktu kecil Dyo pulang kemaleman, di tegur deh sama bunda dengan lembut. Eh si ayah malah ngegas. Ya jadi Dyo pun ikut ngegas. Alhasil, Dyo dan ayah di amuk oleh bunda. Bukan marah-marah ataupun baku hantam bro. Tau gak di apain?

Di diemin bro. Gak di urusin. Gak di masakin, di cuci'in baju, gak ngomomg. Natap aja ogah kayaknya. Disitu Dyo merasa hidupnya tidak berguna lagi.

Dan mulai dari situ, Dyo tidak berani macem-macem ke bundannya.

"Ayah belum pulang bun?. Kok akhir-akhir ini ayah jarang pulang ya bun" Memang benar, ayah sering pulang malam dan bahkan tidak pulang. Awal nya Dyo percaya. Ya mungkin ada pekerjaan penting. Tapi sekarang ayahnya keterlaluan.

"Dyo jangan mikir yang macem-macem ya sama ayah" Bunda seperti mengerti pikiran Dyo yang buruk

'Tapi bun''

"Udah, tidur ya''

Bunda pergi, meninggalkan jejak langkah yang misterius. Dadanya membungkung, tanggannya terangkat seperti mengusap air mata yang jatuh. Pasti ada sesuatu yang di sembunyikan oleh bunda.

✍✍✍

A

TamaraWhere stories live. Discover now