Dua

532 22 4
                                    


Riska melepaskan seat belt dan menoleh ke arah Nigel. Dia tersenyum tipis.

"Makasih udah nganterin gue." Ucapnya.

Nigel membalas tersenyum.

"Santai aja. Sebagai gantinya.."

Nigel dengan cepat mengambil handphone yang berada di kantong celananya dan menyerahkannya kepada Riska.

Riska yang melihat itu mengernyitkan dahinya. Masih belum mengerti maksud Nigel.

"Nomor kamu. Saya kan udah nganterin kamu pulang, sekarang sebagai gantinya kasih nomor kamu."

Riska tersenyum miring. Dengan cepat dia mengambil handphone Nigel dan memasukkan nomor handphone nya.

"Lain kali kalau gak ikhlas gak usah nganterin." Ucap Riska sewot dan mengembalikan handphone Nigel ke pemiliknya.

"Saya ikhlas kok."

"Kalau ikhlas gak akan minta imbalan."

Nigel hanya tertawa. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Riska.

"Gue duluan. Makasih!"

Riska langsung keluar dari mobil Nigel dan sedikit membanting pintu mobil ketika menutupnya.

Nigel hanya tertawa melihat kelakuan Riska. Perempuan itu sangat kasar.

---

Riska menatap pemandangan kota London dengan santai dan ditemani dengan wine di sebelahnya. Dia sangat menikmati kehidupannya di sini.

Riska kembali menyesap Wine dengan santai. Riska meletakkan gelas ke meja samping dan melihat nama Alex tertera di handphonenya.

Riska menghela napas panjang dan mengangkat panggilan itu.

"Kenapa Lex?"

"Lo baik-baik aja kan?"

"Lex.. Lo udah nelpon gue selama dua hari berturut-turut dan menanyakan hal yang sama. Gue bosen lo nelpon mulu.."

Riska memutar bola matanya ketika mendengar suara tawa dari Alex di sebrang sana.

"Gue ini sayang sama lo, makannya gue care. Btw, pernikahan Reihan sama Keira bentar lagi. Lo gak mau datang Ris? Lo sahabatnya juga."

"Gue udah janji sama Keira. Gue enggak akan muncul lagi di hadapan mereka. Jadi, lebih baik gue gak datang. Gue titip salam aja."

"Ya udah kalau itu keputusan lo. Tapi gue harap, lo bisa datang. Bye Ris.."

Riska terdiam. Dia sangat ingin melihat pernikahan itu. Dia sangat ingin melihat Reihan tersenyum dengan bahagia. Sangat ingin. Tapi semua itu tidak mungkin dia lakukan. Dia sudah berjanji dengan Keira dan dia tidak mungkin untuk mengingkari perjanjian itu.

Riska meletakan handphone nya dan kembali meminum wine.

Tapi tidak lama kemudian, panggilan telpon kembali berdering. Riska menghela napas ketika melihat nama Alex tertera di handphonenya.

"Kenapa lagi Lex?"

"Lo yakin gak datang Ris? Nanti kita bisa pakai baju couple."

"Lex.. kalau gue ketemu sama Lo, gue akan bunuh Lo. BERHENTI TELFON GUE!!"

"hahahaha.. oke-oke selamat siang.."

"Disini malam!"

Dengan kesal Riska menutup panggilan itu.

Ketika Riska ingin meletakkan Handphonenya ke atas meja, Alex kembali menghubunginya.

"Lex lo gak bisa gak nganggu gue?"

"Gue kangen sama lo Ris.."

Amarah Riska yang tadinya sudah dipuncak, ketika mendengar perkataan Alex, amarah itu kembali reda. Tanpa sadar Riska tersenyum tipis mendengar perkataan Alex.

Dia juga sangat merindukan sahabatnya itu.

"Gue lebih kangen sama lo."

"Tuh kan.. makannya lo datang dong. Nanti gue yang cariin lo baju couple nya. Gimana kalau warna biru? Lo suka kan? Atau warna Kuning? Gimana menurut Lo?"

Hancur sudah suasana yang baik tadi.

"Warna pelangi Lex! Mati sana Lo!"

Riska menutup panggilan itu dengan kesal.

Tetapi beberapa detik kemudian, handphone Riska kembali berdering.

Tanpa melihat siapa penelpon, Riska langsung mengangkat panggilan itu.

"Kenapa lagi Alex?! Lo gak bo--"

"Siapa Alex?"

Ucapan Riska terpotong. Dia langsung melebarkan kedua bola matanya. Dengan cepat dia melihat siapa yang menelpon dan tertera nomor tidak terkenal di layar handphonenya.

"Pacar kamu ya?"

---

Hai hai.. saya kembali..

Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin A Punishment ke reading list kalian yaa..

Bye..

Medan, 25 April 2020

A Punishment (Riska Story) Where stories live. Discover now