Sembilan

271 10 2
                                    

Setelah selesai dengan acara makan siang dengan keluarga Nigel, Riska dan Nigel berjalan mengelilingi taman belakang rumah Nigel. Mereka hanya diam dan saling menikmati pemandangan yang ada. Terutama Nihel. Dia tidak tau kalau ternyata taman di belakang rumahnya sangat besar dan indah. Pasalnya dia sangat jarang melihat taman di rumahnya ini.

Nigel memegang tangan Riska dan menghentikan Riska berlajan. Riska menatap tangan Nigel yang memegangnya itu. Ia tidak mengerti kenapa Nigel memegangnya secara tiba-tiba. Dan ternyata, Nigel mengajak Riska untuk duduk di sebuah bangku yang sudah mereka lewati. Mereka berdua berjalan mendekati bangku tersebut. Nigel dan Riska pun duduk bersebelahan.

Untuk sesaat Riska tidak tau harus berkata apa dengan Nigel. Tatapan yang Nigel berikan sekarang ini membuat jangungnya berdetak tak karuan. Alhasil Riska pun mengalihkan tatapannya ke arah bunga matahari yang tumbuh di samping kirinya.

"Ayo kita menikah!" Riska menoleh kearah Nigel dan melayangkan tatapan tajamnya. Sedangkan Nigel dia memasang wajah yang sangat serius.

"Jangan bercanda deh." Balas Riska.

"Saya serius. Saya tau kita belum lama untuk mengenal satu sama lain. Tapi saya sangat yakin bahwa kamu adalah wanita yang akan menjadi ibu untuk anak-anak saya nantinya." Ucap Nigel dengan sangat serius.

"Gue belum bisa. Lo tau sendiri gue masih ada rasa sama sahabat gue dan ju--"

"Saya akan menggantikan posisi sahabat kamu itu. Kamu hanya perlu mencobanya Riska. Mencoba untuk menerima semuanya. Menerima kenyataan kalau dia bukan milik kamu, dan menerima saya untuk mengantikannya. Saya gak akan maksa kamu sekarang. Biarkan hati kamu yang memilih. Saya akan menunggu. Tapi kamu harus tau jika saya tidak sesabar yang kamu kira."

Riska terperangah mendengar perkataan Nigel. Ia belum pernah mendengar seorang pria berbicara begitu serius seperti ini. Nigel memang sangat berbeda dengan pria-pria yang kebanyakan ia jumpai. Termasuk Reihan.

---

Riska menatap dirinya di depan cermin. Ia tersenyum melihat penampilannya hari ini. Dress berwarna putih selutut membuatnya terlihat anggun. Entah kenapa ia memakai pakaian itu hari ini. Hanya saja Riska ingin menunjukkan kepada Nigel penampilannya hari ini. Ia memoleh sedikit make up. Tidak terlalu tebal memang, tetapi mampu membuat aura Riska menjadi sedikit berbeda.

Setelah selesai berdandan, Riska keluar dari unit apartemennya. Senyumannya langsung menghilang ketika ia tidak melihat kehadiran Nigel di depan lobby. Tetapi Riska mencoba untuk bersikap biasa saja. Ia kembali melanjutan perjalannya. Mungkin kali ini ia hanya akan melihat-lihat suasana kota London.

Sepanjang perjalanan, Riska merasa ada yang aneh dari dirinya. Ia merasa kosong. Biasanya, Nigel selalu menemaninya dan mengajaknya berbincang-bincang. Tapi kali ini, ia hanya bisa diam dan menatap semua pemandangan indah ini sendiri. Sebnarnya ini yang Riska mau. Ketenangan, kesunyian dan kesendirian. Tetapi kenapa kali ini terasa sangat berbeda.

Riska mengeluarkan handphone nya dari dalam tasnya. Ia mencari nomor kontak Nigel. Riska baru saja ingin menelpon Nigel. Tetapi niatnya langsung ia urungkan. Ia tidak ingin terlihat seperti membutuhkan pria itu.

Tetapi belum tiga puluh menit Riska berada di sini, ia langsung merasa bosan. Riska pun langsung bangit dari duduknya. Setela itu ia berjaln untuk kembali pulang menuju apartemen nya. Kali ini Ia merasa sangat kecewa. Ia sudah berdandan seperti ini, tetapi Nigel tidak dapat melihat dirinya.

---

Besoknya, Riska kembali berdandan sama seperti semalam. Tapi kali ini, ia memakai dress berwana kuning senada dengan tas yang ia bawa. Riska kembali mengecek handphonenya. Dan sama seperti semalam, Nigel masih belum menghubungi dirinya. Riska keluar dari apartemen dan tetap saja, Nigel tidak ada. Sama seperti semalam, ia hanya megelilingi kota ini sendiri.

Entah kenapa ada sedikit rasa kekosongan dalam diri Riska ketika Nigel tidak berada di samping dirinya. Riska tidak tau apa artinya ini, tetapi ia merasa sedih dengan kesendiriannya ini.

Riska berhenti di sebuah bangku kosong yang memang sepertinya untuk dirinya. Ia memutuskan untuk beristirahat sebentar di bangku tersebut. Ia duduk dan menghela napas panjang. Riska memejamkan kedua matanya dan berusaha untuk melupakan bayang-bayang Nigel dari kepalanya.

Padahal ia baru ketemu dengan Nigel tetapi Nigel benar-benar sudah mampu membuat dirinya tidak bisa jauh dari pria itu.

"Excuse me.."

Riska membuka matanya ketika mendengar suara. Ia tersenyum tipis ketika melihat seorang gadis kecil yang sedang membawa setangkai bunga rose.

"Yes.. do you need help?" Tanya Riska dengan nada lembutnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya. Ia memberikan setangkai bunga rose yang ia pegang kepada Riska.

Dengan sedikit bingung, Riska tetap menerima bunga tersebut. "For you," tutur gadis tersebut. Setelah mengatakan itu, ia segera berlari pergi meninggalkan Riska yang masih dengan kebingungannya.

Tetapi Riska tidak terlalu memikirkan dari siapa bunga ini berasal. Ia malah sedikit terhibur dengan bunga yang ia pegang ini.

Riska bangkit dari duduknya. Mungkin sudah saatnya ia kembali ke apartemennya. Ia sama sekali tidak bersemangat untuk mengelilingi kota ini.

Tapi tanpa Riska sadari seseorang sedang mengawasi gerak-gerik Riska sedari tadi dengan pandangan tajamnya.

---

Medan, 15 Desember 2022

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Punishment (Riska Story) Where stories live. Discover now