74. Bangunlah

189 21 0
                                    

Pagi hari sebelum rencana besar dilakukan.

Markas besar G-1 di kaki istana memanggil Mayor Donez dari Sacred Forced untuk dimintai bantuan.

Donez datang tepat setelah sarapan pukul delapan pagi. Rasa ingin tahu serta balas dendam membuatnya melangkah lebih cepat. Melihat teman akrabnya terbaring sekarat di meja rawat membuat emosi Donez mendidih. Terlebih lagi ketika ia mendengar kalau Mayor Udi meninggal setelah mengalami koma semalaman.

"Semua ini karena penyusup itu!" Geram Donez.

Donez menatap pintu raksasa yang menempel di dinding istana. Pintunya sama besar seperti di kuil. Ia sudah ditunggu oleh dua orang anggota G-1 yang dengan ramah mengantarnya masuk ke dalam markas. Setelah mereka masuk, tampak dari kejauhan tepatnya markas tetangga sebelah Stampfer, Jenderal mereka: Esno Jegar keluar dari markas dan berjalan menuju markas G-1.

Kakek tua itu berjalan pelan layaknya siput tanpa pengawalan. Ia rupanya membuntuti Donez yang masuk ke dalam markas.

Di dalam, Donez sudah disambut dua pria parubaya. Satunya botak, satunya berambut. Satunya masih aktif, satunya sudah pensiun namun terus merasa masih aktif.

Max dan Kapten Bambang duduk berdampingan di depan meja bundar. Di atas meja tampak terparkir sebuah radio tape usang berisi rekaman percakapan musuh yang belum dikenal. Radio tape usang yang menjadi barang canggih yang selamat dari penghancuran empat puluh tahun lalu dijaga betul-betul oleh Max. Hasilnya ia bisa menangkap suara musuh tanpa mereka sadari.

Lalu kedatangan Donez adalah untuk membantu mereka menjernihkan suara di dalam radio tape.

Kapten Bambang sendiri langsung menjelaskan tanpa basa-basi. "Maaf mengganggu aktifitasmu Tuan Donez. Tapi kami benar-benar butuh bantuanmu."

"Gak usah sok sopan begitu, Kapten Bambang. Pangkat anda lebih tinggi dari saya."

"Hahaha begitu ya, ini hanya sedikit cara agar orang yang berbicara denganku merasa tersanjung sehingga ia mudah dimintai bantuan."

"Anda pikir saya ini apa Kapten Bambang. Pasti saya dengan sukarela membantu kalian menemukan orang yang telah membuat teman saya sekarat."

Namun percakapan mereka harus terhenti karena kedatangan tamu tidak diundang.

Jenderal Esno dengan pongahnya menghardik mereka bertiga.

"Ooh kumpulan para pecundang ya. Apa G-1 sekarang sangat tidak mampu mengatasi masalah sampai-sampai meminta bantuan kepada pasukan sampah yang hanya menjadi beban kerajaan."

"Oh ada mantan Jenderal juga disini," lanjut Esno yang lidahnya siap menyerang Max.

Donez tampak merekatkan genggaman, ia siap meninju. Namun emosi yang diharapkan dapat mendidih tak kunjung meledak. Dengan kata lain ia sudah sangat terbiasa mendengar ejekan semacam ini dari pasukan lain terutama Stampfer.

"Itu bukan urusanmu, Tuan Jenderal Esno Jegar. Lagi pula untuk apa tuan datang kemari?"

"Aku hanya penasaran kenapa sampah berjubah hijau ini datang ke markas G-1. Rupanya untuk ini dan kau pensiunan, aku tidak pernah lupa hari itu. Kau berdiri di barisan penghianat yang telah membunuh adikku. Kau membela dia. Aku tak akan pernah lupa dan aku selalu mencari cara agar melenyapkan kalian orang-orang yang berdiri di sampingnya kerabat terdekatnya dan aku pasti akan menemukan anak-anaknya, istrinya dan membunuh mereka semua sebelum ia kembali."

"Coba saja," balas Max ringan yang seketika membuat emosi Esno meledak.

Kakek tua itu hampir stroke.

Bambang menyudahi perkelahian bibir ini dengan membantu Max menyudutkan Jenderal.

"Tuan Jenderal Esno, tuan terlalu kemana-mana. Tuan belum menjawab pertanyaanku. Ada urusan apa tuan datang kemari."

ANDRE FOSKAS [TAMAT]Where stories live. Discover now