🐻 Polar Bear • 72

43.1K 4.6K 1.1K
                                    

Bagi yang masih ngeyel suka keluyuran di saat² genting kayak gini, tolong lihatlah orang² di sekitar kamu, yang sudah berusaha menjaga kesehatan mereka. Hargai mereka dengan #dirumahaja atau kalau sulit, lihatlah diri kamu sendiri. Jangan sampai menyesal. Kalau udah kena corona, kamu sendiri nantinya yang akan menyesal 🤗

Btw, ini belum direvisi ulang, jadi kalau ada typo mohon ikut membenarkan ya biar langsung diperbaiki ;) terima kasih 💗

Happy Reading!

🐻

Pagi pukul setengah lima, Rama membuka mata dengan perasaan bahagia.

Ingatannya pun terngiang dengan ucapan sang nenek tadi malam. Yang menyampaikan berita pembatalan pertunangan, dengan raut suka cita, tanpa paksaan.

Kebahagiaannya pun di tambah, kala mengingat bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi Kayra untuk singgah di rumah sakit. Gadis itu sudah diperbolehkan dokter untuk pulang, karena kedua tungkainya yang sudah mulai lancar berjalan, dan tidak lagi bergantung dengan alat bantu berupa kursi roda atau pun kruk.

Ah, rasanya beban Rama selama ini mulai terangkat satu per satu, hingga senyum pun dengan mudahnya hadir, menghias pahatan wajah rupawan miliknya.

Begitu kesadaran secara penuh mengambil alih, Rama pun bangkit, menyibak gorden, kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

Begitu keluar melalui walk in closet, Rama sudah berpakaian kasual, dengan beberapa bagian di tubuhnya, seperti kaki, tangan, dan kepala yang masih basah karena air wudhu.

Mengenakan peci hitam berukir emas sebelum menggelar sajadah tebal di lantai kamar, Rama kemudian menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama Islam dengan khusyuk.

Usai memanjatkan doa, laki-laki bertubuh tinggi itu pun merapikan kembali, dan mengenakan jaket jins hitam, lalu sepatu sneakers putih bergaris hitamnya sebagai alas kaki. Tak lupa ia menyambar kunci mobil, sebelum keluar dari kamar menuju ruang makan, yang sudah terdapat Nada seorang diri di sana.

"Pagi, Dek."

Nada yang pagi ini terlihat lunglai di kursi itu pun mengangguk, "pagi juga, Kak Rama."

Kening Rama mengernyit. Ia merasa ada yang aneh dari Nada. Makanya ia bertanya, "kamu sakit?"

Menggeleng pelan, Nada kemudian menarik senyumnya tipis. "Enggak. Nada sehat, kok, cuman lagi capek aja."

Sambil mengolesi mentega di roti bakarnya, Rama menatap Nada tak yakin. Ia sangat mengenal Nada. Jadi ia pun tahu saat di mana adiknya itu tengah bahagia, sedih, marah, juga saat menyimpan sesuatu di lubuk hatinya, seperti saat ini.

"Ada yang mau kamu ceritakan sama kakak?"

Nada menghela napas, sebelum menenggak air putih yang masih tersisa setengah di gelas itu. Lalu kembali menatap sang kakak, dengan tatapan menyerah, teringat bahwa kakaknya yang satu ini paling tidak bisa dibohongi.

"Kemarin, Nada daftar jadi anggota OSIS di sekolah. Karena Nada pikir, seru aja kalau pas SMA banyak kegiatan. Tapi,"

"Tapi?" ulang Rama yang telah menelan satu gigit rotinya.

"Ada satu anak kandidat OSIS juga, yang bikin Nada bad mood dari kemarin. Namanya Aresh. Julukannya itu the second. Temen-temen perempuan Nada sih bilang, dia dijuluki the second karena ketampanannya. Banyak banget cewek yang naksir dia—"

Polar Bear • (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang