Chapter 1 : When? I'm Happy Again?

1.7K 142 19
                                    

Lentera raksasa itu kini menyala setelah sang Raja siang kembali bersembunyi di balik pegunungan. Cahaya nya yang tak seterang sahabatnya, nampak jelas berjajar bersama ribuan pernik bercahaya yang sering manusia sebut sebagai Bintang.

Semua nampak biasa saja, hanya saja hari ini terasa lebih Indah karena seorang laki-laki tengah menunggui seorang gadis yang kalian ketahui sebagai tokoh utama pada kisah ini selesai dengan pekerjaan nya.

Minatozaki Sana. Gadis berdarah Jepang itu tengah mengumpulkan beberapa lembar sisa poster yang ia bagikan kepada orang-orang untuk mempromosikan sebuah restoran siang tadi.

Lalu ia mendapatkan upah. Memang tak seberapa, tapi ia akan menggunakan nya untuk membeli makanan untuk dirinya dan ayah nya yang menunggu dirumah.

Sana keluar dari restoran tempatnya bekerja, dan menyadari seseorang tengah berdiri disana sambil tersenyum kearah nya.

"Mark Oppa? Apa yang kau lakukan disini?" Sana tersenyum menghampiri pria berpakaian casual itu.

"Tentu saja untuk menjemput kekasihku. Kenapa? Kau tidak senang?"

"Anniyo... Aku sangat senang. Hehe..." Sana menggeleng lalu menerima uluran tangan pria yang notabenenya adalah kekasihnya itu.

Mereka bergandengan berjalan menuju mobil pria kelahiran Los Angeles itu.

"Aku akan mentraktir mu makan di tempat yang enak." ujar Mark saat sudah di dalam mobil.

"Tidak usah Oppa. Aku selalu merepotkan mu." Sana menolak, ia merasa tidak enak karena Mark selalu melakukan banyak hal untuk nya.

"Sana-ya... Aku ini kekasihmu, aku tidak akan pernah merasa di repotkan olehmu. Percayalah..."

Akhirnya Sana mengangguk, menuruti permintaan pria yang dicintainya itu.

*

Mereka pergi kesebuah restoran yang menjual ramyeon. Sana akui, Ramyeon disana memang enak. Mark selalu tahu saja tentang tempat tempat Bagus.

Tiba-tiba Mark menyelipkan rambut Sana ke belakang. Hal itu membuat Sana terkejut.

"Apa pria itu memukulimu lagi?" tanya Mark melihat lebam di daerah dahi yang tertutupi rambut tadi.

"Anniyo Oppa. Tak sengaja tadi pagi aku menabrak meja saat menyiapkan sarapan." Sana tertawa atas kebohongan nya. Berkali-kali ia berbohong pada pria itu, Teman-teman nya, dan orang-orang yang dekat dengan nya. Ayah nya selalu memukulinya jika ia melakukan kesalahan dan itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya.

"Kau tidak bisa berbohong padaku, kalau bisa aku akan membawamu pergi meninggalkan pria itu. Dan kita akan hidup bersama." ujar Mark menggenggam tangan Sana dengan tatapan penuh keyakinan.

"Jangan mengatakan omong kosong Oppa. Aku tidak akan meninggalkan Appa, bagaimana pun keadaan nya." Sana tidak akan meninggalkan pria yang telah membesarkan nya itu, walau seburuk apapun pria itu. Karena hanya dia yang ia miliki di dunia ini.

"Arraseo... tapi jika sesuatu yang lebih buruk terjadi padamu, aku akan membawamu pergi. Tak peduli siapa orang itu." ujar Mark serius, Sana hanya bisa tersenyum karena pria itu snagat khawatir padanya.

"Aku akan baik-baik saja, tenanglah..."

*

Seolah-olah dirinya berada di jembatan keadaan, Sana berada di ambang kebahagiaan nya sendiri karena ia harus kembali ke rumah. Rumah yang sudah menjadi jaminan Bank karena hutang-hutang ayah nya. Ayolah, Sana selalu mengumpulkan uang untuk membayarnya setiap bulan namun selalu digunakan untuk berfoya-foya oleh pria yang dianggap gadis itu sebagai ayah nya.

"Mark Oppa, tidurlah yang nyenyak dan mimpikan aku ya..." Sana tersenyum menghantar kepergian mobil pria bermanik coklat gelap itu.

Gadis bersurai cokelat itu berjalan memasuki rumah sederhananya. Membiarkan langkahnya menginjak lantai yang menjadi kenangan ketika ia belajar berjalan dahulu, masa-masa bahagia itu masih terpampang jelas pada memori kuat nya. Hingga ia melupakan bahwa ia sudah menjadi bagian dari pertarungan kehidupan di usianya yang sudah memasuki kedewasaan.

Aroma menyengat tercium jelas pada penciuman gadis bersurai cokelat itu saat masuk ke dalam rumah nya. Ia tahu aroma apa itu. ia berjalan ke dapur, hendak menaruh beberapa kebutuhan bulanan yang sempat ia beli siang tadi.

"Appa, cukup... Kau sudah menghabiskan 5 botol, itu tidak baik bagi kesehatan mu."

Minatozaki Siwo, Pria yang dipanggil ayah oleh Sana. tengah meneguk beberapa botol soju tanpa peduli kalau Sana sudah datang.

"Aku harus berbicara padamu!" pria itu berdiri dari tempat nya. Ia berjalan mendekati Sana yang hanya menunduk ketakutan.

"Apa kau masih bersama pria kaya bernama Mark itu?" tanya Siwo.

"Ne, Appa."

"Mintalah uang dari nya, kita harus membayar hutang." tentu saja ucapan Siwo membuat Sana terkejut. Mark? Apa pria ini menyuruh Sana untuk memanfatkan kebaikan pria yang sudah 3 tahun menjadi kekasihnya itu.

"Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" Sana menolaknya keras, pria ini sudah kelewatan.

"Berani sekali kau melawanku!" Siwo menarik rambut Sana hingga terangkat keatas, air mata keluar dari iris coklat terang itu karena rasa sakitnya. "Appa... Sakit."

Siwo membanting Sana ke lantai. Lalu menatap tajam kearah gadis itu. "Jika kau tidak mau meminta uang darinya, bagaimana cara kita membayar hutang?!"

"Appa!!! Aku selalu bekerja setiap hari untuk menghasilkan uang! Untuk membayar hutang-hutang mu! Lalu kau gunakan uang nya untuk minum-minum dan bermain bersama para wanita malam! Tidakkah kau berfikir kerja kerasku selama ini?! Kau bahkan tidak punya niatan untuk mencari pekerjaan dan terus menganggur!" Sana berteriak, ia tak tahan lagi. Pria itu membuat nya merasa kalau dirinya adalah orang paling rendah di dunia ini.

"Beraninya kau!!!"

Brak!!

Siwo menarik kerah kemeja Sana lalu kembali membanting gadis itu hingga menabrak rak. Sakit, itu yang dirasakan oleh Sana. Tak hanya fisik, batinnya juga tersakiti saat ini.

Siwo kembali melakukan hal yang selalu ia lakukan ketika ia sedang naik pitam. Memukul Sana, seolah-olah gadis itu adalah matras tinju yang tidak akan hancur meski dipukul sekeras apapun.

Darah mengalir dari hidung dan ujung bibir Sana. Membuat air mata nya yang mengalir sedari tadi, bercampur dengan cairan merah itu.

"Dasar anak durhaka! Kalau Bank menyita rumah ini, kemana kita akan tinggal?!"

Sana meringkuk, menangis dalam kesakitan. Hal ini menyiksa nya. Semenjak kematian ibunya, siksaan lah yang selalu ia nikmati setiap harinya. Bukan kasih sayang ataupun Cinta dari sang ayah.

"Kapan kau akan berbakti?!! Harusnya kau membalas segala yang telah kuperjuangkan untuk mu hingga tumbuh sebesar ini!"

"Jika kau masih tidak mau meminta uang darinya, tidak apa-apa... Kuberi pilihan lain, menikah dengan orang pilihanku. Dia kaya, tampan, dan masih muda. Kurasa itu Bagus!"

"Tapi Appa! Aku mencintai Mark Oppa!"

"Pilihannya ada di tanganmu. Jika kau ingin terus bersama pria itu, kau harus meminta uang dari nya. Jika tidak, maka kau harus menikahi pria yang menjadi pilihanku!"

Pria itu berjalan meninggalkan dapur. Sana berdiri dengan lemah, ia berjalan menuju wastafel untuk membersihkan wajahnya yang telah dikotori oleh darah. Sedikit perih, tapi ia tak suka melihat cairan merah ini.

Sana kembali menangis setelah air mata nya kering, seolah-olah roda berputar terlalu cepat ketika ia bahagia. Dunia mempermainkan nya, kenapa dia hanya bahagia dalam sekejap saja?

"Eomma... Bogoshipo. Hiks!"














Tbc!

Horeee..... Story baru😁

Lanjut???

The Reason Why [TaeSana]Where stories live. Discover now