Chapter 2 : Approval

932 122 5
                                    

Cahaya dari sang Surya menggantikan cahaya redup dari Luna beberapa jam yang lalu. Menghilangkan segala kegelapan dan menerangi setiap sudut ruangan terbuka. Cahaya nya yang menjadi titik keagungan segala makhluk, mengiringi setiap kehidupan memulai hari baru mereka.

Sana adalah salah satunya. Ia bangun dari tidurnya dua jam yang lalu, Menyiapkan sarapan, lalu membersihkan tubuhnya.

Sana memperhatikan bayangan dirinya di cermin. Nampak sebuah refleksi menyedihkan disana, seakan-akan Sana baru melakukan perkelahian besar-besaran padahal dia hanya diam saja.

Lebam-lebam di lengannya sudah tampak jelas sekarang. Apalagi setelah ia membuka pakaiannya, bangun sembarang berwarna keunguan itu memenuhi badan nya.

Memar-memar itu menyakitkan. Walaupun ia selalu mendapatkan nya setiap hari, tapi kali ini lebih banyak dari biasanya.

Sana izin dari tempat kerja nya, ia berencana untuk menemui Mark hari ini. Ia akan membicarakan keputusan nya tentang dua pilihan kemarin malam, yang menjadi kunci kemarahan Siwo.

*

Sana memakai pakaian panjang dan tebal di musim panas, guna menutupi benda-benda Ungu yang hampir bisa dilihat semuanya jika ia hanya memakai pakaian nya untuk sehari-hari.

Ia menemui Mark di sebuah taman bunga matahari yang sering mereka kunjungi untuk bersenang-senang. Tapi kali ini, mungkin semua akan terjungkir balik.

Saat ia datang pria berdarah Taiwan itu sudah ada disana. Mark memang tak pernah membiarkan nya menunggu.

"Sana-ya..." panggil nya melambai supaya gadis itu berjalan mendekat.

Tak seperti biasanya, Sana terlihat murung saat datang. Lalu duduk di sebelah Mark.

"Apa itu tidak gerah? Pakaian mu sangat tebal padahal Matahari bersinar sangat terang hari ini. Apa kau sedang sakit?" tanyanya khawatir, hal itu membuat Sana semakin sulit untuk membuat keputusan.

"Oppa, ada yang ingin kubicarakan padamu."

"Katakan saja..." Mark tersenyum menunggu sebuah pertanyaan terlontar dari mulut gadis yang dicintainya itu.

"Mari kita akhiri hubungan ini." ucapnya pada akhirnya. Mark tertawa.

"Kau tahu, lelucon mu selalu buruk. Hahaha..."

"Oppa, aku serius... Mari kita akhiri hubungan ini." Mark menatap mata gadis pujaannya itu, mata coklat itu mengatakan keseriusan yang membuat nya percaya.

"Tapi kenapa?" Mark berfikir, ia rasa hubungan nya dengan Sana baik-baik saja selama ini. Apa yang membuatnya menjadi ingin mengakhiri nya?

"Oppa, Aku akan segera menikah. hiks..." jadi inilah keputusan Sana, ia tak mungkin meminta uang kepada Mark yang sudah banyak berjasa kepada nya. Jika pun ia memilih pada pilihan hatinya untuk kabur dengan Mark, orangtua Mark tidak menyukainya sedari dulu. Mark bisa mengalami masalah dengan keluarga nya. Ia memikirkan semuanya matang-matang dan ia harus menanggung segalanya sendirian karena ini masalah pribadinya.

"Yak! Apa kau bercanda? Kenapa tiba-tiba?" Pria itu terkejut mendengar nya. Rangkaian kata itu tak pernah ingin di dengar nya dari mulut gadis berdarah sakura itu.

"Ini adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan Appa secara tidak langsung." bohong nya membuat Mark menunduk lalu menatap nya lagi.

"Jika kau mengatakan nya dari awal, aku siap menikahimu..." Mark menggenggam tangan kecil gadis itu. Menyalurkan setiap ketidaksetujuan nya.

"Anniya Oppa, itu sama saja memulai titik awal perang dengan keluarga sendiri. Aku tidak ingin itu terjadi." Sana menggeleng.

"Sempat sekali kau memikirkan aku disaat kau sedang seperti ini."

"Oppa jebal... Aku tidak punya pilihan lain."

Mark berfikir sejenak. Pikiran dan hatinya saling berkata lain. sekilas ucapan Sana benar tapi ia juga tak ingin kehilangan nya.

"Sana-ya... Kau tahu aku sangat mencintaimu?"

"Naega ara."

"Kalau begitu, aku akan membiarkan mu pergi untuk bahagia. Entah itu bersamaku atau bersama pria lain, aku tak peduli yang penting kau bahagia." pria itu tersenyum walaupun nampak jelas kepalsuan di dalamnya.

Sana langsung memeluk nya, mungkin ini akan menjadi yang terakhir. Setelah ia mengucap janji suci, hubungan nya dengan pria itu akan terputus sepenuhnya.

"Berjanjilah kau akan bahagia."

"Aku berjanji."

*

Sana memberitahukan kepada ayahnya kalau ia memilih untuk menikah dengan pria kaya itu. Dan tentu saja Siwo senang mendengarnya, ia berutang Budi kepada seorang wanita yang menolong nya ketika ia sedang dipalak oleh penagih hutang.

Kebetulan wanita itu tengah membutuhkan wanita muda yang rajin dan baik untuk putranya. Seketika Siwo langsung berfikir itu mengarah kepada Sana.

"Kalau begitu, aku akan mengabari nyonya Kim. Jangan berusaha kabur."

"Ne. Appa."

Sana berjalan ke kamar nya, ia melepas pakaian tebalnya karena rasanya begitu gerah.

Lebam-lebam ini juga akan ia rindukan ketika ia pergi meninggalkan rumah ini. Namun dari itu, ia bersyukur setidaknya ia tak akan kesakitan lagi. Dan berharap, pria yang akan ditemuinya adalah orang baik dan perhatian.

"Tuhan... Izinkan aku untuk bahagia."

*

Empat hari berlalu, itu nampak sekejap karena nyonya Kim tiba-tiba datang ke rumahnya. Tentu saja Sana terkejut. Ia harus segera membereskan semua yang telah diperbuat ayah nya. Tentu saja botol-botol Soju dan beberapa pakaian dalam wanita yang bukan miliknya. Menjijikkan (pikirnya).

Tapi untung saja, nyonya Kim bisa memahami Sana dan langsung mengerti sifat ayah dari gadis dengan mata Indah itu.

Ia memutuskan untuk berbicara di luar saja, ia mengajak Sana pergi ke sebuah restoran. Dan tanpa berfikir, Sana langsung menyetujui nya.

Jika ia tahu akan pergi ke restoran mahal seperti ini, setidaknya ia bisa memakai pakaian yang lebih pantas. Bukannya hanya memakai hoodie dan celana jeans seperti sekarang ini.

"Ayahmu bilang, kau menyetujui perjodohan ini. Sungguh aku sangat bersyukur karena kau adalah gadis yang baik. Kurasa putraku akan menyukaimu, terlebih kau juga sangat cantik." puji nyonya Kim membuat Sana tersipu, wanita paruh baya itu memujinya habis-habisan sejak tadi. Sementara ia tak pernah tahu tentang keluarga wanita itu. Dan hanya bisa tersenyum lalu mengangguk di beberapa kesempatan.

"Sana-ya... Aku yakin kau akan menjadi menantu yang baik. Aku sudah tahu itu ketika aku melihat wajahmu." nyonya Kim menyentuh dagu Sana, melihat gadis yang tampak sempurna itu dengan senyuman penuh dengan ketulusan.

"Aku harap juga begitu." sahut Sana.

"Kau bisa memanggilku Eomoni dari sekarang. Aku tidak mau tahu."

"Tapi nyonya, aku bahkan belum menikah dengan putra mu."

"Aku selalu ingin punya anak perempuan... Kalau kau tidak bisa mengabulkan nya, tak masalah."

Sana merasa bersalah karena menolak, wanita ini begitu menyukainya hingga menganggapnya sebagai putrinya. Padahal ia sendiri juga merindukan sosok seorang ibu.

"Arraseo Eomoni." Sana tersenyum, hal itu membuat nyonya Kim tersenyum puas.

Hari ini tak akan pernah Sana lupakan, calon ibu mertuanya ini benar-benar sangat baik ia rasa hubungan nya dengan keluarga Kim akan membuatnya bahagia, walaupun ia belum tahu kenyataan sebenarnya.

















Tbc!

Akhirnya Up setelah lebih dari dua minggu menggantung. Karena Author sibuk,

Rebahan.

The Reason Why [TaeSana]Where stories live. Discover now