20. Jendral Arbila

80 12 0
                                    

Balai Desa Regil

00.27 PM

"Jadi... Arbila, kau ini... bukan penduduk desa Regil?" Kapten Origh menanyai wanita muda ini.

"(Menggelengkan kepala)"

"Dia dibawa oleh paman Divh dari hutan. Sepertinya prajurit Runia membuangnya ke tengah hutan." Sahut Levita sambil membawakan air minum teh hangat.

"Aku tidak terlalu ingat apa yang mereka lakukan padaku."

"Masalahnya adalah... kenapa seorang wanita sepertimu bisa bertarung?"

"......................." Arbila hanya terdiam.

"........................" Levita pun sama.

"Bisa kau jelaskan, siapa dirimu..."

"Aku tidak bisa."

"Kenapa? Apa kau takut sesuatu?"

"Tidak, ya... bukan begitu."

"Jika kau masih menutup diri kepada kami, maka kau akan kehilangan kesempatanmu untuk hidup disini."

"Anu... paman?" Levita terlihat bingung dengan apa yang diucapkan Kapten Origh.

Kapten Origh berdiri dari tempat duduknya, sambil menatap langit-langit balai yang sebagian rusak.

Sambil menghela nafas panjang...

Sriiiiing... (mencabut pedang secara perlahan)

Kapten Origh menundukkan wajahnya, kemudian menatap Arbila.

"Hmh... 'Arbila'... nama itu terdengar asing jika kau seorang warga Zuitaria. Katakan... (menodongkan pedang) apa kau agen khusus yang dikirim Runia untuk menyusup kepada kami?"

"Paman Origh? A-apa?! Agen khusus?!!" Levita semakin bingung.

"Jadi kau menganggapku seperti itu rupanya. Hmh..." Arbila menanggapinya dengan santai dan senyuman.

"Yang jelas, aku bukanlah orang Runia. Dan mereka adalah musuhku."

"Musuh?! Apa kau mencoba mencari kesempatan untuk melarikan diri?"

"Tidak. Itu memang benar, aku... sebenarnya adalah... seorang prajurit."

Kapten Origh terkejut mendengar itu.

"Prajurit?! Wanita? Prajurit apa?"

"Pasukan Perjuangan Burum Merdeka, PPBM."

"PPBM? Aku belum pernah mendengar nama itu. Lagi pula, Burum bukanya bagian dari kerajaan Runia kan-"

"Bukan lagi!" Bentak Arbila.

Seketika suasana langsung masam. Kapten Origh yang menodongkan pedangnya mulai menarik dan menyarungkannya kembali.

"Mungkin aku bisa mempercayai ceritamu."

Kapten Origh kembali terduduk sambil menyeruput teh hangatnya tadi.

"Aaah... jadi... kau seorang prajurit perjuangan Burum? Kenapa Burum menginginkan merdeka dari Runia? Aku masih bingung dengan itu. Desas-desusnya saja aku belum tahu."

Arbila mulai sedikit bercerita.

"Semua itu berawal dari pemberontakan putra ketiga Raja Runia. Putra ketiga, pangeran Theoniya mendirikan faksi sendiri dan mengumpulkan kekuatan serta dukungan ke seluruh penjuru kerajaan Runia. Itu juga yang membuat pecahnya perang besar di Runia. Siapapun akan dibunuh jika tidak menerima pangeran Theo sebagai Raja yang baru, termasuk kami di Burum sebagai korbannya."

Build Super Power Micronation In New World [VOL. 1] ✅ (Proses Revisi)Where stories live. Discover now