2 _ Angkot

16 0 0
                                    

Mitha bangun dari tidurnya, melihat kearah jam dindingnya yang berwarna cokelat di dinding biru laut kamarnya. Mitha melihat kearah lemarinya, sebuah baju yang rapih dan bersih sudah menggantung di pegangannya.

Mitha turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi, melakukan segala ritual mandinya. Setelah itu berpakaian, menyisir rambutnya, berdandan senatural mungkin dan memakai jam tangan favoritnya. Ketika Mitha meraih tasnya, sebuah saputangan terlipat rapih di atas tasnya. Mitha mengambil saputangan itu dan mencium aroma pewangi pakaian.

Mitha tersenyum, kemudian keluar dari kamarnya. Melangkahkan kaki menuju meja makan, berbeda dengan kamarnya yang dominasi warna coklat dan biru. Keseluruhan rumah Mitha di dominasi warna hijau pastel dan putih. Sampai di meja makan, Mitha sudah di sambut dengan semangkok buah apel yang sudah potong kotak-kotak.

Mitha duduk di kursinya, tak lama seorang perempuan berkemeja merah muda kotak-kotak dengan celana jeans biru dongker dan bandana berwarna hijau muncul dari dapur.

"Selamat pagi, Mitha." Sapanya pada Mitha.
"Pagi tante Lia." Ucap Mitha sambil menyuapkan apel ke mulutnya.
"Hari ini saya masak nasi goreng bumbu sate kesukaan Mitha." Lia meletakkan sepiring nasi goreng di depan Mitha. Melihat menu itu, dengan cepat Mitha menghabiskan apelnya.

"Pelan-pelan." Lia mengingatkan. Setelah apelnya habis Mitha mengambil piring nasi goreng itu dan memulai sarapannya.
"Oh iya tante, makasih udah cuci saputangannya." Ucap Mitha di sela kunyahannya.
"Sama-sama."

Setelah selesai makan, Mitha berpamitan kepada Lia. Mitha mengambil sepatu hitamnya dari rak, kemudian memakainya.

"Kebetulan hari ini tugas saya sudah selesai semua, Mitha mau saya antar?" Tanya Lia.

"Gak perlu tante, Mitha naik angkot aja." Ucap Mitha sambil mengikat tali sepatunya. Setelah selesai mengikat tali sepatunya, Mitha keluar dari rumah dan berangkat menaiki angkot.

Di angkot sepintas Mitha teringat, Lia sudah bekerja untuk keluarganya sudah hampir 10 tahun. Secara silsilah keluarga, sebenarnya Lia adalah sepupu jauh ayahnya. Tapi Lia sendiri yang menawarkan diri untuk menjadi pengasuh Mitha. Selama 10 tahun, setiap orang tuanya sibuk bekerja, tinggal berpindah-pindah di banyak negara, Lia adalah satu-satunya orang yang selalu berada di samping Mitha.

Mitha turun dari angkot tepat di depan sekolahnya. Setelah membayar ongkos, Mitha berjalan memasuki sekolah, banyak siswa-siswi yang sudah datang. Beberapa tertahan di gerbang karena masalah seragam, sebagian lagi bisa lolos. Mitha berjalan melewati kelas Vivi, mengintip keberadaan Vivi dan 2 sahabatnya yang dia kenal sejak MOS.

Tidak ada satupun dari yang dicarinya tertangkap oleh matanya. Mitha melanjutkan langkahnya, sesekali ada yang menyapanya. Mitha masuk ke dalam kelas dan melihat temannya yang paling berisik berwajah muram.
"Bil?" Mendengar namanya disebut, Billy terlihat gelagapan, sangat jelas.
"Eh Mitha, pagi." Sapanya sambil menggaruk-garuk tengkuknya.

"Lo baik-baik aja?"
"Gue baik-baik aja kok."

Mitha mengeluarkan saputangan dari saku bajunya dan memberikannya kepada Billy.
"Kok dibalikin?" Tanya Billy.
"Itukan punya lo, lagian gue bukan cewek sinetron yang selalu nangis dan butuh perhatian lo." Mitha duduk di kursinya yang berada di depan Billy. Mitha menemukan sebuah sticky note berwarna merah menempel di mejanya.

Coba lihat ada apa di kolong mejamu.

Mitha meraba kolong mejanya dan menyentuh sesuatu yang keras, seperti kotak perhiasan. Mitha mengeluarkan kotak itu, sebuah kotak berwarna merah didapatkan Mitha.

Mitha membuka kotak itu, isinya sebuah jam tangan. Jam tangan merk ternama yang harganya bukan untuk kantong pelajar. Selembar kertas terselip di jam tangan itu, Mitha mengambilnya dan membacanya.

Dear Mitha

Waktu sudah mempertemukan kita. Aku yang selalu mengagumimu. Aku ingin kita bersatu.

Tapi apa dayaku. Aku bumi dan kau langit. Tak sampai tanganku meraihmu.

Ini hadiahku untukmu.
Semoga langitku cerah hari ini.

Mitha membulak-balik kertas itu mencari nama pengirimnya. Tapi tidak dia temukan, Mitha mengambil kotak jam itu dan mengangkat.

"Siapa yang nyimpen kotak ini di kolong meja gue?" Teriak Mitha membuat semua teman-temannya melihat kearahnya. Tapi itulah satu-satunya reaksi yang diberikan teman-teman kelasnya. Sepertinya kotak itu sudah ada di mejanya sebelum teman-temannya datang.
"Siapapun yang ngasih jam tangan ini dan surat yang puitis ini, terima kasih."

Mitha menutup kotak itu dan memasukannya ke dalam tas. Mitha melihat kearah Billy yang sibuk membaca komik.

"Bil, menurut lo siapa yang ngasih gue kotak itu?" Tanya Mitha.
"Menurut lo siapa?" Billy menurunkan sedikit komiknya, mengintip wajah Mitha.
"Penggemar rahasia?" Mitha mengedipkan bahunya.

"Pfft... Emangnya lo siswi populer gitu sampai punya penggemar rahasia." Terdengar tawa meledek dari Billy.
"Ya bukan sih, tapi gak ada yang tahukan."

Tak lama guru masuk ke kelas dan memulai pelajaran. Hari itu Mitha memikirkan dengan serius, menerka siapa yang memberikannya jam tangan. Secara ekonomi, setahunya di kelas hanya dia anak orang menengah keatas. Apa mungkin jam tangan itu dari anak kelas lain?

Saat jam pulang tiba, langit mendung sudah menyombongkan diri. Mitha membuka pesan di handphone-nya dan ternyata dia pulang sendiri hari ini. Kedua sahabatnya ada kerja kelompok yang tidak bisa ditunda.

Dhita
Maaf ya Mit, kita gak
bisa ngasih lo tebengan
pulang.

Saya
Gak apa-apa, hati-hati
di jalan.
Jangan ngebut-ngebut
bawa mobilnya.

Mitha merapihkan buku-bukunya,
"Mit, lo ikut dong acara amal." Ajak Billy, entah apa alasannya, dia selalu berusaha mengajak Mitha untuk ikut acara amal dan menjadi sukarelawan.
"Enggak!" Tegas Mitha sambil melangkah meninggalkan kelas.

Billy berjalan mengikuti Mitha, melewati lorong-lorong kelas yang sudah lengang.
"Mit, pulang bareng yuk." Ajak Billy tiba-tiba.
"Enggak deh, mending gue naik angkot."

Billy berbelok kearah parkiran, sedangkan Mitha berjalan terus menuju gerbang. Sambil memastikan apakah Dhita dan Ananda sudah keluar atau belum.

Tinnnn

Sebuah suara klakson mengagetkan Mitha.
"Berisik tau gak! Lo bikin polusi suara." Mitha menggosok-gosok telinganya.
"Lo yakin gak mau gue antar?" Tanya Billy.
"Yakin, dengan segenap hati gue, puas lo." Mitha mempertegas keputusannya.

Dengan pasrah Billy pergi dengan motor matic nya, meninggalkan Mitha yang masih menunggu angkot.

5 menit
10 menit
15 menit

Tidak ada satupun angkot yang lewat. Perlahan rintik hujan turun, Mitha berjalan menuju sebuah pos terbengkalai. Setidaknya hujan tidak akan menimpanya. Hujan membesar seketika, Mitha mengelus-elus badannya yang mulai menggigil. Kebiasaan buruknya--tidak makan siang-- membuatnya tersiksa sekarang.

Mitha mengambil handphone-nya mencoba menghubungi Lia. Tapi tangannya basah dan licin, layarnya tidak terkontrol. Angin bertiup, tubuh Mitha mulai menggigil, bibirnya membiru. Mitha merasakan sesuatu merangkul pundaknya, Mitha melihat Billy berdiri dibelakangnya.
"Tolong jangan menolak permintaan gue lagi."

Mitha tidak dapat menahan dingin yang terus menyerangnya. Tubuhnya jatuh dan ambruk.
"Mitha... Mit... Bangu..."

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now