3 _ Pernyataan

12 0 0
                                    

Mitha perlahan membuka matanya, merasakan sebuah tangan menggenggamnya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih, Mitha sadar bahwa dia sedang tidak di dalam kamarnya.

Mitha melihat kearah tangannya dan melihat seorang perempuan yang masih berpakaian formal sedang tertidur di sampingnya. Di sofa, seorang laki-laki tertidur dengan posisi terlentang, mulutnya menganga, terlihat sangat kelelahan.

Mamah terbangun, matanya terlihat sembab, tapi hal itu tidak menghalangi senyumannya berseri, bahagia melihat putri semata wayangnya.
"Anak mamah udah bangun," Mamah mencubit pipi Mitha. "Kenapa kamu itu susah sekali makan siang, jangan lagi ya, mamah khawatir."

"Iya mah, maafin Mitha ya." Mitha tersenyum dengan lemah.
"Jangan iya-iya aja, untung ada yang antar kamu ke rumah sakit, coba kalau enggak, bisa-bisa kamu di rampok." Ucap ayah dengan nada hangatnya yang selalu di rindukan Mitha.

"Siap papsku." Mitha memberikan hormat kepada ayahnya. Setelah itu dokter datang dan memperbolehkan Mitha pulang. Ketika melewati lorong rumah sakit, Mitha sekilas melihat orang seperti Billy lewat.

Tapi Mitha mencoba mengabaikannya dan pulang. Di dalam mobil banyak pembicaraan yang dibahas oleh keluarga kecil itu.
"Papah selalu yakin, nilai kamu pasti bagus, semangat ya." Papah mengacak rambut Mitha.
"Mitha, rencananya lusa malam kami ingin merayakan ulang tahun kamu yang ke 17." Ucap mamah.

"Gak perlu mah, kita rayain kayak biasa saja. Papah, mamah, Mitha sama tante Lia, makan malam."
"Sweet seventeen Mitha, pokoknya kamu tinggal mengundang teman-teman kamu dan datang. Untuk sisanya, sudah diurus Lia."

"Terima kasih pah, mah." Mencium pipi papahnya yang duduk di samping kemudi dan memeluk mamahnya yang duduk disampingnya.

+---+

Mitha berjalan melewati lorong kelas membawa paper bag berisi undangan. Dari kejauhan Mitha melihat Ananda berlari kearahnya. Tanpa aba-aba Ananda memeluk Mitha dengan sangat erat sampai membuat Mitha sesak.

"Udah Nan, remuk badan gue nih." Mendengar permintaan Mitha, Ananda melepaskan pelukannya dan menggaruk tengkuknya.
"Maaf ya Mit, kalau aja kemarin kita pulang bareng, pasti lo gak akan masuk rumah sakit." Ucap Ananda dengan memasang wajah sedih.

"Gak apa-apa kok, udah nasib aja kali." Mitha sedikit menghibur hati Ananda.
"Jadi besok malam lo mau rayain ulang tahun? Tiba-tiba banget sih." Keluh Dhita.
"Katanya mumpung mamah dan papah lagi di Indonesia. Jangan lupa datang ya," Mitha memberikan undangan untuk Dhita dan Ananda.

"Kok 3? Buat siapa?" Tanya Ananda
"Sudah pasti untuk Vivian Nasyila." Jawab Dhita sebelum Mitha.
"Benar."

"Mit, untuk kesekian kalinya, lo gak akan bisa sahabatan sama Vivi lagi." Ucap Ananda.
"Dia bukan lagi malaikat Mitha, dia benci sama lo dengan seluruh hatinya." Dhita mempertegas.

"Jangan mulai, gue duluan ya." Mitha pergi, menutup telinganya rapat-rapat tentang keburukan Vivi.

Mitha tahu, sahabatnya sudah sangat berubah. Dia tidak buta dan dia tidak tuli, dia tahu seburuk apa sahabatnya sekarang, setelah mengenal apa itu geng dan dunia malam. Tapi Mitha yakin, Vivi yang dia kenal masih ada.

Sesampainya di kelas, Mitha membagikan undangannya. Mitha mendekati meja Billy dan berdiri disamping Billy yang tertidur dengan kepala yang menengadah.

Plak

Mitha menampar kening Billy, sampai Billy terbangun.
"Apa sih Mit ah, gue ngantuk tau gak, semalam begadang." Billy menggeleng-gelengkan kepalanya yang pusing.
"Datang ya." Mitha menyodorkan sebuah undangan kepada Billy.

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now