10 _ Hasut

3 0 0
                                    

"Minum dulu Bil." Ucap Mitha dengan tatapan kosong.
"Iya." Billy meneguk es teh yang disediakan Mitha.
"Bentar ya." Mitha bangun dan menyusuri tempat tidurnya. Hingga tangannya menyentuh pintu.

"Lo mau kemana? Gue bantuin ya." Ucap Billy yang sudah siap berdiri.
"Ini rumah gue, gue hafal kok." Ucap Mitha sembari keluar dari pintu.

"Ribet banget dah, pura-pura buta." Mitha menggelengkan kepalanya.
"Mitha..." Panggil seseorang dari pintu depan. Mitha setengah berlari, Lia datang sambil membawa sekantong cemilan.

"Tante ngapain disini? Mitha udah bilangkan, hari ini tante bisa pulang cepat." Ucap Mitha mencoba mengusir Lia secara halus.
"Kenapa memangnya? Saya kesini cuman mau ngasihin cemilan."
"Biar Mitha aja yang simpan, Tante mending pulang, pasti om udah nungguin tante di rumah." Ucap Mitha, sedikit memaksa.

"Iya iya saya pulang, jangan lakukan hal yang aneh-aneh ya."
"Aneh-aneh apa coba?"
"Mitha sama Reza kan kalau baikan, suka main kembang api atau berantakin dapur."

"Enggak akan, Mitha janji."
"Hati-hati ya, jangan lupa pintunya di kunci."
"Siap tante."

Setelah yakin Lia pergi, Mitha segera ke dapur. Mengambil kue yang sudah di siapkannya untuk Billy. Jantungnya berdegup kencang, apa yang sebenarnya dia lakukan? Ini salah.
"Jangan ragu Mi." Ucap Reza yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Mitha.
"Ini salah Za, gue gak mau permaluin Billy." Mitha duduk berhadapan dengan Reza dan meletakkan kuenya di meja.
"Dia pantas lo giniin, dia udah bohong sama lo berkali-kali, dia permaluin lo berkali-kali." Ucap Reza mengompori Mitha.
"Dia udah ngakuin semua kesalahannya dan dia udah menyesal."

"Lo udah tahu penyebab kecelakaan lo waktu itu apa?" Tanya Reza sambil mengisyaratkan tentang mata Mitha.
"Rem blong dan air mata yang menutupi pandangan." Jawab Mitha.
"Billy yang putusin rem lo."
"Enggak, enggak mungkin, Billy seharian waktu itu sama gue." Kata Mitha dengan tegas membantah.

"Vivi?" Mitha aneh mendengar nama itu dicurigai Reza.
"Enggak, enggak mungkin, masa Vivi setega itu sama gue."
"Kalau gitu Fadly."
"Fadly?"

"Lo gak inget semua yang Lo ceritain sama gue?"
"Cerita apa?"
"Lo pernah ketemu sama Vivi di toilet, terus lo ketemu Fadly, yang selama bertahun-tahun gak pernah ngajak lo ngomong. Terus dengan heroiknya Billy datang dan bantu loh. Besoknya, tiba-tiba lo dapat gak dapat angkot sampai kehujanan dan masuk rumah sakit. Berikutnya Billy nyatain perasaannya sama lo, belum sampai satu hari kalian jadian. Vivi nelpon lo dan bilang mereka tunangan.

"Dia teriak-teriak dilapangan, dia coba narik perhatian lo, biar lo dihukum sama guru BK dan kejebak berdua sama Billy. Setelah tau lo suka sama Billy, Billy mainin perasaan lo. Bohongin lo berkali-kali, permaluin lo berkali-kali." Mitha memikirkan perkataan Reza dengan sangat serius. Setega itukah Billy padanya.

"Lo cuman butuh satu kali permaluin dia, sampai dia kapok." Reza berusaha meyakinkan Mitha.

"Mitha?" Panggil Billy dari kamar.
"Gue tunggu kode dari lo." Reza pergi lewat pintu belakang.

Mitha ambil piring kuenya dan membawanya ke kamar. Saat sampai di ambang pintu, Mitha memegang kuenya dengan sebelah tangan dan masuk ke kamar.
"Sini gue bantuin." Billy mengambil kue itu dari tangan Mitha dan membantu Mitha kembali duduk.
"Gue bikin kue ini, khusus buat lo. Sekalian permintaan maaf karena manggil lo malam-malam."
"Makasih ya, gue gak masalah kok, gue makan ya."

"Enak?"
"Banget."

"Bill, gue udah siap dengerin cerita lo tentang Vivi."
"Sejak dulu, keluarga gue bergantung sama keluarganya Vivi. Suatu hari kami dijodohkan, tentunya gue nolak, Vivi juga nolak. Sampai suatu hari, Vivi tiba-tiba setuju, dengan syarat gue jadian sama lo. Keluarga gue sebagai pihak yang lemah gak bisa berbuat banyak, karena selama bertahun-tahun Vivi biayain rumah sakitnya Bima. Tapi waktu lo kecelakaan, gue udah batalin semuanya, gue gak mau ada urusan sama Vivi lagi.

"Vivi cabut semua biaya yang dia pasok, dari bayar rumah sewa gue sampai rumah sakit adik gue, semuanya. Makanya gue kerja paruh waktu sebanyak-banyaknya."

"Hadiah jam itu dari Vivi?"
"Iya, dia biayain gue buat bisa deket sama lo. Hoam... Tapi gue gak bohong soal perasaan gue, gue beneran cinta mati sama lo. Kok ngantuk banget ya," Billy menguap dan matanya mulai berat.
"Lo nyesel jadian sama gue?"

"Enggak, gue malah bersyukur. Sete-hoam-lah kecelakaan itu, Reza ngasih gue pukulan biar gue sadar-" Billy mulai berbaring, obat tidur itu sudah mulai bereaksi. "Gue gak akan takut menanggung semua konsekuensinya."

Billy tertidur, Mitha mulai menangis.

+--+

"Bangun woy." Reza menendang-nendang kaki Billy. Billy merasakan dingin menusuk tubuhnya, Billy mengerjapkan matanya.

Billy melihat sebuah cahaya terang menyorot dirinya.
"Mitha?" Sebut Billy.
"Udah tidur." Ucap Reza sambil memakaikan sepatu roda ke kaki Billy.
"Lo ngapain Za!" Billy menyadari dirinya yang tidak memakai baju, tangannya diikat dan kakinya di pakaian sepatu roda.

"Asal lo gak berisik, ini bakal selesai dengan cepat." Billy berusaha melepaskan dirinya.
"Lo gila ya Za?!"
"Gue pernah bilang, sekali lagi lo bahayain Mitha, gue bakal buat lo kapok." Reza berdiri dan membangunkan Billy dan mendudukannya di kursi.

Billy melihat cahaya yang menyorotinya berasal dari motor Reza. Reza mengambil ujung tali yang mengikat Billy dan kemudian naik ke motornya.
"Tenang, gue gak akan ngebut kok."

Vroom... Vroom...

"Ja-jangan Za."
"1... 2... 3..."

Reza melajukan motornya, Billy berusaha menjaga keseimbangannya. Sebenarnya waktu SMP pernah ada desas-desus kalau Reza itu memang gila kasih sayang dan posesif. Tapi Billy tidak pernah membayangkan kalau akan jadi seperti ini.

"TOLONG!"

Reza berbelok di tikungan, Billy menahan bebannya agar bisa mengikuti laju motor Reza. Reza menaikan kecepatan motornya secara bertahap, dia ingin Billy terjatuh dan kapok dengan perbuatannya.

"WOI BERISIK!" Teriak tetangga. Reza tertawa kegirangan, setelah satu putaran, Reza memberhentikan motornya secara tiba-tiba dan melepaskan tali yang digenggamnya, hingga Billy terlempar.

Reza turun dari motornya dan mendekati Billy yang berusaha bangun.

"Lo inget gak Bil, ada kata-kata mutiara di mading terbengkalai? Ada 2 cara membuat seseorang patuh, yang pertama dengan memberikan utang dan yang kedua dengan memberikan rasa takut." Reza melepaskan tali yang mengikat tangan Billy.

Tubuh Billy penuh luka, begitu juga dengan wajahnya yang berdarah-darah.
"Gue bisa jadi orang yang kejam buat Mitha dan gue juga bisa kejam sama Mitha, jadi jangan coba-coba lo ngadu." Reza mendekati motornya dan melemparkan baju Billy. Kemudian pergi begitu saja tanpa berkata apapun.

Billy lepaskan sepatu roda yang membelenggu kakinya, kemudian bangun dengan tertatih, dia ambil bajunya dan berjalan menuju rumah Mitha untuk mengambil motornya. Dia seret kakinya yang terkilir, lukanya mulai panas dan perih. Sampai di hadapan motornya, tubuh Billy merosot, dia tidak tahan lagi. Nafasnya terengah, dia lihat lampu kamar Mitha yang padam, dia bersandar pada motornya dan jatuh pingsan.

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now