9 _ Kecewa

7 0 0
                                    

Terdengar suara motor menderu di luar rumah Mitha, Mitha meraba-raba pintunya dan keluar dari rumah.
"Ngapain lo kesini?" Terdengar suara Reza di sebrang sana.
"Gue yang suruh." Ucap Mitha. Billy bergegas mendekati Mitha dan memapahnya.

Reza tidak tinggal diam dan menarik Billy menjauhi Mitha.
"Ngapain lo suruh dia kesini? Kalau lo butuh apa-apa kan ada gue sama tante Lia." Ucap Reza sambil memegang kedua lengan Mitha.
"Ngapain lo ikut campur? Kalau gue butuhnya Billy emang kenapa? Za, jangan overprotektif, ini bukan lo banget. Ayo Bil, kita ke taman komplek." Billy membantu Mitha berjalan menuju taman komplek.

Angin malam berhembus, dingin dan penuh bisikan. Billy melepaskan jaketnya dan memakaikannya kepada Mitha. Sampai di taman Mitha dan Billy duduk di sebuah kursi, di samping tukang bakso.
"Mau bakso kang? Neng?" Tanya tukang bakso.
"Enggak mang, makasih." Tolak Mitha.

"Ada apa lo panggil gue?" Tanya Billy.
"Sebenarnya tadi gue iseng aja sih, gue kira lo bercanda, ternyata lo seriusan datang, sorry ya." Ucap Mitha dengan ekspresi sedih.

"Gak apa-apa, gue seneng kok bisa ketemu lo. Ngomong-ngomong makasih banyak ceknya, gue ambil secukupnya aja." Billy menggenggam tangan Mitha. Mitha menarik tangannya, menghindari genggaman Billy.

"Lo masih suka ke statiun?" Tanya Mitha.
"Selalu."
"Gue pengen kesana lagi, besok gue ikut kesana ya."
"Boleh banget, malaikat kayak lo dibutuhkan sama anak-anak disana."

"Bil, hubungan kita ini apa sih?"
"Bumi dan langit, pesuruh dan nona muda."
"Apa sih... Serius ah."
"Terserah lo Mit, bagi gue asal bisa disamping lo kayak gini, gue gak butuh status."

"Yang pasti kita udah bukan pacar, jadi jangan panggil gue malaikat. Dan lo bukan pesuruh, gue gak gaji lo. Mantan? Gue gak mau punya mantan." Mitha melepaskan jaket Billy dan mengembalikannya.
"Teman sekelas?" Billy mengambil jaket itu tanpa membantah.
"Iya ya, oh iya Bil, gue minta lo jangan kecewakan gue lagi ya. Gue percaya sama kesempatan kedua, tapi gue gak percaya kesempatan ketiga."

"Gue janji, gue gak akan kecewain lo lagi."
"It's your last chance."
"And i won't waste it."

+--+

Beberapa hari kemudian...

"Mitha bangun, sudah pagi." Teriak Lia dari balik pintu kamar Mitha.
"TANTE!" Suara Mitha mengagetkan Lia. Lia segera masuk ke kamar Mitha dengan khawatir.

"Kenapa? Ada apa?" Tanya Lia.
"Mitha bisa lihat tante."
"Beneran? Mitha gak bohong?"
"Kemeja teh hijau dan rok hijau lumut."

"Syukur, akhirnya."
"Dokter bener tante, Mitha cuman buta sementara."
"Jangan lupa bersyukur sama Tuhan."
"Terima kasih ya Tuhan."

Pagi itu jadi sangat ceria, Mitha berkegiatan kembali seperti biasanya.
"Mitha mau bawa mobil sendiri atau mau saya antar?"
"Diantar aja Tante, biar kejutan, tante jangan bilang siapa-siapa ya."
"Iya..."

"Gandeng tangan Mitha."

"Pagi tante Lia, pagi Mit."
"Pagi juga Reza."
"Lo masih ngambek ya sama gue, ah elah. Ngambek jangan lama-lama napa, gak baik."

"Udah gue lupain."
"Nah gitu dong, nanti sore kita pulang bareng lagi ya."
"Mau gak ya?"

"Mau aja deh, udah siang nih, gue harus berangkat."
"Enggak usah, next time deh."

+--+

Ananda sudah berdiri di depan gerbang untuk menjemput Mitha. Mitha turun dari mobil dan berjalan bergandengan Ananda menyusuri lorong kelas. Mitha berusaha menahan tawanya, melihat perhatian sahabatnya.

Sampai di kelas, Mitha duduk di kursinya yang berada paling depan.
"Mau gue tungguin gak?"
"Enggak usah."
"Yaudah, kalau butuh apa-apa telepon ya. Inget nomor gue ada di nomor 4, Dhita nomor 6, Tante Lia nomor 5, Reza nomor 8."
"Iya chubby bunny."

Mitha duduk di kursinya menunggu kedatangan Rangga, dia ingin memberikan kejutan pertamanya pada Rangga yang sudah mendampinginya 2 minggu ini.

Sekitar 10 menit menunggu, Rangga datang masuk ke kelas.
"Widih yang baru beres pelatihan kembali ke kelas." Celetuk salah satu teman kelas Mitha. Membuat Mitha bingung sekaligus terkejut, sejak kapan Rangga pelatihan?

Rangga melambai-lambaikan tangannya, membanggakan dirinya sendiri. Rangga duduk di kursinya dan menyapa Mitha.
"Selamat pagi Mitha, apa kabar?" Tanya Rangga di tangan Mitha.
"Bentar, sejak kapan lo pelatihan? Kemarin lo masih bantuin gue piket loh." Rangga menunjukkan ekspresi menahan tawa.

Rangga menuliskan sebuah kalimat.
"Jadi dia ngaku-ngaku sebagai gue nih, selama gue gak ada?"
"Dia? Siapa?" Tanya Mitha.
"Siapa lagi kalau bukan Billy, yang rela nawarin apa aja demi bisa deket sama lo." Rangga mengangkat alisnya sambil tersenyum miring.

"Billy bohongin gue?" Mitha mulai tak tenang.
"Di posisi kayak gini, gue gak tahu sih, dia bohong apa enggak, yang pasti perjuangannya gue acungin jempol. Dia bucin banget sama lo. Bucin, gila sama bodoh beda tipis kali ya."

Mitha berbisik kepada Rangga, Billy yang baru datang melihat hal itu. Billy kembali ke tempat duduknya yang jauh dari Mitha. Mitha memundurkan kepalanya dan kemudian Rangga mengangguk menyetujui.

Hari itu Billy merasakan jarak diantaranya dan Mitha sudah diisi oleh Rangga. Billy lupa kalau waktunya disamping Mitha sebagai Rangga ada batasnya. Saat jam istirahat, Billy hanya bisa tertunduk di mejanya, membayangkan dirinya setelah lulus SMA.

Rangga menepuk pundak Billy, Billy mengangkat kepalanya. Rangga menunjukkan catatannya.
"Selama gue gak ada, lo gak bikin masalah kan?"
"Enggak."
"Terima kasih ya, karena lo Mitha jadi suka sama gue, padahal gue gak ngelakuin apa-apa, ini berkat lo Bil. Lo mau apa buat pajak jadiannya? Gue beliin yang lo mau, tapi jangan yang mahal-mahal."

Billy membelalakkan matanya dan melihat kearah Rangga yang tersenyum tulus.
"Lo jadian sama Mitha?"

"Belum gue jawab sih, menurut lo gimana? Mending gue jawab hari ini atau gue bikin dia nunggu?" Billy terdiam, seperti tenggelam di dalam lautan, Billy tidak bisa mendengar suara lain.

"Gue udah pasti nerima sih, lo tahu sendiri kan, Mitha itu udah kaya, baik, cantik, kurang apalagi coba." Tulis Rangga di buku catatannya, Rangga mulai melihat kegelisahan Billy.

"Padahal gue dukung kalian berdua, eh tapi jodoh emang gak kemana, lo nunjukin keburukan lo sendiri dan malah bikin image gue bagus dimata Mitha." Billy keluar dari kursinya meninggalkan Rangga yang tersenyum puas.

Billy berjalan cepat ke belakang sekolah, tempat sepi dimana dia bisa meluapkan amarahnya.
"Hai Bill," panggil Vivi yang tiba-tiba sudah ada di hadapan Billy.
"Awas," Billy mencoba menghindari Vivi, tapi tetap tidak bisa.
"Kok lo gitu sih, gini cara lo memperlakukan tunangan lo, padahal udah lama gak ketemu." Vivi memajukan bibirnya sambil melipat tangannya di dada.
"Sejak lo bikin Mitha kecelakaan, kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi." Ucap Billy dengan tegas.

"Gue denger-denger hubungan lo sama Mitha udah memburuk ya, setelah gue bilang kita tunangan." Billy semakin tidak bisa mengendalikan amarahnya.

"Sekalian aja gue bikin hancur, gimana?"
"Jangan coba-coba lo celakain Mitha lagi." Billy memajukan wajahnya yang marah ke wajah Vivi.
"Gue bakal bilang kalau lo penyebab kecelakaannya, gampang kan. Sampai detik ini Mitha masih mengharap maaf dari gue. Boom! gue punya bom waktu yang siap meledak kapan saja."

"Lo maunya apa sih?"
"Gue gak mau apa-apa, gue cuman seneng liat orang lain menderita, bye."

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now