5_Puisi

5 0 0
                                    

Billy memberhentikan motornya di depan gerbang yang sudah tertutup. Dia memohon-mohon agar satpam membukakannya gerbang.
"Pak bukain dong pak, pelajaran pertama guru killer nih." Billy memasang wajah memelasnya, dengan keringat yang bercucuran membasahi kening dan seragamnya.

"Itu derita kamu, suruh siapa kesiangan." Ucap pak satpam dengan santainya.
"Bapak hafalin wajah saya deh, saya janji gak telat-telat lagi." Billy menyatukan telapak tangannya, memohon dengan lebih keras.
"Bukain aja pak." Ucap guru BK yang datang sambil melipat tangannya di dada. Gerbang pun dibuka, Billy mendekati motornya dan mendorongnya masuk ke dalam sekolah.
"Pagi Bu Risma, permisi." Ucap Billy melewati guru BK yang terkenal galak itu. Tiba-tiba leher Billy tercekik kerah, Bu Risma mengaitkan telunjuknya di kerah seragam Billy.

"Sudah telat, saya bantuin masuk, gak berterima kasih, bagus kamu ya. Setelah parkir, lari keliling lapangan, sampai saya suruh berhenti." Billy mengangguk. Bu Risma melepaskan kerah Billy, dengan cepat Billy mendorong motornya ke parkiran.

Billy berjalan kearah lapangan dengan lemas, masih untung telinganya tidak di jewer. Saat melewati kelas, Billy mengintip lewat jendela dan melihat Mitha sedang bertopang dagu memperhatikan pelajaran.
"Ngapain kamu, cepet ke lapangan." Bu Risma mencubit tangan Billy. Billy berjalan cepat menuju lapangan.

Di lapangan, Billy meletakkan tasnya di pinggir lapangan dan mulai berlari. Setelah 1 putaran, Bu Risma pergi, entah kemana. Sebuah ide gila terlintas dipikiran Billy, Billy mulai berteriak.
"I LOVE YOU MITHA! I LOVE YOU MITHA!" Semua warga sekolah melihat kearahnya. Semua siswa yang sedang jam kosong, keluar berkerumun. Ada yang menonton sambil merekam, ada yang menertawakan dan ada juga yang menyemangati Billy.

Karena penasaran guru dan siswa kelas Mitha keluar. Dan melihat apa yang dilakukan Billy, beberapa anak yang mengenal Mitha, menggoda Mitha atas kelakuan Billy.

Mitha terdorong oleh teman-temannya hingga berdiri di pinggir lapangan. Billy melihat Mitha dan terus berlari, berteriak. Rasa malu mulai menggerogoti Mitha, Mitha berjalan ketengah dan menghentikan Billy. Billy berhenti, sambil tersenyum. Nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran dan wajahnya terlihat agak pucat.

"Gue mau lakuin apa aja Mit, gue pengen buktiin kalau gue gak bohong soal perasaan gue. Gue beneran cin-"

Plak

Mitha menampar wajah Billy dengan sangat keras. Semua yang menyoraki tiba-tiba terbungkam. Wajah Mitha merah, air matanya sudah tidak dapat terbendung lagi.
"BAGIAN MANA DARI KATA-KATA GUE YANG GAK LO NGERTI HAH?! BELUM CUKUP LO BUAT GUE NANGIS KARENA NGERASA DI BOHONGIN, SEKARANG LO BIKIN GUE MALU SEUMUR HIDUP!" Rahang Mitha mengeras, Billy melihat Mitha yang sangat marah. Seketika rasa takut menjalar ke hati Billy, untuk pertama kalinya, dia melihat Mitha murka.

"Mit, gue-"
"APA!" Billy terdiam melihat Mitha yang mulai gemetaran menahan amarah.

"Lo liat sekeliling lo Bill, menurut lo siapa yang akan menjadi orang jahatnya? Gue Bill, gue yang jadi orang jahatnya. Gue yang nampar lo dan menghentikan perjuangan cinta lo. Gue orang kaya yang merendahkan seorang Billy Airlangga. Apa sekarang lo udah puas?" Keluar sudah, semua amarah Mitha.

Billy berlutut dihadapan Mitha, meraih tangan Mitha dan memukul-mukul wajahnya dengan tangan Mitha. Mulut Billy mulai bersuara,
"Tampar lagi Mit, tampar sampai gue sadar. Tampar sekencang-kencangnya Mit."

"Ada apa ini, semua masuk kelas! Mitha! Billy masuk kalian ke ruangan saya." Bu Risma membubarkan kerumunan. Mitha berjalan dengan cepat mendahului Billy, Billy bangun dan berjalan dengan lemas ke ruang BK.

Di ruang BK...

"Kalian datang ke sekolah itu untuk apa? Pacaran?" Tanya Bu Risma sambil menggebrak meja.
"Mitha gak salah Bu, ini semua salah saya, biarin dia kembali ke kelas bu."
"Kamu mau bela pacar kamu iya? Jangan sok jadi pahlawan kamu, kalian berdua sama-sama memancing keributan. Sebagai hukumannya, setiap pulang sekolah kalian harus bersihkan toilet di gedung jurusan kalian."

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now