hal yang paling menyakitkan adalah disaat merelakan seseorang yang paling kamu cintai untuk orang lain, dan itu di alami oleh diriku sendiri. aku terus menahan diri agar tidak menangis,aku enggan menangis di hadapan mereka. aku harus terlihat kuat. walaupun di sisi lain aku sangat ingin berteriak sekencang mungkin, menghancurkan semua barang yang berada di sekitarku.
aku berjalan lesu keluar apartement Cindy,Tasya merangkul bahuku turut prihatin atas kejadian yang menimpa ku tadi. tentu aku sangat terkejut mendengar hal itu. tidak sanggup membayangkan Rival menyentuh tubuh Cindy. tanpa sadar aku berteriak,sial aku tidak bisa menahannya! "GUA BENCI!!!GUA BENCI SAMA KALIAN SEMUA!!" aku memukul tembok beberapa kali. tidak peduli sama orang berlalu lalang.
"Angel udah." kata Tasya, ia menangis di sampingku dan memelukku.
"kenapa kalian engga ada yang ngasih tau gua?KENAPA?!" teriakku ke Putra dan Raka. mereka keterlaluan! berarti selama ini mereka tahu sesuatu dan ternyata ini memang ada kaitannya sama Rival. "gua benci kalian! kalian engga pikirin apa yang gua rasain!" aku mendorong Tasya, berlari meninggalkan mereka. aku butuh waktu untuk sendiri.
"Angel tunggu gua!" teriak Putra. aku terus berlari, ingin menyebrang jalan tapi pandanganku buram. aku tidak peduli terus berjalan, berharap ada mobil yang menabrakku. bunuh saja aku, bunuh! aku memang tidak pantas mendapatkan kebahagiaan, kapan aku bisa merasakan kebahagiaan yang sebenarnya?! "Angel!!" tubuhku tertarik ke belakang akibat Putra menarik tanganku cepat.
"lo mau cari mati hah?!"
"gua engga kuat,Put. gua engga bisa begini terus." lirihku menyerah.
"ya tapi engga begini juga caranya, perlahan juga lo bakalan merelakan Rival sama Cindy. buka mata lo! masih banyak cowo yang peduli sama lo, Rival engga pantes sama lo!" Putra mengusap air mataku. "kalau dia memang sayang sama lo, dia engga mungkin melakukan ini. jadi,lupain aja soal dia oke? anggap lo engga pernah kenal dia dan mulai hidup yang baru." aku menggeleng pelan, aku tidak bisa. tidak sanggup.
"g-gua engga bisa."
"Angel bisa." ucapnya meyakinkan. Putra merengkuhku, aku memukul dadanya beberapa kali masa bodo dia kesakitan juga aku butuh pelampiasan amarah. sudah terlalu banyak luka yang Rival berikan, dan salah satu nya ini yang lebih parah. entah apa obat penyembuh nya. "gua antar lo pulang ya? biar Raka yang antar Tasya pulang." tawar Putra. aku mengangguk pelan, membiarkan Putra membawaku ke arah mobilnya.
sepanjang jalan aku terus terdiam layaknya orang bisu. pandanganku kosong,pikiranku kemana mana. entah apa yang harus di lakukan di kemudian hari, tidak ada gairah hidup. semangat hidupku hanya Rival dan Nenek. aku membuang nafas pelan, mengusap pipi kasar karena air mata tak kunjung berhenti keluar. "mau makan dulu?" tawar Putra. aku menggeleng pelan.
"gua nginep di rumah lo ya?gua tidur di ruangan lo di kamar." aku terdiam enggan merespon. Rival benar benar membuatku gila. lama lama aku bisa masuk rumah sakit jiwa. teringat kenangan apa saja yang sudah aku lakukan bersamanya, aku tersenyum sendiri jika membayangkan tingkah laku nya seperti anak kecil. suka ngambek,cerewet kaya cewe. Rival istimewa tapi sayang nya dia brengsek.
aku menoleh saat merasakan ada tangan menyentuh tanganku. Putra tersenyum, mengusap tanganku lembut. aku membuang muka tanpa membalas senyumannya. jangankan bicara, senyum saja sepertinya aku tidka sanggup. Putra menyalakan lagu agar tidak terlalu sepi, dia malah menyalakan lagu Gleen Fredly yang berjudul Sekali Ini Saja. aku semakin rapuh di buatnya. lagu itu pas untuk suasana hati yang sedang galau.
"eh maaf, lagu nya bikin tambah galau ya?" tanya Putra. aku bungkam,tatapan masih menuju ke jalanan. Putra mengganti lagunya menjadi lagu Needy yang di nyanyikan oleh Ariana Grande. baiklah itu juga lagu yang pas.

YOU ARE READING
IPA VS IPS [END]
Teen Fiction"ANAK IPS KEBANYAKAN PADA GOBLOK !!!" -kata anak IPA "DARIPADA ELU ANAK IPA PADA CULUN SEMUA !! DASAR BOCAH BELER." -Kata anak IPS stop !! please deh, jangan ada perselisihan di antara kita. Lo IPA, gue IPS. Lo Pinter, Gue bodoh. kita emang berbeda...