- Memories of Water - Part 3

330 44 4
                                    

Play With Music

ORIGINAL BY CHANIE

3

-Memories of Water-

"Dari air yang mengalir itu tedapat kejujuran dan seberkas kenangan."

--------------------

Ibuku, atau mungkin ayahku? Adalah seorang male alpha. Beliau lelaki, alpha, tapi beliau sendiri yang memintaku memanggilnya ibu. Tidak ada alasan lain, kecuali karena beliaulah seseorang yang mengandung dan melahirkanku. Terdengar tabu? Tentu saja. Bahkan setelah masuk yayasan, aku sering memastikan ingatanku sendiri. Apakah aku tidak salah ingat? Apakah ibuku benar-benar male-alpha? Aku juga sering heran mengapa aku tidak memanggilnya papa. Kudengar mendiang orang tua Jimin yang keduanya pria juga dipanggil ayah-papa, bukan ayah-ibu sepertiku. Meski demikian, aku masih sangat yakin ingatanku soal ibuku tidak pernah salah.

Hal ini karena aku juga memiliki ayah. Aku tidak begitu ingat wajahnya, tapi ayahku juga seorang male alpha. Aku, ibu, dan ayah sempat tinggal bersama beberapa lama, sampai akhirnya ayah pergi selama-lamanya. Setelah itu aku hanya tinggal dengan ibuku di kota dekat yayasan itu berada.

"S-saya dibawa ke yayasan oleh tetangga saya karena ibu tidak bisa," ucapku masih tergagap.

Aku baru saja menceritakan kisah hidupku. Oh, kupikir seumur hidup tidak akan ada yang tertarik. Tapi, siapa sangka? Professor Bang dan paman ini justru memintaku melakukannya.

"Namjoon." Professor Bang memanggil paman itu dengan namanya. Yang dipanggil hanya terlihat menunduk. Aku tidak bisa melihat ekspresinya. Tapi, kemudian kulihat kedua telapak tangannya menutup seluruh wajahnya. Kurasa, ekspresinya sekarang kurang menyenangkan?

"Itu tidak mungkin, Professor."

Helaan napas kasar itu terdengar putus asa. Sesungguhnya aku penasaran di mana titik masalah yang membuat mereka tampak kurang lebih sama. Professor Bang hanya terlihat lebih bijaksana seiring usia. Tapi, aku dapat dengan jelas melihat kekhawatiran di matanya.

"Dia... Alpha," ucap paman itu lirih.

Helaan napas kembali terdengar, kali ini dari orang yang berbeda. Professor Bang menyeka keningnya, lalu kembali menghela. "Aku sudah pernah mengatakannya padamu, Namjoon."

"Tapi, professor tidak memiliki buktinya!" Paman itu menyahut, namun suaranya melirih. Lirih dan pilu.

Professor Bang kembali menghela, lalu kusadari ia menoleh ke arahku. "Anak ini buktinya. Sudah jelas, apa yang kukatakan padamu waktu itu adalah nyata. Tapi, kau tidak mau mendengarkanku."

Hujan kali ini sepertinya enggan untuk berhenti. Awet, sampai jeda percakapan mereka kali ini membuatku bisa mendengar suara rintiknya dengan lebih jelas lagi. Akan tetapi, ketenangan ini tidak berlangsung lama. Paman yang dipanggil Namjoon itu tiba-tiba berdiri dan meninggalkan tempat duduknya.

"Kau mau ke mana?" tanya Professor Bang.

"Rapat," jawab Paman itu, lalu menghela napas. "Kita bicarakan lagi persoalan ini nanti, Professor."

"Namjoon!"

"Aku butuh waktu!"

Suara Paman itu dan Professor sama-sama meninggi. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. Aku mulai tidak suka pada suasana menegangkan ini.

"Kita butuh melakukan tes untuk membuktikannya," ucap Professor. Paman itu menghela napasnya.

"Aku tahu," jawabnya. Ia berbalik menghadap Professor. "Akan kukirim sample –ku setelah rapat."

Point of View -NAMJIN-Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora