0.6

29.8K 7.7K 5.7K
                                    

Taehyun termenung sendirian di taman kampusnya. Jungkook sudah pergi untuk menghadiri kelasnya, sekarang tidak ada yang menemaninya.

Pikirannya berkecamuk, sibuk berpikir apakah orang yang menelpon Jungkook tadi sama seperti yang menelpon mereka atau tidak.

Kalaupun iya, kenapa Jungkook bisa diteror juga? Memangnya dia ada hubungan apa sama keluarganya Beomgyu?

"Heh, ngapain lo bengong kayak orang sinting disini?" Tanya seseorang dengan sarkas.

Taehyun mendongak ke pemuda bertubuh tinggi dengan wajah datarnya. Ah, rupanya Soobin saudara kembarnya Sanha.

"Lo gak punya temen apa gimana?"

Teman? Tentu saja tidak, siapa sih yang mau berteman dengan dirinya dengan kondisi fisiknya tidak sempurna?

Yeonjun dan Kai? Taehyun sudah menganggap mereka sebagai saudara, keluarganya, yang memiliki mimpi yang sama.

"Gue gak punya temen, hehe."

Soobin sadar kalau Taehyun mengucapkan itu dengan terpaksa, namun ada kesedihan yang mendalam dari nada bicaranya.

"Kasian banget ya."

Jujur, itu sangat menyakiti hati Taehyun.

"Lo jangan disini, nanti lo bisa dimusuhin sama orang-orang kampus. Nanti lo diejek karena deket-deket orang cacat fisik kayak gue," celetuk Taehyun dengan senyum yang dipaksakan.

"Justru mereka yang cacat walaupun bukan fisiknya, udah dewasa gak ngerti cara menghargai sesama dan sikap mereka gak jauh beda dari hewan."

Taehyun terkejut mendengar perkataan Soobin yang terlalu menusuk hati bila para pembullynya mendengarnya.

Tapi ada satu hal lagi yang membuatnya cukup terkejut, Soobin tidak ikut membullynya dan malah membelanya?

"Ternyata dibalik sikap dingin lo, lo orang yang baik, ya."

Soobin tergelak sinis. "A-apaan sih, gue cuma gak suka orang lemah kayak lo diperlakuin beda, jangan anggap gue mau temenan sama lo ya!"

Taehyun terkekeh, Soobin yang salah tingkah itu membuat hatinya menghagat. Ya, setidaknya ada orang lain yang mampu membuatnya tertawa selain Yeonjun dan Kai.

"Lo sama Kak Soobin emang beda, tapi kalian berdua punya hati yang baik dan kalian bijak. Gak cuma itu, kalian sama-sama pemalu."

"Emang si Soobin Soobin temen lo itu kayak gimana dah? Emang mukanya mirip banget sama gue?"

Taehyun mengangguk. "Kak Soobin ramah tapi pemalu, dia pinter dan baik banget. Dia orang pertama yang bakal belain temennya kalo ada ganggu."

"Tapi dia jutek gak?"

"Gak sama sekali, seperti yang gue bilang, dia ramah."

Soobin mangut-mangut mengerti. Sedetik kemudian dia tersadar, kenapa dia jadi kepo tentang Soobin yang mencopy paste mukanya?!

"Gue duluan ya, nanti Kai nyariin gue," pamit Taehyun lalu menjalankan kursi rodanya.

Belum sempat dia berjalan, Soobin menghadangnya. Seperti sebelumnya, wajahnya datar tanpa ekspresi.

"Kenapa ya, Kak Soobin?"

"Gue anterin."

Badan Taehyun membeku. Kursi rodanya pun berjalan karena Soobin mendorongnya pelan, membantunya untuk ke kelasnya.

Lagi-lagi, dirinya jadi pusat perhatian bahkan bahan gosip. Dia menunduk, tapi suara Soobin membuat kepalanya mendongak.

"Anggap aja mereka setan yang diutus dari neraka."

"Mulutnya astaga."

"Biarin, siapa suruh kayak gitu? Lo tenang aja, jangan takut."

Taehyun lega, senyum pun terukir di bibirnya. "Makasih ya, Kak Soobin," ucapnya walaupun tahu kalau Soobin tidak akan membalas.

Taehyun tidak tahu saja kalau Soobin berusaha mati-matian menahan senyum dan kembali salah tingkah.

Memang tsundere sekali pemuda jangkung yang satu ini.








































Kai mengerjap-ngerjapkan matanya ketika merasa ada air seperti gerimis di wajahnya. Begitu dia sudah terbangun sepenuhnya, wajahnya langsung disiram pakai seember air dan membuat pakaiannya basah kuyup.

"Hahaha! Liat deh, basah semua dong!" Tawa seorang Lai Guanlin selaku orang yang menyiram Kai tadi.

"Ide lo bagus juga, haha!" Yang Jeongin temannya ikut tertawa.

Kai mengepalkan kedua tangannya. Ayo tahan emosi, jangan sampai dirinya bergerak untuk menghajar mereka dan membuatnya dapat surat peringatan dari kampus.

"Lin, sebentar lagi Pak Donghae dateng tuh. Kira-kira gimana ya reaksinya pas tau kalo murid kesayangannya ini gak ada di kelas karena sibuk keringin baju?" Tanya Jeongin seraya menyikut lengan Guanlin.

"Kalian bisa gak sih berhenti cari masalah?"

Tawa Jeongin dan Guanlin berhenti. Kai yang tak bisa membendung emosinya lagi berdiri dan menuding mereka dengan geram.

"Emangnya lo siapa berani nyuruh kita?" Tanya Guanlin dengan angkuh.

"Gue keturunan bangsawan, ayah gue seorang artis dan ibu gue desainer ternama. Lo main-main sama gue, nasib lo gak bakal baik."

Guanlin terlihat marah, tapi dia pergi begitu saja bersama Jeongin. Kai tersenyum bangga pada dirinya sendiri, dia sudah berani melawan orang lain.

"Nah, sekarang gue penasaran, Taehyun kemana ya?"

Drrt drrt

Kai menunduk menatap ponselnya yang bergetar di atas meja. Lagi-lagi di penelpon itu. Dia malas, tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak diangkat dia takut penelpon itu akan berbuat macam-macam.

"Gue lagi gak mau sedekah."

"Maaf aja nih, gue orang kaya dan gak perlu sedekah dari lo. Harusnya lo yang terima sedekah dari gue."

"Maaf aja nih, gue orang kaya dan gak perlu sedekah dari lo," balas Kai dengan kalimat yang sama.

"Copas lo, gak kreatif cih."

"Lo juga, cari cara lain dong buat neror gue, Kak Yeonjun, dan Taehyun. Gak kreatif cih."

"Bodo amat lah. Gue gak mau buang-buang pulsa cuma buat ngobrol hal yang gak penting kayak gitu."

"Gue gak peduli."

"Sekarang lo gak peduli, tapi pas salah satu temen lo ada yang terluka, lo pasti bakal cari gue. Gimana ya kalo Taehyun duluan? Kayaknya asik."

"Lo jangan macem-macem, ya," ancam Kai dengan nada berbisik agar tidak ada orang yang mendengar.

"Semuanya udah dimulai, Kai. Lo tunggu aja permainan dari gue, semoga lo bisa bertahan sampe akhir, Huening Kamal Kai!"

Pip!

Panggilan telepon dimatikan sepihak. Kai menggenggam ponselnya erat-erat dengan wajah kebas.

Dia tidak akan tinggal diam. Dia akan mencari tahu dengan menghack nomor telepon tersebut, lalu menyerahkannya pada Yeonjun untuk dipenjara.

Iya, diam-diam Hueningkai adalah seorang hacker, yang tak kalah pro dari Choi Soobin.

The Phone 2 | TXT ✓Where stories live. Discover now