2.1

26.2K 7.6K 5.9K
                                    

"SOOBIN! HUHU JANGAN MATI HUWAAA!"

Sanha menangis meraung-raung di lorong rumah sakit setelah Soobin keluar dari ruang unit gawat darurat. Melihat Soobin terbaring pucat di atas bangsal, Sanha yang sering tertawa ini menangis sejadi-jadinya.

"SOOBIN BANGUN DONG, KATANYA MAU TRAKTIR MIE AYAM DEKET KAMPUS, AYO BANGUN!"

Saking kerasnya suara Sanha, orang-orang sampai berdatangan karena penasaran, alhasil sekarang dirinya jadi pusat perhatian.

Sanha yang sudah banjir air mata itu terus menggoyang-goyangkan badan Soobin, berharap saudara kembarnya bangun lagi.

"SOOBIN, AYO BANGUN HUHU! GUE BAKAL KASIH SEMUA TABUNGAN GUE YANG JUMLAHNYA SERATUS JUTA BUAT LO DEH, SUMPAH!"

"Hei, kamu ngapain?!" Seru dokter yang sejak tadi diam di sisi lain bangsal ketika melihat Sanha menggoyang-goyangkan tubuh Soobin dengan brutal, bahkan hampir membuatnya jatuh terguling ke lantai.

"Bangunin dia, dok," jawab Sanha sambil menyedot ingusnya.

Dokter itu menghela nafas. "Kalo kamu begitu, yang ada kembaran kamu meninggal beneran."

"HAH?! MA-MAKSUDNYA GIMANA, DOK? SOOBIN BELUM MATI?!"

"Ya belum lah, ngarang aja kamu. Kamu gak liat dia pake masker oksigen sama infus?"

Kedua mata Sanha membulat, dia menyedot ingusnya lagi dengan keras, bunyinya sampai membuat orang-orang yang tadi penasaran langsung bubar.

Bisa kalian bayangin suaranya kayak gimana, kan? Tapi lebih baik jangan deh, apalagi yang lagi makan, jangan dibayangin.

Sekitar satu menit Sanha terdiam sambil berulang kali mengusap air matanya. Reaksinya itu membuat para perawat dan dokter tersebut geleng-geleng kepala.

"B-Bin, gue gak jadi kasih uang tabungan gue ya, nanti hutang gue di warung Pakdhe Bogum dibayar pake apa?" Kata Sanha sesegukan.

Serius, kalau kalian ada disana kalian pasti pingin nabok Sanha, bikin kesal sih.

"Kamu lebih baik urus biaya administrasinya, biar Soobin-"

Sanha langsung menyela. "Dokter nyuruh saya bayar dulu baru Soobin boleh dirawat disini? Gitu maksudnya?"

Dokter tersebut tertawa. "Haha, ya enggak lah. Tanggung jawab saya sebagai dokter bukan untuk uang, tapi untuk masyarakat. Ngawur kamu ah."

Sanha memicingkan matanya penuh selidik ke dokter berhidung mancung tersebut. Hmm, apakah ia bisa dipercaya?

"Jangan curiga sama saya, kamu mau masker oksigen yang dipakai Soobin saya copot?"

"YA ENGGAK LAH, DOKTER MAU SAYA LAPORIN KE POLUSI?!"

"Polisi, bukan polusi."

"Nah iya itu."

Dokter tersebut geleng-geleng kepala, lalu menatap para asistennya. "Bawa dia untuk dirawat inap disini, pastikan kalian jaga dia dengan baik. Saya gak mau dilaporin ke polisi sama si tiang bermulut toa ini."

Sanha mendengus. "Gini-gini saya ganteng, banyak yang ngejar, pinter banget orangnya, tinggi, rajin menabung, baik kepada sesama, gak suka bohong-"

"Iya-iya, sudah ya. Saya pusing dengernya."

Sanha nyengir ganteng, lalu memberi jalan agar Soobin bisa dibawa untuk dirawat disini. Tak berselang lama, terdengar bisik-bisik dari arah lain. Otomatis perhatian mereka beralih kesana.

Bagaimana tidak, ada dua orang pria menghampiri mereka, salah satunya memakai jaket dengan badge polisi. Ah, jadi itu yang membuat orang-orang berbisik-bisik tadi.

The Phone 2 | TXT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang