BAGIAN 3

90 9 1
                                    

"Harus aku anggap
apa kamu? Bahagiakah
atau luka?"

─Mauri Primadanti.

***

Dari kejadian istirahat pertama Mauri pun berakhir meninggalkan Eldra dan pergi ke rooftop sekolah untuk menikmati hembusan angin siang di bawah matahari yang cukup terik.

"Baru dua hari serasa udah dua tahun!" gerundel Mauri yang langsung duduk lesehan sembari mendongak. "Tuhan! Apa aku sejelek itu di mata mereka?" tanyanya pada langit lantas melihat kedua tangannya yang memang bengkak bukan karena sakit melainkan kelebihan daging.

Mauri mendengus, entahlah mau sepedas apapun omongan Kei juga Naula Mauri tidak menangis. Dia hanya tersenyum dan kesal sewajarnya setelah itu dia akan kembali pada Eldra. Iya, Eldra yang kini mengirim ratusan pesan ke nomor Mauri yang gadis itu lihat sembari tersenyum dan tidak lupa, baper.

El♡

Sayang, kamu di mana?
Kenapa tadi langsung pergi?
Aku nyari kamu ke mana-mana?
Kelas kamu udah masuk?
Rara sama Lavia juga nyari kamu.
Ayo bilang kamu di mana?
Aku pasti ke sana!

Mauri menahan senyum sembari melihat sekelilingnya yang memang tidak ada siapapun. Itulah mengapa Mauri merasa bingung apa kesalahannya jika Eldra saja selalu menunjukkan rasa sayang padanya. Entah itu perhatian atau segi materi.

Aku masuk sekarang
Barusan dari toilet
Maaf, ya El♥︎

Tentu, di seberang sana menerima pesan itu secara langsung sembari tersenyum, namun senyuman itu tak seindah dari bayangan Mauri.

"Kalau kalian berdua ikut campur lagi tentang Mauri dan gue, awas aja!" tegas Eldra yang mengangkat satu kakinya ke bangku di depan Kei juga Naula yang menatapnya tajam.

"Kalau kita berdua gak mau gimana?" lontar Naula sinis.

Eldra terkekeh miris lantas mendekatkan wajahnya ke telinga Naula. "Gue bakal bikin pengumuman tentang siapa kalian di club volly!" bisik Eldra yang langsung menjauh dari Naula dan tersenyum simpul ke arah Kei yang nampak menahan emosi.

"Kalau sampai besok kalian masih belum minta maaf... awas aja!" tekan Eldra yang langsung melenggang dari ruang olahraga membuat kedua gadis itu berdecih.

"Menurut lo, apa lo mau minta maaf ke Mauri?" Naula berkacak pinggang sembari membuang napas kesal.

Kei memutar bola mata malas. "Daripada ancaman dia beneran terjadi!" sahut Kei sembari membersihkan sepatu putihnya.

Naula pun duduk dengan hentakan kuat sembari menggeram, "Ngeselin!"

***

"Lo beneran langsung sayang sama Eldra, Ri?" Pertanyaan itu tiba-tiba muncul dari arah samping Mauri. Mauri yang tengah menunggu sambil berdiri di halte bis pun tersentak.

"Genus?!" Tak lupa matanya pun melotot terkejut membuat Genus yang bergaya cool itu menoleh dan memberikan bros name Mauri yang entah dari mana dia dapatkan.

"Punya lo. Tadi jatuh pas lari karena Kei sama Naula!" Genus mengangkat kedua alisnya saat Mauri tak kunjung mengambil brosnya. "Gak akan, tuh si Eldra cemburu karena lo ngambil bros ini. Kita satu club jadi tenang aja!" Sedikit kesal akhirnya Genus mengambil tangan Mauri dan meletakkan brosnya di tangan Mauri.

"And semoga lo gak lupa jawab pertanyaan gue tadi, meski jawabannya cuma buat diri lo sendiri!" Tanpa berkata lagi Genus langsung melenggang dan memakai headphonenya.

Mauri tak bersuara, dia hanya memerhatikan kepergian Genus penuh pertanyaan. Mengapa Genus bisa-bisanya mengajukan pertanyaan itu padanya?

Selang beberapa menit bis sekolah datang dan Mauri pun langsung naik tanpa berpikir apa yang akan dia lakukan di dalam bis selain diam. Hahaha, lucu.

Sial. Mauri langsung mematung begitu masuk bis sebab secara tiba-tiba semua mata tertuju padanya. Tatapan mereka juga sangat sinis membuat nyali Mauri ciut hingga dia berniat untuk turun lagi. Namun, siapa sangka seseorang secara tiba-tiba merangkulnya sembari membalas tatapan semua siswa di dalam bis itu.

"Mau gue colok satu-satu bola mata kalian?!" terang dia, Eldra yang entah dari mana datangnya.

"Eldra!" cicit Mauri keheranan terlebih saat Eldra langsung menariknya keluar bis dan berdiri saling berhadapan di halte.

Eldra nampak kesal dan menatap lekat Mauri seketika. "Udah tahu mereka gak suka kamu, kenapa masih naik bis sekolah? Aku juga bawa mobil mulai sekarang kita pulang bareng!" putus Eldra langsung menarik Mauri yang tentu tak bisa melontarkan satu patah kata pun.

Tanpa basa-basi, Eldra langsung mendudukkan Mauri di kursi samping kemudi lantas Mauri yang hendak keluar malah langsung menerima penolakan berupa tatapan Eldra. Tak butuh waktu lama, mobil Eldra langsung melaju pelan membuat sebagian siswa SMA AKSATA yang masih ada di area dekat sekolah cengo. Karena perlu kita tahu, bahwa mobil Eldra adalah mobil tanpa atap. Hahha, bilang aja begitu.

Mauri yang sadar karena mendapatkan tatapan itu dari orang-orang langsung menunduk takut dan memainkan kedua tangannya di atas paha membuat Eldra sekilas menoleh dan mengenggam tangan Mauri hingga sang empu menoleh.

"Jangan hiraukan mereka, kita ya kita!" ucap Eldra fokus mengemudi.

Lantas, Mauri menoleh dan sedikit mengulas senyum dan di detik itu pula mobil Eldra melewati seseorang yang hanya memandang mereka berdua datar.

"Ngapain lo di sini, Gen?!" Seseorang secara tiba-tiba datang sembari menepuk bahu Genus.

Genus tersentak sembari menoleh. "Buruan pulang!" sahut Ganus sembari menarik tangan temannya itu.

***

To be continue

Sesal! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang