BAGIAN 12

89 8 1
                                    

"Tiba waktunya semua akan
perlahan pudar dan hilang."

Mauri Primadanti.—

***

Jam terakhir sudah berjalan setengahnya dan Mauri nampak fokus pada penjelasan guru di depannya. Tak dapat dipungkiri, Mauri adalah gadis yang berbeda di mata Genus. Genus sendiri juga tidak mengerti mengapa dia bisa diam-diam menyukai Mauri yang selalu mendapatkan cibiran dari nyaris seantero SMA.

Iya, entah sejak kapan Genus menaruh harapan pada Mauri dan dia baru berani mendekati Mauri saat tahu Mauri dalam genggaman Eldra yang akhirnya sudah dapat dia tebak, ialah Mauri korban kesekian kalinya.

Meski jaraknya cukup jauh Mauri merasa ada yang memperhatikannya dari belakang tepatnya dari arah Genus membuat dia menoleh dan saat itu pula Genus mengalihkan pandangannya ke depan.

Mauri mengulas senyum sekilas sembari mengembuskan napas dan kembali fokus. Mauri sama sekali tidak sadar dengan keberadaan Mitha yang duduk di belakang Genus, entah kenapa juga sejak kedekatannya dengan anak itu Mauri selalu merasakan hal yang tak pernah dia rasakan dengan Eldra.

Mauri merasa semua perlakuan Genus sangatlah tulus berbeda dengan Eldra yang malah menyakitinya. "Aduh, Ri. Jangan geer!" batinnya sembari menggeleng geli.

Saat itu pula Genus kembali memandang Mauri secara diam-diam. "Andai Mauri tahu kalau gue udah lama suka sama dia!" batin Genus sembari memainkan penanya.

"Andai juga gue punya keberanian untuk ngungkapinnya!" lanjut Genus dalam hatinya.

"Anak-anak, barusan Ibu dapat informasi dari Kepala Sekolah kalau kalian jangan dulu pulang dan berkumpul di lapangan!" ucap guru tersebut membuat seisi kelas Mauri beriuh malas sembari membereskan alat sekolah mereka.

"Selamat siang!" pamit guru itu sembari keluar kelas.

"Siang, Bu!"

Mereka mulai meninggalkan bangkunya termasuk Mitha yang buru-buru menghampiri Eldra yang sudah setia menunggu di ambang pintu. Suara Mitha yang kencang memanggil Eldra membuat Mauri menghentikan kegiatannya memasukkan buku ke tas.

Nampak wajah Mauri yang merah padam apalagi saat mendengar percakapan mereka yang sangat mesra. Melihat itu Rara dan Viola hanya saling pandang dan mengembuskan napas panjang.

"Gue nemu lagu baru, menurut lo enak gak?" kata Genus secara tiba-tiba sembari memakaikan headset ke telinga Mauri membuat sang empu terkejut juga Rara dan Viola.

Si pelaku sendiri bersandar di bangku sebrang sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Gimana Ri?" tanyanya memastikan.

Mauri masih terkejut hingga akhirnya mengulas senyum. "Enak Gen!" jawab Mauri sembari melanjutkan kegiatannya.

"Ri, kita berdua nunggu di luar ya!" ucap Rara sembari menarik Viola sedangkan Mauri terkejut namun perlahan mengangguk setuju.

Rara melambaikan tangan sekilas ke arah Genus yang anak itu balas. "Banyak banget buku yang lo bawa, Ri," heran Genus yang membuat Mauri melepaskan headsetnya.

"Ketimbang lo bawa novel melulu, udah kayak anak cewek!" sungut Mauri meninggalkan Genus yang terkejut akan jawabannya.

Genus berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Mauri. "Novel yang gue baca isinya relate banget sama kehidupan nyata, Ri!" jawabnya.

Mauri berhenti di undak tangga terakhir. "Oh ya?" Setelah itu kembali meninggalkan Genus dan berdiri di antara anak-anak lainnya dan setelah beberapa menit dia akhirnya melihat sosok Kepala Sekolah yang diharapkan.

Entah ada apa sampai satu sekolah di kumpulkan. Matahari yang kebetulan masih di atas membuat mereka semua kepanasan termasuk Mauri yang barusaha menutup kepalanya dengan Buku.

"Assalamu'alaikum, selamat siang anak-anak!" kata Kepsek memulai.

"Walaikumsalam, siang Pak!" seru mereka.

Sebelum ke pengumuman ada hal aneh yang terjadi pada Mauri. Rasanya tangan dia yang menutup Kepala tidak terasa panas dan di bawahnya ada bayangan tangan seseorang yang memegang jaket di atas kepalanya.

Secara perlahan Mauri menarik buku yang menutup kepalanya, dan benar saja dia sudah di payungi seseorang. Beberapa detik kemudian Mauri mendongak dan iya, dari jarak yang sangat dekat dia melihat wajah tampan Genus yang fokus dengan pengumuman.

"Seperti yang kita semua tahu bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja karena adanya virus Corona. Sebelumnya virus tersebut hanya tersebar di China namun ternyata Indonesia pun sudah terkena dampak dan sudah memakan korban!"

Genus yang merasa di perhatikan perlahan menundukkan kepala membuat dia dan Mauri saling pandang dalam. Genus tersenyum dan mulai memberi isyarat agar Mauri mendengarkan pengumuman.

"Jadi, pihak pemerintahan dan Dinas Pendidikan sudah mengeluarkan surat perintah sebagaimana yang tertulis bahwa seluruh siswa di Indonesia untuk belajar di rumah terlebih dulu selama dua minggu!"

Mendengar kata libur tentu membuat mereka semua bersorak gembira tidak dengan Mauri yang malah bereaksi biasa saja. Entahlah, Mauri juga tidak mengerti.

"Kayaknya lo gak seneng kalau libur Ri? Karena gak bisa ketemu sama gue kan?" sungut Genus yang membuat Mauri mendelik dan meninggalkannya.

Melihat respon Mauri membuat Genus terkekeh geli. Pengumuman sudah selesai, dan seluruh siswa mulai berhamburan ke parkiran sekolah untuk pulang dan menikmati libur panjangnya.

Tetapi, libur panjang ini adalah awal dari semua yang akan Mauri alami.

"Gue gak suka novel ya!"

***

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sesal! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang