Chapter: Fifteen

90.5K 9.5K 427
                                    

Untuk kamu, hatiku:

"Ingatlah bahwa make up tidak membuatmu palsu, tapi justru memperkuat karaktermu."

***

Ini bukan pertama kalinya Saras datang ke rumah Ben. Bukan pertama kalinya juga Saras bertemu dengan Sinta. Tapi Saras sangat gugup karena hari ini dirinya diundang sebagai "tamu", bukan sebagai perias. Boleh dikatakan, ini adalah pertama kalinya Saras berkunjung ke rumah lawan jenis hanya untuk menikmati jamuan makan malam. Yang mengundangnya pun masih terbilang "bukan siapa-siapa" bagi Saras.

Mengetahui bahwa Sinta hanya mengundang dirinya dan Raka—yang merupakan calon suami Keira, membuat dada Saras berdebar. Ia tidak ingin terlalu percaya diri. Namun, bukankah wajar jika semua itu menjadikan Saras berpikir bahwa Sinta menganggapnya sebagai "pasangan" Ben?

"Saras?"

Saras mengerjap dan menoleh pada Ben yang duduk di bangku kemudi. "Ya?"

Ben tersenyum. "Ngelamun ya? Kita udah sampai. Yuk, turun."

Saras memanggut-manggut. Perempuan itu turun dari mobil dan mengekori Ben masuk ke dalam istana Wijaya.

"Eeeh, udah datang..." Sinta menghampiri dan berniat menyambut Saras dengan pelukan hangat. Namun, wanita itu justru dikejutkan dengan aksi cium tangan yang dilakukan Saras padanya sebagai bentuk sopan santun. Senyum Sinta pun menjalar hingga ke mata. Nilai plus untuk Saras darinya. "Apa kabar, Saras?" tanya Sinta seraya menepuk-nepuk punggung tangan Saras yang masih berada dalam genggamannya.

"Baik, Tante," jawab Saras.

"Syukurlah. Kalau gitu, silakan duduk. Tante masih masak nih, belum selesai. Keira suka ngerecokin mamanya kalau lagi di dapur," gurau Sinta.

Saras tersenyum. Saat dalam perjalanan, Ben memang bercerita tentang Sinta yang sibuk sekali di dapur hari ini. Wanita itu sengaja melakukannya meskipun Wijaya memiliki banyak asisten rumah tangga dalam kediamannya. Sinta ingin Saras mencicipi hasil tangannya sendiri, bukan orang lain.

"Tante mau aku bantuin?" Saras menawarkan diri.

Binar mata Sinta pun muncul. "Kamu bisa masak?"

Malu-malu, Saras menggeleng. "Tapi aku bisa bantu Tante."

***

"Tante maaf, aku nggak tahu caranya ngupas ini," ucap Saras jujur seraya memandangi lengkuas di tangannya dengan pandangan bingung.

"Oh..." Sinta langsung bergegas mengambil alih pekerjaan tersebut dan menyuruh Saras menggantikan posisinya. "Kamu aduk-aduk aja ya. Nanti kalau udah sedikit cokelatan warnanya, angkat," perintah wanita itu lembut.

Saras mengangguk dan menatapi letupan kecil minyak yang menggoreng bawang merah dengan wajah tertunduk. Saras malu. Alih-alih membantu, Saras justru terkesan merepotkan Sinta karena membuat pemilik rumah jadi harus "mengajarinya" yang minim pengetahuan akan memasak.

"Saras?"

Saras mengerjap-ngerjap. "Ya?"

Posisinya yang kini memunggungi Sinta membuat perempuan itu tidak sadar akan senyum hangat di wajah wanita itu. "Jadi MUA itu sibuk banget yah?"

Saras memejamkan kedua matanya sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Saras tahu, Sinta sedang "menyindirnya" karena tidak pernah menginjak dapur seperti perempuan pada umumnya. Entah mengapa rasa sesal karena telah menghadiri acara ini jadi semakin bertumpuk!

Memandangi punggung Saras yang bergeming, senyum Sinta pun menguap. Apa dirinya salah bicara? Apa pertanyaannya menyinggung perempuan itu hingga Saras tidak menjawabnya? Sinta berdeham dan kembali melanjutkan ucapannya, guna memperbaiki suasana. "Tante cuma mau tahu aja. Soalnya Keira bilang, hampir tiap minggu kamu buat video tutorial atau semacamnya tentang make up. Belum lagi kalau dandanin orang untuk acara gitu. Jadi, Tante pikir, wajar banget kalau kamu belum bisa masak. Tante nggak berniat nyinggung kamu. Justru Tante mau bilang, kamu jangan malu di depan Tante, Saras. Karena Tante tahu, kamu melakukan hal-hal positif di luar urusan dapur."

Beauty and the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang