7. Kamelia Menyerangku Dengan Petir.

24 12 0
                                    

SAAT ini aku sedang mengelilingi kastil sendirian, mencari keberadaan makhluk bernama Arzas yang seharusnya ada di kamar samping kamarku. Namun, nyatanya tidak ada. Sebab itu sekarang aku berdiri di tepi taman luas yang kosong momplong dengan Arzas yang duduk santai di depan sebuah meja, lengkap bersama segelas teh dan biskuit.

Hm, sejak kapan teh sore Ratu Inggris ada di sini?

Aku terburu melangkah ke arah Arzas. Melihatnya yang tengah menyeruput teh dengan tatapan yang nyalang. "Ternyata kau di sini!" Lantas aku duduk di depannya.

"Aku diizinkan. Jadi kenapa tidak?" Arzas menanggapi santai.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," Aku mengawali sambil mengambil satu biskuit. "Jawablah dengan apa adanya," lanjutku, lalu mulai menggigit biskuit.

Arzas meletakkan tehnya, memandang ke arahku. "Aku sedang tidak ingin diganggu. Pergilah," usirnya halus.

Dia ... mengusirku?

"Aku hanya ingin bertanya, Sayang. Bukan ingin meminta apa-apa!" balasku dengan godaan yang sangat terpaksa. Biasanya aku menggunakan panggilan itu saat dalam situasi menyebalkan.

Arzas tidak melirikku. "Aku tidak ingin berdebat. Sudah sana," pintanya tetap dengan halus.

"Aku juga tidak ingin berdebat! Jawab pertanyaanku lalu aku akan pergi!" Tentu aku tidak menerima penolakan. Lagi pula, aku hanya bertanya.

Kulihat Arzas merotasikan bola matanya sebal. "Hhh, cepat!"

Mendengar itu aku pun menelan habis biskuit di tanganku dan memperbaiki posisi duduk. Kemudian, serius melihat ke arah Arzas dengan penuh pertimbangan. "Andre dan Kamelia ... memiliki hubungan apa?"

Alisnya terangkat seolah heran dengan pertanyaanku. "Untuk apa kau tanya hal itu?" Ia malah balik bertanya. Dasar domo!

"Jawab saja!"

"Ya jawab saja! Nanti aku beri tahu," elaknya. Sekarang siapa yang mengajak ribut?

Aku menahan emosi. Menghela napas dan kembali menatapnya dengan tenang. "Aku hanya ingin tahu. Andre itu temanku, Kamelia itu kakakku!"

"Kalau begitu tanya saja pada mereka."

Sungguh, jika aku lupa dia adalah teman dan yang bersedia datang kemari, aku sudah men-giveaway-kan manusia ini!

"Hhh! Sama saja!" Aku berdiri dari kursi. "Pulanglah! Aku jamin ibu tidak memaksamu lagi!" Kini aku beranjak meninggalkan orang tidak punya hati itu. Manusia jenis apa dia itu?Purba?

Biar saja, aku kesal dengannya. Dari cara berjalanku sudah menunjukkan betapa marahnya aku. Kaki kuhentakkan, kepala sedikit terangkat, dan gerakan yang sedikit cepat-cepat.

"Kekasih."

Jreng jreng...

Suara itu adalah suara Arzas. Sontak aku menoleh ke belakang dan meminta penjelasan dengan tatapanku.

"Hampir seperti kekasih," terangnya.

[]

Setelah obrolan menyebalkan dengan Arzas, kini aku ada di depan pintu utama kastil. Ibu memanggilku karena Kamelia akan pulang.

Gadis itu sedang turun dari seekor elang. Kemudian berjalan anggun dengan ekspresi datar. Ia mendekap ibu sekilas, lalu tersenyum.

Kamelia sangat cantik. Pakaian putri itu cocok sekali melekat di tubuhnya. Rambutnya tergerai, dengan mahkota kecil di atasnya. Apalah aku yang kentang ini.

Nymphaea (1) ✔Where stories live. Discover now