9. Putri Zeus Ingin Aku Mati.

24 11 3
                                    

DI sinilah aku sekarang. Di atas piring makan raksasa bersama Brenda. Abaikan saja satu nyawa tidak penting itu, aku sangat tidak peduli.

Jujur, aku heran mengapa harus menaiki benda ini. Kata orang-orang, penjara itu ada di flowerville. Memangnya seluas apa tempat ini?

"Bren, apa masih jauh?" tanyaku. FYI, aku menempatkan diri di samping Brenda dan bunga setengah demigod itu ada di seberang Brenda yang lain.

"Lumayan," singkatnya.

Selang beberapa saat, kami mendarat di sebuah lahan di atas awan. Tempatnya asri, sungguh. Menurutku tempat ini lebih cocok disebut flowerville, karena benar-benar fantasi.

Saat menapakkan kaki di rumput hijaunya, aku melihat burung-burung beterbangan dengan eloknya. Kepalaku bergerak mengikuti arah pandangku. Kau pernah melihat dunia peri tidak? Seperti itulah tempat ini.

"Kita di mana, Bren?" Aku bertanya tanpa tahu di mana Brenda. Jika tempat ini yang mengurung orang-orang, bukannya jera malah betah.

"Dreamhit."

Itu bukan suara Brenda. Aku menoleh. Benar saja, dia adalah Kamelia. Untuk merespons, aku hanya memandanginya tidak peduli. Diam-diam begini aku menyimpan kemuakan hakiki padanya. Hatiku ini rasanya ingin meledak jika lama-lama di dekatnya.

Aku pun berjalan mendahuluinya, menyusul Brenda yang sudah ada di depan. Tapi, anak Zeus itu mengikuti dan menyejajarkan langkahnya denganku. "Maafkan aku semalam," ujarnya.

Aku masih tak acuh. "Ya," balasku tanpa melirik satupun mili.

Omong-omong, di sini tidak ada gerbang. Kita bisa langsung memasuki area taman-- mungkin ini tempat umum. Tidak ada air mancur, tetapi ada patung menjulang berbentuk setangkai lotus.

Kaki kami terus melangkah, hingga bertemu dengan beberapa orang. Brenda dan Kamelia tampak sopan dengan menundukkan kepalanya. Dan ini membuatku meniru mereka. Kalau aku perhatikan, mereka ini santai sekali, ya.

"Di mana helljail berada?" Lagi-lagi aku yang bertanya. Kali ini aku sudah berdampingan dengan Brenda.

"Di tengah hutan," sahut seseorang, Kamelia, lagi. Gadis itu ada di sisiku yang lain. Benar-benar ya, apa dia tidak tahu aku ini korbannya! Dan aku butuh waktu untuk kembali berkomunikasi dengannya! Ya Tuhan ... aku rela jika dia tenggelam di dark sea.

Aku diam. Brenda juga tidak bersuara sejak tadi. Mungkin karena sudah terjawab oleh gadis petir di sampingku.

Kami membelah hutan, menyibak semak-semak, menginjak tanah becek, dan melewati jembatan tali. Ini mengerikan.

Begini, poin satu sampai tiga mungkin tidak bermasalah. Namun, melewati jembatan tali ini sangat menegangkan kau tahu. Lokasi ini sama sekali tidak disentuh cahaya. Jembatannya lumayan panjang, dan di bawah sana... aku tidak yakin jurang itu memiliki dasar.

"Astaga.." gumamku. "Kau tidak ingin mengeluarkan kendaraanmu lagi, Bren?" Aku bertanya dengan suara lirih. Semoga Brenda yang menjawabnya.

"Tidak bisa, di sini tidak boleh ada sihir." Begitu terangnya. Aku menarik napas, lalu mengembuskannya dengan pasrah.

Kamelia berada di depan. Dia sepertinya lancar-lancar saja berjalan di atas jembatan ini. Aku jadi tertantang. Aku langsung menyusulnya. Dengan sok berani, aku pasti bisa berani sungguhan.

Tapi naas, kakiku kesemutan di tengah jembatan. Tidak mungkin jika aku selonjoran di sini bukan?

"Kau baik-baik saja?" Brenda yang ada di belakangku bertanya.

Nymphaea (1) ✔Where stories live. Discover now