03

14.3K 1.3K 27
                                    

Mata Rara membulat sembari melihat ke sana ke sini, memperhatikan tempat yang sudah lama tak ia kunjungi. Sejenak, ia menatap papan warna hitam dari kaca di depan pintu putih yang tak jauh darinya duduk bersama Tante Vaida.

Ruang Psikiater
Dr. Amanda

"Radit terkena sindrom asperger, Ra," ucap Tante Vaida tiba-tiba. Sontak, Rara menoleh, menatap bulat-bulat Tante Vaida yang sendu di sampingnya. Ponsel di tangan Rara terasa tak lagi menarik setelah mendengar apa yang wanita itu katakan.

"Dia kesulitan berkomunikasi sedari dia kecil. Ternyata, anak kecil itu mengidap sindrom asperger," terangngnya. Tante Vaida menghela nafas singkat. Menunduk, menatap jari-jarinya.

"Tante udah berkomunikasi sama dokter dan psikolog. Kata mereka, Radit punya harapan untuk hidup normal jika ia mendapat penanganan yang tepat."

"Tante selalu berusaha mengupayakan yang terbaik buat Radit. Dia selalu tante bawa ke psikiater rutin tiap minggu, yaa, seperti sekarang ini." Rara mematung, matanya tak lepas dari tetangganya itu.

"Pernah tante membawa Radit pergi ke Singapura untuk pengobatan Radit, tapi pengobatan Radit ngga bisa instan, harus menjalani proses panjang dan terapi yang berharap aja berujung pada kesembuhan Radit," terangnya lantas tersenyum miris. Sorot sendu yang terlihat jelas dari kedua bola matanya tak bisa menipu Rara. Rara menghela napas panjang.

"Tante tau, Radit punya kecerdasan di luar anak anak normal lainnya. Dia itu bisa menggambar dengan sangat baik, loh, Ra. Kamu tau? Hasil gambarnya bahkan hampir sama dengan pelukis terkenal," Tante Vaida sambil terkekeh. Mengingat begitu senangnya Radit menggambar, dan hasil karyanya memang tidak sembarangan. Karya Radit selalu tampak seperti karya seniman yang berkualitas.

Rara tersimpul, melihat Tante Vaida terkekeh saat mengingat putranya. Rasanya, kebahagiaan wanita setengah baya itu juga menular pada Rara.

"Rara ... Rara yakin kok, tan. Kalau Radit bisa sembuh. Asalkan tante dan Radit tetep semangat," ucap Rara sambil tersenyum, menatap Tante Vaida.

Wanita itu menatap Rara, bola matanya membulat dengan mulut sedikit menganga. Matanya memanas, tetapi jutru terasa basah.

Mendengar ucapan Rara, ia merasa kembali mendapat semangatnya yang sempat meredup beberapa bulan yang lalu. Tanpa ia sadari, setetes air mata jatuh dari matanya.

Senyuman tipis di paras Rara memudar, ia segera duduk tegap dengan tangan kanan terulur menyentuh pundak Tante Vaida. Dahinya mengerut, Ia cemas.

"K-kenapa tante??" Tante Vaida menggeleng kecil, lantas tersenyum. Tangannya terulur menghapus air matanya, lalu menatap lembut pada Rara.

"Makasih ya, kamu salah satu orang selain tante dan ibu tante yang percaya kalo Radit bakal sembuh." Cicitnya sembari tersenyum.

Sebenarnya Rara pernah membaca, bahwa penderita sindrom asperger memang dapat sembuh jika mendapat penanganan yang tepat dan cepat setelah diketahui mengalami sindrom ini. Mendengar penuturan Tante Vaida, Rara yakin kalau Radit pasti mendapat penanganan terbaik, dan ia juga berharap agar Radit dapat sembuh.

Rara dan Tante Vaida lantas bercerita banyak hal. Tentang Radit, pekerjaan Tante Vaida yang ternyata seorang pengusaha yang sukses, lalu kegiatan Rara selama sekolah. Mereka memang baru bertemu, tapi mereka bisa bercerita tanpa rasa canggung satu sama lain.

Tiga jam sudah mereka menunggu. Akhirnya, terapi Radit selesai. Kata dokter, perkembangannya dalam berkomunikasi minggu ini cukup baik. Tante Vaida menghela napas lega, diiringi lengkungan lebar di parasnya. Itu artinya, dalam beberapa waktu kedepan, Radit pasti bisa sembuh.

My Idiot Best Friend (END)✅Where stories live. Discover now