11

9K 1K 66
                                    

"Halo?"

"Eh halo Ra, gimana tugasnya, bisa dikirim sekarang?" Rara menepuk jidatnya mendengar ucapan Dimas disebrang, Rara lupa dengan tugas yang akan Dimas ketik hari ini.

"Eh iya Dim, sorry gue baru sampe rumah" sebenarnya Rara sudah sampai sejak tadi di Rumah Radit, tapu ia baru sampai di rumahnya sendiri, jadi tidak ada salahnya Rara berkata demikian. Begitulah pikir Rara.

"Ohh oke Ra, btw lo.. darimana baru pulang?" Rara mengernyitkan dahinya, apakah benar ini Dimas yang ia sukai?

"E-em gue... t-tadi keasikan di toko buku, sampe lupa waktu, hehe" sudah tentu Rara tidak mengatakan kebenarannya.

"Yaampun Ra, haha. Yaudah gue tunggu ya tugasnya mau gue selesein nih" kekehan Dimas entah bagaimana terdengar merdu ditelinga Rara, beginilah jika seseorang telah terjangkit kebucinan. Rara tak kuasa menahan senyumnya yang mendesak ingin ditampilkan.

"Oke Dim"

"Okey makasih yaa, good night Rara" sumpah demi apa pun Rara ingin menjerit sekarang. Hati dan moodnya menjadi sangat baik. Bayangkan betapa senangnya jika gebetan mengucapkan selamat malam untuk mu, sedangkan kamu hanya lah remahan rengginang jika dibandingkan dengan doi , begitulah pikir Rara.

"Good night juga, Dim" senyumnya semakin mengembang, setelah sambungan telfon terputus Rara segera melompat ke atas tempat tidur ternyamannya. Berguling saking senangnya.

Ia membuka aplikasi kirim pesan lalu mencari kontak Dimas, segera ia mengambil buku dan memotretnya, setalah selesai ia menekan tombol kirim. Rara beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi, berniat membersihkan diri.

Setelah sekitar 30 menit di kamar mandi, Rara keluar dengan mengenakan setelan baju tidur berwarna biru muda dengan motif bintang. Ia membuka ponselnya saat mendengar nada dering tanda ada panggilan masuk untuknya. Tertera nomor asing di layar ponselnya, sehingga Rara enggan menjawab panggilan itu dengan membiarkannya sampai terputus sendiri.

Ternyata nomor asing tersebut tak putus asa, setelah Rara diamkan sebanyak tiga kali, masih juga menelfon. Akhirnya terbesit pikiran jahil di kepalanya, ia akan menjawab asal orang yang menelfonnya sehingga kesal dan menyesal telah menelfon Rara. Pada panggilan yang keempat, Rara menjawab panggilan nomor asing tersebut.

"Halo" ucap Rara sesaat setelah menempelkan ponsel di telinganya.

"Rara" ternyata pemilik nomor tersebut mengenal Rara. Sepertinya Rara akan mengurungkan niatan jahilnya.

"I-iya, saya sendiri" Rara mengernyitkan dahinya, suaranya seperti tak asing dalam pendengarannya.

"Ini Radit" Rara membulatkan mulutnya, ya tentu saja tak asing lagi. Karena itu adalah Radit.

"Yaampun Dit, sorry gue kira orang iseng nelfon guee jadi ngga gue angkat, btw ternyata lo punya hp?"

"Iya punya. Udah lama. Rara aja yang ngga tau" Radit memang sudah diberi ponsel ketika usianya 13 tahun, kata tante Vaida, Radit butuh untuk memanggil nomor penting, seperti nomornya atau polisi.

"Haha. Iyain" sahut Rara kesal. Bagaimana Rara bisa tahu jika Radit tidak memberitahu? Mana mungkin Rara menggeledah rumah Radit dan dianggap orang gila demi sebuah ponsel? Tidak masuk akal, begitulah pikir Rara.

"Tolong simpan"

"Oke" Rara lega karena ternyata ia bisa mengobrol dengan Radit lewat ponsel tanpa harus bertemu secara langsung. Misalnya jika Rara sekolah dan ingin mengobrol dengan Radit, ia tidak perlu repot repot menggunakan jam istirahatnya untuk pulang demi berbicara hal random dengan tetangganya itu. Tapi kelegaannya tak bertahan lama,

My Idiot Best Friend (END)✅Onde histórias criam vida. Descubra agora