14

7.8K 807 9
                                    

"Rara... juga belum tau, hehe"

Doeng.

Tante Vaida lantas terbahak mendengar jawaban Rara, melihat ekspersi wajah yang ditampilkan Rara membuat tante Vaida tak kuasa menahan tawa.

"Yaampun Ra, tante kira kamu udah ada rencana soalnya berusaha banget buat ngeyakinin tante, hihi" tante Vaida kembali terkekeh. Sebenarnya Rara juga bingung, bagaimana caranya?

"Tapi tante, Rara pengin ngobrol sama dokternya Radit, supaya Rara bisa tau gimana caranya buat bantu terapi kesembuhan Radit, tan. Emm Rara boleh minta tolong? tolong bilangin dokter, kalo Rara mau ketemu, tan" Rara tersenyum setelah mengatakannya. Ia berharap bisa segera bertemu dengan dokter yang menangani Radit. Tante Vaida lantas tersenyum dan mengangguk, ia membuka ponselnya dan menunjukan sesuatu pada Rara.

"Namanya dokter Amanda" tante Vaida menunjukan nomor ponsel dokter Amanda di ponselnya.

"Nanti tante coba tanyain ya ke dokter Amanda, bisa ketemu kamu kapan" tante Vaida tersenyum. Dokter Amanda adalah dokter yang menangani Radit sejak Radit masih kecil sampai sekarang.

Dokter Amanda berperan banyak dalam proses terapi Radit ini. Dia memang tak mengatakan bahwa Radit bisa sembuh, tapi ia akan berusaha dan tante Vaida harap terus berdoa.

Sebenarnya, tante Vaida bukannya tak mau menerima keadaan Radit apa adanya. Namun, tante Vaida khawatir terhadap kehidupan Radit kelak jika tante Vaida sudah tiada. Tidak akan ada yang berada disamping Radit kelak, itu membuat tante Vaida merasa sangat takut sekaligus sedih.

Dikehidupan Radit, hanya ada neneknya dan tante Vaida. Neneknya sudah meninggal dan sekarang hanya ada tante Vaida. Tante Vaida sangat menyayangi Radit dan terus mengkhawatirkan kehidupan Radit jika ia sudah tiada. Tante Vaida berpikir, tanpanya hidup Radit harus terus berjalan.

"Makasih ya, Ra. Semoga dengan kamu yang membantu Radit, dia bisa lebih cepet sembuh" tante Vaida tersenyum tulus pada Rara. Apapun alasannya, tante Vaida yakin bahwa Rara tidak akan mengecewakannya. Rara tersenyum memamerkan deretan giginya.

"Aamiiin, yang penting kita jangan mudah putus asa tante"

Sudah cukup lama mereka bercengkrama, waktu menunjukan pukul 6 sore laly Rara pulang bersama dengan tante Vaida. Setelah sampai dihalaman rumah Radit, Rara turun dan melangkahkan kakinya ke rumahnya.

"Asalamu'alaikum" ucap Rara sembari membuka pintu utama rumahnya.

"Wa'alaikumsalam. Kok baru pulang Ra?" Ayah menyambut kedatangan Rara dengan pertanyaan yang umum diajukan orang tua saat anaknya pulang terlambat.

"Tadi habis main sama tante Vaida" Rara lalu mencium tangan sang ayah dan duduk di sofa ruang tengah dimana ayahnya berada saat ini, melepas penat yang dibawanya sedari tadi.

"Main? Kemana?"

"Di restorannya tante Vaida dong" Rara menjawab tanpa mengalihkan tatapan matanya dari televisi yang entah menampilkan acara televisi apa. Ayah hanya mengangguk anggukan kepalanya tanda mengerti.

"Yah, menurut ayah, Radit gimana?" Pertanyaan Rara yang tiba tiba membuat ayah cukup terkejut, hanya sedikit.

"Hah?" Bukannya tidak dengar, ayah hanya ingin memastikan pertanyaan putrinya itu.

"Kok hah? Rara tanya, gimana pendapat ayah tentang Radit" Rara kembali mengulang pertanyaannya.

"Kayanya baik ya, tapi ayah jarang ketemu Radit. Kan ayah pulang sore" memang betul ucapan ayah. Ia jarang bertemu dengan Radit karena ia baru pulang menjelang maghrib atau sekitar pukul 7 malam.

My Idiot Best Friend (END)✅Where stories live. Discover now