14;unpredicted.

578 140 5
                                    

• 𝐔𝐧𝐩𝐫𝐞𝐝𝐢𝐜𝐭𝐞𝐝 •
𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒
•°𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚, 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧𝐧𝐲𝐚•°

• 𝗨𝗻𝗽𝗿𝗲𝗱𝗶𝗰𝘁𝗲𝗱 •


"Jadi ... kita mau bikin produk apa?"

Veronika yang semula tengah fokus memperhatikan Kenzo, refleks menoleh ke asal suara, pada Amira—Kakak kelas yang juga mendampinginya dan Praya.

"Kalo beli emang gak boleh?" tanya Praya yang membuat Veronika menoleh ke samping.

Sial. Veronika lupa tentang kehadiran Praya yang duduk di sampingnya, dirinya terlalu fokus memperhatikan Kenzo.

"Boleh kok," jawab Amira.

"Kenapa gak beli bunga kaktus kecil buat hiasan aja?" usul Veronika.

"Kan lucu. apalagi kalo kita warnain lagi, jadi gak cuman satu warna doang. Gimana?" lanjut Veronika, menatap satu persatu orang di hadapannya dan juga Praya.

"Boleh tuh," kata Kenzo yang langsung disetujui oleh Amira dan juga Praya.

Kali ini Praya tak punya niat untuk kembali berdebat dengan Veronika, dirinya setuju akan ide yang diusulkan oleh gadis pendek di sampingnya ini.

"Untuk hari ini tugas kalian berdua itu beli kaktus hiasan dan bahan-bahan lainnya, sedangkan Kakak sama Kak Amira tugasnya membuat konsep untuk tenda kita," ujar Kenzio, menjelaskan.

"Kak Zio! Kenapa gak Kakak sama Aku aja? Kak Amira sama nih Iblis," kata Veronika sambil menatap sesaat pada Praya.

"Heh pendek! Napa lo yang ngatur?" tanya Praya sewot.

"Karna gua ogah sama lo!" jawab Veronika dengan menatap sinis pada pemuda di sampingnya.

"Lo kira gua mau sama lo? Gua juga kagak!" balas Praya tak kalah sinis.

"Kita satu tim, kita harus profesional dan saling kerja sama, paham?" tegas Kenzo yang langsung membuat Veronika serta Praya bungkam seketika.

"Paham Kak." ucap bebarengan Veronika dan Praya.

"Yaudah, kalo gitu kalian balik ke kelas. Besok jika ada waktu Kakak chat kalian untuk kumpul lagi," kata Kenzo yang langsung diberi angguk oleh keduanya.

Veronika maupun Praya beranjak dari tempatnya, berlalu pergi menuju kelas masing-masing dengan Veronika yang lebih dulu berjalan di hadapan Praya.

Hingga tak lama langkah Veronika terhenti saat Praya memanggilnya.

"Pendek!"

"Jangan mentang-mentang lo tinggi, dengan seenaknya lo manggil gua pendek! Asal lo tau yah, gua itu gak pendek! Gua cuman kurang tinggi!" jelas Veronika dengan raut wajah kesal.

Jelas Veronika kesal, dengan tanpa bebanya Praya selalu memanggilnya dengan sebutan pendek, padahal dirinya tidak begitu pendek.

Meski jika diukur tingginya dengan tinggi Praya, pundaknya hanya sebatas pinggang Praya.

"Terserah!" balas Praya dengan raut wajah malas, kemudian melanjutkan langkahnya mendahului Veronika.

"Heh jelmaan tiang antene!" panggil Veronika.

Praya menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Veronika.

"Jangan mentang-mentang lo pendek, dengan seenaknya lo manggil gua jelmaan tiang antene. Asal lo tau yah, gua itu gak tinggi! Lo nya aja yang pendek," balas Praya, menirukan apa yang diucapkan oleh Veronika barusan.

Veronika membulatkan matanya, siap-siap ingin melepaskan sepatunya dan kembali melemparnya pada Praya, namun gadis itu langsung teringat saat kejadian beberapa hari yang lalu.

Veronika bergidik ngeri, dirinya tak mau kembali pulang sebagai gembel, ia tak mau dan tak akan mau lagi!

"Pergi lo sono!" usir Veronika.

"Tanpa lo usir, gua bakal pergi sendiri!" balas Praya dan kembali melanjutkan langkahnya.

▪︎ ▪︎ ▪︎

Veronika melangkahkan kakinya keluar kelas setelah melambaikan tangan pada Joya. Gadis itu berjalan dengan santai dan juga tenang, namun sepertinya ketenangan Veronika hanya beberapa detik saja. Karna orang yang selalu membuatnya naik darah, kini berada di hadapanya dengan kedua tangan yang pemuda itu masukan ke dalam saku celana.

"Najis so ganteng!" dumel Veronika dalam hati.

"Kak Kenzo nyuruh kita beli pohon kaktus sekarang," ucap Praya to the point.

"Alah! Bilang aja lo mau pulang bareng sama gua, kan? Ngaku aja napa, kagak usah bawa-bawa Kak Kenzo. Tapi sorry, gua ogah balik sama lo," ucap Veronika dengan nada sombongnya.

Praya menyentil kening Veronika dengan sedikit kencang, membuat gadis itu menatap kesal padanya.

"Gak usah kepedean jadi orang! Lo kira gua mau balik sama lo? Idih, motor gua gak level buat di dudukin sama cewek kaya lo!" balas Praya seraya memperhatikan Veronika dari atas hingga bawah dengan raut tatapan jijik.

Veronika semakin dibuat kesal, saat ini dirinya tidak semenjijikkan seperti saat dirinya jatuh di tumpukan sampah tempo lalu, saai ini ia terlihat cantik dan juga bersih.

Namun dengan bangsatnya Praya menatapnya dengan jijik! Benar-benar minta dikarungin, dan kalo perlu dimutilasi sekalian biar mampus.

"Ayo! Gua ogah lama-lama sama lo, bisa-bisa gua kena virus," jeplak Praya dengan menarik paksa tangan Veronika untuk ikut dengannya.

"Setan! Gua gak penyakitan, jangan asal bicara jadi orang!" geram Veronika.

Praya memang cowok, tapi mulut dia mulut cewek. Dan Veronika tidak terima Praya asal bicara seperti itu.

"Berisik!" balas Praya sambil memasang helm di kepala Veronika.

"Kepala gua bangsat! Kalo copot lo mau tanggung jawab?" tanya Veronika sambil membenarkan helm yang berada di kepalanya, helm kebesaran yang membuatnya seperti alien.

"Kalo copot yah bagus lah, gua gak akan denger bacotan lo lagi," sahut Praya tepat di hadapan wajah Veronika dengan tubuh sedikit membungkuk, kemudian naik ke atas motor.

"Heh dugong—"

"Lo bisa gak manggil gua dengan satu nama? Dari tadi lo manggil gua dengan nama yang beda! Emang lo mau modalin kalo nama gua diganti?" tanya Praya dengan sebal, sebal pada Veronika yang selalu asal memanggilnya dengan nama yang tiap detiknya selalu berbeda.

"Emang gua Emak lo!" balas Veronika, dan langsung naik ke atas motor Praya.

"Gak tau diri emang nih bocah," cibir Praya.

"Heh—"

"Berisik anjing!" bentak Praya, cape juga ia lama-lama jika terus meladeni Veronika.

Veronika langsung kicep. Kali ini gadis itu memilih untuk diam, tak lagi berniat untuk memaki Praya.

Sadar tidak ada lagi balasan dari Veronika, Praya tersenyum puas. Tidak sia-sia dirinya menaikan nada bicaranya.

▪︎▪︎▪︎

𝐔𝐧𝐩𝐫𝐞𝐝𝐢𝐜𝐭𝐞𝐝.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang