× Together ×

216 37 3
                                    

Lonely
PART : 23

•••

Pukul 22.42

Suji baru pamit, namun hari sudah terlalu larut. Ibu Zeyu melarangnya pulang. Dia disuruh menginap. Suji menolak, tapi nyonya Yu memaksa. Dan gadis itu setuju pada akhirnya. Namun hal yang paling dia hindari, kini terjadi. Sebab Zeyu berkata;

"Kita sekamar."

Holy fuck.

"Tersedia 3 kamar tamu, namun kuncinya dibawa oleh salah satu pelayan dirumahku. Dia sudah pulang, besok pagi baru kembali. Jadi yeah," Zeyu mengendikkan bahu. "Terpaksa kita harus sekamar."

Terpaksa huh?

Lalu kenapa bibir bangsatnya tersenyum-senyum penuh arti? Suji memejam, kemudian menghela napas. Kunci dibawa oleh pelayan, wow. Kebetulan sekali. Seolah keadaan memang menjebaknya bersama Zeyu.

Sial. Sial. Sial.

Hanya berdua? Satu kamar? Satu ranjang? Paras Suji memerah membayangkan itu. Dia tidak pernah tidur satu kasur dengan lelaki manapun kecuali kakaknya. Dan Zeyu ini—

"Kenapa? Kau takut?"

Mata Suji melebar. "A-aku? Aku tidak!" Sangkalnya cepat. Pipinya merona, dengan bibir merah basah yang mengerucut tanpa sadar. Tubuh ramping gadis itu tenggelam dalam balutan swetaer hijau toska. Manis dan menggoda.

Zeyu tertegun, dengan segera dia menyadari, pesona Suji berbahaya. Membayangkan mereka berbagi selimut, apakah—oh shit. Tidak, tidak bisa begini, "K-kurasa sebaiknya aku diluar saja." Ujar Zeyu cepat. Dia mengambil satu bantal kecil di sofa kamar. Lelaki itu hendak melangkah keluar, namun terkesiap ketika Suji menahan lengannya.

"Kenapa?" Cicit gadis itu pelan.

"Aku—" Zeyu menelan ludah gugup. "Bagaimana denganmu? Apa kau keberatan jika kita, ekhem, tidur bersama?"

Tidur bersama kali ini diartikan dalam arti yang sebenarnya. Yah, Suji tahu itu. Namun tetap saja wajahnya mendidih saat mendengarnya. Astaga, Suji pasti sudah sinting. Mengalihkan pandangan, dia berusaha merubah raut menjadi sedatar mungkin.

"Maksudku," Zeyu menahan napas sesaat. "Sebaiknya aku keluar. Aku bisa tidur dikamar Zeya dan ka—"

"Tidak, tidak perlu." Suji berkata tanpa menatapnya. Ekspresi sok datar, padahal pipi merah jambu. "Disini saja."

"Kau yakin?"

Suji mengangguk. "Ya, lagipula apa yang perlu dikhawatirkan? Hanya berbaring, memejamkan mata dan masuk ke alam mimpi. Sudah, hanya itu."

Benarkah?
















__________



















Benar, semua semudah yang Suji katakan tadi. Hanya berbaring, memejamkan mata, masuk ke alam mimpi hingga pagi menjelang.

Yeah, seharusnya.

Namun nyatanya, kini waktu telah menunjuk pada pukul 01.02 Dan kedua orang itu masih terjaga. Dengan keadaan saling memunggungi, mata mereka tidak bisa terpejam sama sekali. Lampu kamar telah padam.

Di satu sisi, Suji meremat selimut yang membalut tubuh mereka dengan erat. Napas tersendat-sendat, sementara jantungnya menghentak cepat di dalam sana. Tidak tahu apa, hanya saja dia merasa berdebar. Zeyu berbeda. Dia berusaha mengingat game perang, YouTuber favoritnya, Katty Parry, mainan Zeya, atau apapun itu selama pikirannya tidak tertuju pada Suji. Oh tidak, tidak boleh seperti ini.

Aku bisa gila!

Zeyu menyalakan lampu kecil di atas meja nakas. "Suji-ah." Memanggil pelan, Zeyu merubah posisinya hingga dia bisa menatap punggung si gadis surai legam. "Kau sudah tidur?"

Suji menggigit bibir bawah ragu-ragu, sebelum ikut berbalik. Pandangan keduanya bertemu. Dia menggeleng, "Belum."

Ada hening yang sangat lama. Mereka hanya saling menatap tanpa suara. Diluar, hujan masih turun sangat deras. Petir sesekali menyambar.

"Aku tidak bisa tidur." Zeyu tertawa canggung.

Suji menangguk tanpa menatapnya. "Aku juga."

Untuk sesaat, Zeyu memperhatikan Suji dengan teliti. Perempuan itu punya mata tajam yang indah. Bibir merah basah merona, terlihat mengkilap oleh lampu kecil di belakangnya. Bagaimana bisa malaikat cantik seperti ini berpikir untuk mengakhiri hidup?

Perlahan, sebelah tangan Zeyu menyelip di pinggang Suji, sementara tangan yang lain tergerak mengusap puncak kepala gadis itu. Rambutnya lembut dan wangi. Dia suka segala hal yang ada pada Suji.

"Aku mencintaimu Suji."

Hening yang cukup lama.

Zeyu menariknya semakin dekat, tubuh mereka nyaris bertemu. Keduanya memejamkan mata. Lelaki itu menarik tengkuk Suji, sebelum membawanya dalam ciuman. Bibir mereka bergerak saling menggesek, memangut, hangat dan basah. Suji mengerang pelan, tangannya meremat kaos yang Zeyu kenakan saat benda lunak basah menorobos melewati bibirnya. Lidah Zeyu menyentuh langit-langit mulut, menyapa lidah, berulang-ulang.

Dan detik dimana pangutan itu terlepas, Suji bernapas terengah. Paru-parunya yang sesak kembali terisi udara. Zeyu menatap teduh.

"Tidak peduli bagaimana denganmu, tidak peduli jika kau tidak merasa demikian, tidak peduli seberapa angkuh kau menolakku, aku akan terus mencintaimu." Zeyu menggegam tangannya. "Mari lalui masalahmu denganku. Kita, bersama."

Keduanya berciuman. Lagi, lagi, lagi dan entah sampai berapa kali.

Mereka terlelap dengan tangan saling mendekap. Jantung berdebar penuh cinta, dan rasa hangat yang tidak pernah mereka alami sebelumnya.

Bersama.











































































TBC

kok trippel apdet? iya sengaja

–V–

Lonely [end•]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang