d v a d t s a t t r i

99K 7.7K 875
                                    

Jakarta, Indonesia | 5.30 p.m

"Anjing!"

Aiden melempar ponselnya dengan kasar, mengagetkan Alvino yang berada di sampingnya. Rahang Aiden mengeras melihat pesan yang di kirim Max semalam.

"Sialan." Umpatnya dengan emosi yang di tahan. "Kenapa lo?" Aiden hanya melirik Alvino tanpa menjawabnya membuat Alvino mendengus sebal.

"Kita jadi jenguk Manda kan?" Raza datang setelah selesai mengganti pakaian basketnya dengan kaus hitam. Lelaki itu sedang sibuk mengetikkan sesuatu dalam ponselnya.

"Jadi. Kasihan gue, dia sampe buta gitu. Malah masih muda."

"Lo pada percaya gak sih kalo itu kecelakaan tunggal?" Gavin menatap temannya satu persatu, "Gue kok ragu ya."

"Ragu kenapa?" Aiden bertanya dengan datar.

"Waktu kita bertiga ke rumah sakit, kan Nyokapnya cerita tapi kaya takut-takut gitu." Jelas Gavin, "Iya Den, udah gitu pas cerita kaya nyari-nyari orang, kesannya kaya takut ngomong." Ujar Alvino menambahkan.

"Kaya kecelakaan yang di rencanain  gak sih?" Celetuk Raza, membuat Gavin mengerutkan keningnya. "Mana mungkin. Emangnya Manda punya musuh? Dia kan idolanya Alexander." Ujarnya.

"Lagian nih ya kalo misalnya itu emang kecelakaan yang di rencanain masa orang tuanya diem aja anak satu-satunya sampe buta gitu. Keluarganya Manda kan juga bukan orang sembarangan, koneksinya banyak. Masa mereka enggak bertindak, kaya yaudah aja gitu anaknya kecelakaan. Enggak ada penyelidikan dan lain-lainnya." Ujar Alvino.

"Mungkin orang tuanya di kasih penutup mulut." Ujar Gavin sambil mengangkat kedua bahunya.

"Buat apa anjir! Mereka kan kaya raya, kecuali yang kasih penutup mulut itu keluarganya Tuan Damien Alexander yang terhormat, mereka pasti mikir-mikir du--"

"Emang iya. Gue yang minta Damien Alexander buat kasih mereka penutup mulut." Keadaan langsung hening seolah ucapan Aiden dapat membisukan mereka.

"Kaget?" Sebelah alis Aiden terangkat, matanya menatap satu persatu temannya yang bengong.

"Jangan bercanda lo!" Celetuk Alvino sambil mendorong bahu Aiden yang berada di sebelahnya.

Aiden hanya tersenyum miring. "Lo kan tau, gue gak suka bercanda." Alvino langsung menelan salivanya dengan susah payah, benar juga, memangnya sejak kapan laki-laki itu suka bercanda?

"Kenapa?" Raza berujar dengan pelan.

"Pengganggu emang seharusnya di musnahin kan?" Aiden bertanya balik, teman-temannya hanya diam, bingung juga mau merespon seperti apa.

"Kejadian di kantin yang tiba-tiba Alody nampar gue itu karna dia. Karena gue gak mungkin balas Alody, lebih baik gue balas ke dia kan?"

"Alody? Yang anak baru itu?" Aiden menganggukkan kepalanya.

"Dia tunangan gue."

"HAH?!" Wajah mereka bertiga benar-benar seperti orang bodoh, Aiden sampai harus menahan tawanya.

"Kaget lagi?" Tanya Aiden, teman-temannya masih diam dengan wajah idiotnya sambil menatap Aiden seperti telah mendengar sesuatu yang sangat aneh dan tidak bisa di terima oleh otak mereka.

"Kok..bisa?"

"Emangnya apa yang enggak bisa gue dapetin?" Aiden berujar dengan songong, membuat Alvino tersadar dari keterkejutannya dan langsung mendorong bahu Aiden lagi.

Temannya itu, hari ini menyampaikan dua berita yang double kill banget!

"Kok tai sih lo Den baru kasih tau kita!" Aiden terkekeh, "Gue bahkan niatnya enggak mau kasih tau lo pada."

Forever MineWhere stories live. Discover now