chapter 1 - brokenhome and bullied

218 93 18
                                    

3 tahun lalu.

"Kamu tuh ya!! Bisanya habisin uang aku aja Pa. Cari uang kan susah. Kamu enak-enakan main judi. Mikir tuh Claren, Calistha, sama Nathan bayar sekolah pake apa!" kata Mamaku sambil berteriak kepada papaku.

"Halah udahlah Ma, sini uangnya! Aku sebentar lagi ditagih nih!" kata Papaku sambil merampas uang Mama.

"Harusnya kamu yang biayain anak-anak, bukan aku Pa!" kata Mamaku masih sambil menangis.

"Enak aja, denger yah, aku ga akan keluarin satu peserpun buat mereka!" kata Papaku sambil beranjak pergi.
Mamaku yang sudah tidak berdaya ditinggalkan begitu saja oleh Papaku setelah uangnya dirampas. Aku menghampirinya, "Udah Ma, jangan nangis. Tuhan pasti bakal kasih Mama rezeki lebih kalau Mama ikhlas," kataku sambil memeluk Mamaku.

Tiba-tiba, tanganku ditarik oleh Omaku, "Udah Claren. Buat apa kamu disini meratapi nasib Mamamu?" Aku ditarik untuk keluar kamar orang tuaku. "Semua ini salahnya Mama kamu. Dia jadi istri emang ga pernah benar. Ga bisa tahan Papamu agar betah dirumah dan bahkan ga bisa mengubah Papamu agar menjadi orang yang lebih baik lagi. Buktinya, sejak menikah dengan Mamamu, Papamu malah semakin tergila-gila dengan judi. Makanya ya, kamu kalau udah besar nanti jangan pernah ngikutin jejak Mamamu. Itu sama sekali ga benar," ujar Omaku seolah menasihatiku dengan benar.

Aku menggeleng, tidak terima, "Tapi Oma, menurutku Papa juga salah. Kenapa Papa selalu aja merampas uang mama buat judi? Lagipula, Oma kan Mama dari Papaku, kenapa Oma sebagai Mama ga bisa mendidik anak sendiri sampai-sampai Papa tergila-gila judi? Kan ini bukan sepenuhnya kesalahan Mama. Toh bukan Mama yang menyuruh Papa judi."

Seketika itu juga, Opaku yang disamping Omaku langsung membalasku omonganku, "Ya Papamu memang salah. Tapi ga seharusnya seorang istri seperti itu. Kalau Mamamu memang istri yang baik, yah seharusnya suami seburuk apapun bisa diubah dong."

Aku yang masih saja tidak terima langsung berjalan menuju kamarku. Lagi-lagi cerita yang sama. Lagi-lagi pertengkaran yang sama. Aku sudah tidak tahan hidup seperti ini.

Pantaskah aku mengeluh disaat masih banyak orang yang hidupnya lebih berat dariku? Pantaskah aku lelah disaat aku tahu Mama sebenarnya lebih lelah dibandingku? Aku ingin sekali hidup normal seperti anak-anak seusiaku. Disaat teman-temanku bisa bercanda tawa bersama keluarganya, aku hanya bisa mendengar pertengkaran orang tuaku yang semakin hari semakin menjadi, ditambah lagi keluarga Papaku yang tidak pernah menerima kehadiran Mamaku.

Ya Tuhan, kapan semua ini akan berakhir? Aku ingin sekali tumbuh dengan keluarga yang mendukung dan rukun. Aku tidak pernah meminta keluarga yang sempurna, tetapi aku memohon akan keluarga yang saling mengasihi.

Untuk apa aku dilahirkan, jika ujung-ujungnya aku merasa tidak diterima bahkan dikeluarga sendiri. Semua ini terasa tidak adil bagiku. Adakah jalan keluar untuk semua ini?

***

*Kringgg!!!*
Bel sekolah berbunyi tanda masuk kelas. Aku duduk dikelas bersiap untuk belajar.

"Hi, Claren. gimana liburanmu?" Alex yang duduk didepanku langsung menyapaku dengan hangat seperti biasa dengan senyuman yang tersinggung manis di bibirnya. Lagi-lagi senyuman itu. Senyuman yang bisa membuatku lupa akan seluruh masalah dan tangisanku kemarin.
"Hi, Alex. Liburanku biasa-biasa aja sih. Kalau kamu sendiri gimana? Pasti seru donk ya."

"Seru sih seru, Clar. Tapi kurang satu nih."

"Hah kurang apa sih maksudnya ?"

"Kurang kehadiran kamu, hahaha."

Rasanya kalau ada Alex, semua masalahku surut terbawa senyum dan candanya. Rasanya kalau ada Alex, aku selalu ingin disampingnya. Seolah hidupku sudah paling sempurna. Tapi, terkadang kesempurnaan itu bisa saja hilang dalam sekejap. Tiba-tiba..

"Hi Lex, duduk bareng gw yuk," sapa Josephine, langsung menarik tangan Alex untuk mengikutinya. Tapi Alex tidak menurut. Dia langsung menepis tangannya.

"Ih apasih, Jos? Ga liat apa gw lagi ngomong? Belajar menghargai orang sedikit dong." omel Alex ketus.

"Hah lu ngapain sih Lex ngobrol bareng dia? Culun, aneh, jelek, bego. Mending sama gw."

"Iya, Lex. Masa lu ga sadar sih? Lu berdua tuh udah ditakdirkan bersama. Kok malah maunya sama anak culun sama bego kek Claren sih?" Chelsea balas dengan ketus, yang mengundang tawa mengejek dari seluruh geng tersebut.

Mereka adalah famouschic, salah satu geng paling populer dan cantik disekolah. Banyak sekali murid laki-laki memperebutkan mereka, apalagi ketuanya, Josephine. Tapi, tak satupun dari laki-laki tersebut yang dilirik balik oleh Josephine. Sebab, dari dulu yang dia taksir hanyalah Alex, sama sepertiku. Bedanya, aku diam-diam menyimpan perasaanku terhadapnya. Sedangkan Josephine, dari dulu selalu terang-terangan kalau dia menginginkan Alex. Sebab aku pikir, laki-laki populer sepertinya, mana mau dengan anak culun sepertiku. Tetapi, sejak setahun dibully oleh mereka, aku bersumpah, aku akan menjadi yang paling pintar, paling populer, dan paling cantik. Lebih segala-galanya dibandingkan mereka yang seenaknya mengejekku. Kita lihat saja nanti.

***

Hari ini.

*Kring kring! kring kring!*

Aku terbangun karena alarm yang sengaja kupasang tadi malam. Rise and shine! Hari pertama sekolah! Tidak terasa, sudah hari pertama untuk masuk sekolah lagi. 3 tahun terakhir, aku melewati sangat banyak hal. Banyak diantaranya pun berubah dengan sangat hebat. Aku bersiap-siap untuk sekolah - meskipun sedikit malas.

Sesampainya disekolah, aku melihat papan pengumuman dan langsung mencari namaku diantara absen kelas-kelas. Aku mendapat kelas 9C. Tidak menunggu lama, aku langsung menghampiri kelasku yang berada di lantai 2.

"Hi, Claren. Makin cantik aja nih," sapa seniorku sambil lalu di koridor.

"Iya nih, makan apa sih setiap hari bisa cantik begini?" sahut temannya yang lain.

Aku masuk kelas, dan sepertinya kelasku tidak buruk. Aku langsung mengambil tempat duduk disebelah teman baikku, Carla.

Kalian pasti bertanya-tanya bagaimana Claren yang culun, bodoh, dan jelek itu berubah drastis bukan ? Inilah yang menarik.

God Sees My StrengthWhere stories live. Discover now