chapter 7 - hantu masa lalu

37 25 3
                                    

"Clar, bangun Clar. Janice dan Carla dateng kerumah, dia bilang mau ngobrol sama kamu, langsung kebawah ya mereka udah nunggu," Kata Mamaku sambil membangunkanku.

Apa? Mereka datang kerumah? Aku melihat jam dinding kamarku, waktu menunjukkan pukul tujuh pagi.

Mengapa mereka tidak bisa berbicara lewat chat saja? Perilaku mereka sama saja seperti menghancurkan mimpi indahku bangun siang di hari Sabtu.

Aku terseok-seok beranjak dari tempat tidurku ke ruang tamu, tempat dimana Janice dan Carla duduk menungguku.

"Ada apasih guys, pagi-pagi gini dateng kerumah?" tanyaku sambil menguap dan mata setengah terpejam.

Janice langsung menarik lenganku agar aku duduk disebelahnya. "ADA APA? CAMILLA SAMA GRISELLE NYEBARIN LU PAKE GUNA-GUNA DAN LU MASIH SANTAI GINI? RUMOR ITU KESEBARLUAS CLAREN!!" kata Janice dengan nada agak marah.

Sebelumku sempat menjawab, Mama sudah terlebih dahulu teriak dari dapur, "Janice, Carla, sudah sarapan belum? Tante buatkan roti bakar, ya."

Apa? Rumor itu sudah tersebar? Otakku baru saja bisa mencerna kata-kata Janice.

"Makasih ya, Tante," balas Janice dan Carla atas tawaran Mamaku.

"Guys, sorry gw lupa ceritain semuanya ke kalian. Nih, kalian harus denger rekaman ini." kataku sambil mengambil handphone ku dan menyetel rekaman Camilla dan Griselle kemarin.

"Terus sekarang gimana? Rasanya udah satu angkatan tau tentang rumor ini, Clar. Emang sih, banyak yang gapercaya. Tapi gengnya Riska sama geng anak-anak setan lain pasti "bumbu-bumbuin" rumor itu buat ngehasut orang-orang." Kata Carla. Kita bertiga berpikir sejenak.

"Nah ini rotinya dimakan ya," kata Mamaku sambil menyajikan roti didepan kami bertiga yang dibalas dengan ucapan terimakasih sekali lagi oleh Carla dan Janice.

"Kalau gini caranya, gimana kalau kita sebarin rekaman ini, biar kita punya bukti kalau itu cuma rumor yang disebar sama pengkhianat kaya mereka berdua." Kataku.

"Nah gw juga mikir kalau rekaman itu harus disebar. Tapi mau disebar ke siapa? Ke grup angkatan? Yang ada entar kita bertiga dikatain pansos doang." Balas Janice atas pendapatku. Kalau aku pikir-pikir, benar juga apa yang dikatakan Janice.

"Guys, kayanya gw punya ide deh. Di rekaman suara itukan Camilla GR kalau Diego suka sama dia, terus Griselle juga bilang Michael nge-fans sama dia. Gimana kalau kita ajak mereka berdua ketemuan buat kasih tau mereka kabar ini? Biar mereka sekalian tau kalau rumor itu gabener. Kan mereka bisa bantu berentiin rumor ini, toh kenalan mereka banyak." Kata Carla.

Apa yang Carla katakan ada benarnya. Aku segera mengeluarkan handphone ku, lalu mengirim pesan singkat kepada Diego. Hay Diego, bisa ketemuan sebentar ga? Gw, Janice sama Carla mau ngomong. Ohya, ajak Michael juga ya. satu jam lagi, di cafe depan sekolah.

***

"Hai, jadi kalian mau bahas apa?" tanya Michael sambil menarik kursi didepan kami bertiga.

"Jadi, kita mau kasih tau lu informasi tentang Camilla sama Griselle. Mereka berdua nganggep kalau kalian suka sama mereka. Nih." Kata Janice sambil memberi mereka rekaman suara tersebut di handphone ku.

Seusai mereka mendengarkan rekaman tersebut, mereka terlihat terkejut dan ilfeel terhadap ucapan Griselle dan Camilla.

"Dih, najis banget Mic, gw gapernah suka sama Camilla." Kata Diego dengan nada suara yang terdengar kaget.

"Ya gw juga lah. Sejak kapan gw suka Griselle?" balas Michael seolah tidak mau kalah dengan Diego.

"Nah, guys, kita bertiga mau minta tolong sama kalian. Disitu mereka juga bilang kalau mereka berhasil sebarin rumor kalau Claren pake guna-guna biar cowo-cowo pada suka. Kalian tau ga siapa yang pertama kali terima rumor itu?" tanya Carla kepada mereka.

"Oh, gw tau. Mereka kasih tau ke Jonathan." Kata Diego.

"Jonathan ketua geng kalian?" tanyaku.

"Iya. Jonathan sih ga percaya, cuma dia nanya-nanya ke orang-orang lain makanya rumor itu kesebar. Tapi selain Jonathan mereka berdua juga kasih tau ketua geng lain setau gw sih," lanjut Michael.

"Kalau gitu, gw boleh minta tolong ga? Tolong bilang ke Jonathan buat tarik balik rumornya. Setiap ada yang nanya tentang itu, bilang aja itu salah. Nah, biar kalian punya bukti, gw bakal kirim ke kalian rekaman suara itu." Kataku.

"Boleh sih, Clar. Gw juga tau posisi lu difitnah gini pasti gaenak. Kita bakal bantuin lu. Tapi ada syarat, yang pertama, lu bertiga gaboleh temenan lagi sama mereka. Soalnya kalo masih temanan, entar orang-orang mikirnya lu terima rumor itu dan lu membenarkan rumor itu. Yang kedua, kalo ada yang nanya kalian tentang gw sama Michael suka sama mereka, tolong bantah rumor itu. Gimana?" tanya balik Diego.

"Ya kita juga gamau temanan lagi lah, mereka udah jelas-jelas ngekhianatin kita gitu," Kata Carla.

"Iya, terus kita juga pasti ngebantah rumor itu kok, kan kita ngerti posisi kalian juga. Mungkin mereka udah halu kali ya, sampe-sampe ke-GR-an gitu," tambah Janice yang disambut dengan tawa kita berlima.

Seselesainya kami berlima berdiskusi, satu-persatu dari mereka pun pulang dan meninggalkan cafe sehingga menyisahkan aku sendirian. Sudah selesai masalah ini, pikirku. Rasanya lega sekali jika bisa merendakan rumor yang tidak benar tentang diri sendiri. Tapi, entah kenapa, tidak membuat diriku tenang.

Lantunan musik klasik dari speaker cafe membuatku melamun. Aku benci saat-saat seperti ini. saat-saat aku berdiam sendiri dan membiarkan semua masalah kembali menghantuiku. Kali ini, yang muncul menghantuiku adalah kejadian kemarin. Terkadang aku berpikir, apa ada yang tidak mereka sukai dariku sampai mereka memperlakukanku dengan jahat?

Rasanya, baru saja kemarin aku merasa memiliki seseorang yang aku pikir benar-benar mencintaiku apa adanya. Baru kemarin juga, aku memiliki dua orang temanku yang selalu ada untukku disaat suka dan duka. Namun, semua hubungan itu yang aku bangun selama bertahun-tahun sudah lenyap karena pengkhianatan.

Kali ini aku belajar untuk tidak mengharapkan siapapun dan aku pun tersadar bahwa manusia bisa meninggalkan kita. Bahkan jika manusia itu merupakan orang-orang yang kita sayangi. Tapi, aku tersadar akan sisi positifnya. Sisi yang bisa membuatku bersyukur, yaitu aku percaya dengan kejadian ini, Tuhan telah memberitahukan kepadaku siapa yang sebenarnya tulus kepadaku, meski hanya sedikit dari ribuan orang yang aku kenal.

Tenang, Clar. Nama belakangmu Valerie. Artinya kuat. Sadar Clar, Tuhan tidak mungkin memberimu cobaan melebihi kemampuanmu. Tetap tenang. Pikirku kepada diriku sendiri.

Iya, benar. Aku harus tetap tenang dan kuat. Tidak akan aku biarkan para pengkhianat dan penggoda tertawa demi melihatku menangis karena perilaku mereka tidak pantas untuk mendapatkan air mataku. Aku pasti bisa lebih kuat daripada yang aku bayangkan.

Aku berdiri dari kursiku dan beranjak ke kasir cafe untuk bayar. Saat aku ingin melangkah keuar, handphone ku bergetar tanda ada notifikasi.
Semoga notifikasi yang menyenangkan, pikirku penuh harapan.

Aku terkejut saat melihat gambar diriku sekarang di cafe ini dari nomor yang lagi-lagi tidak kukenal. Dibawah gambar tersebut terdapat pesan. Kasih Papa kartu debitmu sekarang atau papa bakal culik kamu.

Baiklah, aku akan menghadapi ini. Aku baru berbicara dengan diriku sendiri untuk tetap tenang dan kuat dan karena itu bukan asal berbicara belaka, aku akan benar-benar membuktikan bahwa aku benar-benar akan tenang dan kuat.


Aku membalas pesan tersebut. Ayo masuk ke cafe, kita bicara.

Kali ini, aku tidak akan lari dari hantu masa lalu ini. Melainkan, aku akan menghadapinya sebab aku bukanlah pengecut yang lari dari masalah.

***

"Tolong ngerti lah, Clar. Papa ini lama-lama bisa gila. Perusahaan Opa bangkrut, semua aset disita karena dijadiin jaminan hutang dan kita ga berhasil lunasin hutangnya. Kalau dua hari lagi Papa gabisa lunasin hutang, debt collector bakal kroyok Papa." Kata Daniel yang duduk didepanku memohon-mohon padaku.

"Segampang itu yah, ngemis duitnya? Pertanyaan aku, duit hasil perusahaan Opa yang udah bertahun-tahun itu kemana?" tanyaku dengan muka datar yang tidak peduli.

"Kalau itu.." Daniel terdiam.

"Oh, aku ngerti kenapa tiba-tiba diem dan ga bisa jawab. Habis difoya-foya kan sama Devi?" balasku lagi sambil tersenyum sinis.

Jujur saja aku berusaha sabar dengan Daniel. Hanya saja, aku tidak mungkin melupakan semua yang dia telah lakukan sebelum bercerai dengan Mama. Tak mungkin aku lupa bagaimana ia selalu merampas semua uang Mama, bagaimana ia bertengkar hebat dengan Mamaku setiap waktu, bagaimana ia tidak pernah peduli dengan aku, Calistha, dan Nathan.

"Ya.. ga gitu juga kok, dia ga boros-boros banget." Kata Daniel dengan ragu. Dia jelas berbohong.

"Oh, jadi ga boros-boros banget versi istri kesayangan lu tuh bisa sampe bikin perusahaan bangkrut sama ngutang sana sini." Kataku dengan nada suara yang sengaja aku tinggikan.

"Nih, lima juta. Take it or leave it. Gw juga punya kebutuhan." Kataku sambil beranjak dari tempat dudukku dan ingin melangkah keluar cafe untuk meninggalkan Daniel sendiri.

"Mana cukup, Clar." Kata Daniel sambil memegang pergelangan tanganku agar aku tidak pergi.

Tidak cukup? Pikiranku tiba-tiba tertuju pada kata-kata Daniel ketika ia bertengkar hebat dengan Mama saat aku masih kecil.

Enak aja, denger yah, aku ga akan keluarin satu peserpun buat mereka!

"Take it or leave it. Seengganya lebih baik daripada sepeser yang katanya ga akan lu kasih untuk gw sama adik-adik gw."

Daniel terlihat marah dengan perkataanku. Ia juga beranjak dari tempat duduknya.

"Lu emang selalu jadi anak yang durhaka, Clar. Ok, kalo gini caranya, artinya emang kalian tuh cuma bisa pake cara kasar! " kata Daniel mengancam.

"Oh kalau gw durhaka, coba jelasin ke gw apa yang bisa dibanggain dari Devi yang "berbakti" itu. Bangga ya, karena dia udah berhasil habisin duit Opa sampe Opa bangkrut?"

Daniel pun menunduk. Nampaknya ia sangat marah karena aku terus-terusan mengejek Devi.

"Kita liat aja siapa yang menang akhirnya. Semua harta Titus cepat lambat akan jatuh ketangan gw!" Lanjut Daniel.

"Gimana caranya? Dengan nyulik kita dan minta tebusan?" Tanyaku sinis.

"Iya! Kan kalian hanya bisa dengan cara kasar." Kata Daniel menantangku.

"Udah merasa kebal hukum ya?" balasku.

"Ya berarti kesaksian lu lawan kesaksian gw."

Aku mengangkat handphone yang aku gunakan diam-diam daritadi untuk merekam suara Daniel dan aku saat berbicara.

"Ok, kalau sekarang, ucapan lu sendiri yang memberatkan kesaksian lu." Jawabku lagi.

"Anak pengacara." Lanjutku sambil menepuk-tepuk dada sendiri.

Aku beranjak dari tempat dudukku ingin pergi. Namun, aku teringat akan sesuatu.

"Oh ya, makanya lain kali liat dulu ya siapa yang lu sia-siakan. Sekarang nyesel kan lu." Kataku sambil menepuk-tepuk bahunya dan beranjak keluar cafe.

Aku menghembuskan napas panjang sambil melihat langit senja yang sebentar lagi akan dihias oleh bulan dan bintang. Andai saja aku tidak perlu bersikap kasar kepadanya. Namun sikapnya lah yang selalu memancingku untuk emosi. Entahlah apa yang akan dia katakan kepada orang lain, entah itu aku anak kurang ajar, durhaka, atau apapun yang dia inginkan.

God Sees My StrengthWhere stories live. Discover now