chapter 6 - penyelamat didetik terakhir

51 38 0
                                    

*tiinn tiinn*


Terdengar suara klakson dari belakangku. Kennard! Aku segera memanggilnya untuk mendekat kearahku.

"Ken, boleh numpang kerumah ga? Please banget. Urgent." Aku berkata panik.

"Bolehlah. Kenapa enggak. Ayo naik." Aku langsung naik ke jok motor bagian belakangnya.

"Ayo Ken, langsung jalan." Kataku semakin panik.

Motor Kennard melaju meninggalkan kawasan sekolah dan melesat cepat ke salah satu jalan raya yang padat dikawasan ibukota. Langit sore hari ini terlihat terlalu indah untuk dilewatkan.

"Lu kenapa, Clar? Kok daritadi cemberut aja?" tanya Kennard yang sedang melihatku dari spion motornya, yang lalu membuatku tersentak dari lamunanku.

"Urg.. Gapapa," jawabku singkat, sambil melihat kearah langit senja untuk menahan air mataku setelah flashback kejadian tadi.

Rasanya, setelah tadi aku hanya merasa marah, kalau sekarang aku hanya merasakan kecewa sampai harus menahan air mataku.

"Lu pikir gw baru kenal lu semalem apa? Gausah boong Clar, gw tau lu lagi sedih. Berantem sama Alex? Cerita aja sama gw." Kata Kennard.

Aku rasanya tidak sanggup menjawab Kennard, sehingga aku hanya mengangguk pelan.

"Mau cerita ga?" tanya Kennard lagi yang aku sambut dengan anggukan pelan lagi.

***

Kami menuju cafe yang berada didalam mall di pusat ibukota. Sesampainya disitu, aku langsung menuju meja kosong sedangkan Kennard memesan di kasir.

"Jadi gimana ceritanya?" tanya Kennard sambil menghirup macchiato yang baru dipesannya tadi.

"Banyak banget, Ken. Nih, lu baca deh," kataku sambil menyerahkan handphone ku yang berisi screenshot chat Alex dengan Riska. Sehabis itu, akupun menyetel rekaman suara Griselle dan Camilla.

"Tuh kan udah gw bilang Alex emang ga baik buat lu. Tapi sekarang lu pasti sedih ya dikhianatin mereka bertiga. Kadang Clar, ada orang-orang yang Tuhan singkirin dari kita, bukan untuk ngecewain kita. Tapi untuk kasih liat, siapa yang sebenarnya pantes ngedapetin kita. Gw bukan bermaksud ikut campur ya, Clar. Tapi, dari sini kita bisa ngeliat kalo lu udah kehilangan orang yang sebenernya cuma manfaatin lu doang, sedangkan Alex? Dia kehilangan orang yang kasih seluruh waktu dan perasaannya buat dia, yang harusnya nangis itu bukan lu Clar, tapi Alex," kata Kennard sambil mengusap air mataku.

Tanpa aku sadari, ternyata air mataku terjatuh ketika mendengarkan omongan Kennard yang membuat semua perasaanku bergejolak di dadaku. Astaga, apa yang sedang aku lakukan? Aku langsung menahan air mataku lagi saat diriku tersadar sedang berada di tempat umum.

"Kadang gimana ya, Ken? Gw setuju banget kok sama omongan lu. Tapi menurut lu, apa ada yang perlu gw intropeksi sama diri gw? Mungkin aja mereka bertiga khianatin gw karena mereka ga suka sama sikap gw." Kataku sambil mencoba mengendalikan nada bicaraku supaya tidak terdengar terlalu sedih.

Kennard terlihat berpikir sejenak sampai akhirnya dia berkata, "Kalo mereka beneran orang-orang baik, mereka bakal nasehatin lu kalo ada yang kurang pantes dari sikap lu, bukan cuma ditinggalin. Kan sesama temen harusnya melangkah bareng. Kalo Alex, liat aja Clar, penggoda emang cocoknya sama pengkhianat. Gw jamin dia bakal nyesel udah ninggalin berlian demi sebiji cabe, pegang omongan gw." Kata Kennard sambil menyelipkan rambutku kebelakang telingaku.

Saat Kennard melontarkan kalimat terakhirnya, pikiranku seketika flashback dengan kata-kata Alex saat itu ditelepon.

Udah tenang ajalah, sayang. Masa aku lebih pilih biji cabe daripada berlian sih? Aku ga sebodoh itu kan kamu tau.

Apa yang dikatakan Alex berhasil menenangkanku waktu itu. Tapi, sekarang semuanya nihil.

Apa yang dikatakan Kennard memang benar. Setidaknya, hal yang aku anggap sangat kacau ini, ada hal yang masih bisa aku syukuri didalamnya. Akupun mencoba untuk memenangkan diri dan memikirkan apapun yang aku anggap bisa membuatku bahagia.

"Daripada lu sedih disini, jalan-jalan yuk," kata Kennard sambil menarikku supaya aku berdiri dari kursiku.

Kennard menarik tanganku setelah keluar dari cafe menuju suatu tempat.

"Mau kemana?" tanyaku yang masih bingung.

"Udah ikut aja," balas Kennard masih menarik tanganku.

Ternyata Kennard membawaku ke tempat bermain.

"Nah, daripada lu galau, mendingan main disini, dijamin ngilangin stress."

Awalnya aku tidak ingin ikut bermain karena masih memikirkan kejadian tadi siang. Sampai Kennard menarikku kekursi dibelakang layar balap virtual dan menyuruhku mengalahkan dia.

"YES! Gw menang!" sorak Kennard saat mobil balap virtual nya menyentuh garis finish.

"Ihhh, gw minta rematch, tadi ga fokus," keluhku.

Kennard pun menuruti permintaanku. Kita mengadakan rematch dan akhirnya akulah yang menang. Selanjutnya, kami juga bermain virtual reality, pump, dan masih banyak lagi. Setelah keluar dari tempat permainan, Kennard pun mengajak aku menonton bioskop.

Awalnya aku ingin segera pulang, namun setelah dibujuk-bujuk, akhirnya akupun menuruti Kennard.

Setelah itu, Kennard pun mengantar aku pulang. "Bilang salam dari gw ya ke bokap nyokap lu, gw balik dulu nih takut keburu dicari nyokap juga," kata Kennard sambil meminggirkan motornya agar lebih dekat dengan pagar rumahku.

"Iya bakal gw sampein. Oh ya Ken, thanks banget ya udah jadi moodbooster gw hari ini. Mungkin kalo ga ada lu, gw bakal lebih galau lagi." Kataku sambil turun dari motornya.

"Haha, santai aja kali, kita kan udah temenan lama. "Yaudah gw cabut duluan, ya. Bye Clar." Kata Kennard sambil putar balik dan pergi dari depan rumahku.

"Halo, Ma. Halo, Pa. Udah pada makan malam?" tanyaku sekaligus menyapa mereka.

"Kamu kan jadiannya sama Alex, kok jalannya sama Kennard? Kalau dia cemburu gimana?" tanya Mamaku langsung.

"Umm.. baru putus, Ma. Dia ternyata beneran kegoda Riska. Bahkan dia ternyata cuma manfaatin aku buat pansos." Kataku membalas pertanyaaan Mamaku.

"Jadi ternyata itu beneran?" tanya Papaku yang sedang duduk bekerja didepan laptopnya.


"Iya. Nih, aku screenshot chat dia sama Riska." Kataku sambil memperlihatkan mereka screenshot tersebut.

"Oh ya, sebenernya tuh aku ga ngerencanain buat jalan bareng Kennard. Semuanya kebetulan. Kebetulan dia dateng pas tadi aku nunggu kendaraan online. Terus ditambah lagi aku diteror Daniel pas pulang. Jadinya aku numpang aja deh ke dia terus sekalian aku ajakin jalan." Jelasku.

"Kalau Mama liat Daniel makin nekat mau nyulik anak-anak buat minta tebusan, Pa." kata Mamaku ke Papa.

Lalu Mama menoleh kepadaku, "Kamu tau ga, tadi kan Mama telat jemput Nathan sama Calistha karena macet, terus si Daniel ngaku-ngaku jadi orang tua yang ngejemput mereka. Untung gurunya ga percaya, jadi mereka ga dikasih begitu aja ke Daniel," kata Mamaku.

Kalau aku pikir-pikir, Daniel nekat sekali. Semua adikku memang masih kecil, - masih kelas 3 SD dan 1 SD - sehingga pasti lebih mudah untuk menculik mereka jika Daniel mau.

"Hmm. Kalau Papa pikir-pikir, kenapa ga kita tuntut aja dia? Kalau dia masih ga kapok juga, kita jeblosin dia ke penjara atas kasus perencanaan penculikan anak. Mulai sekarang, Claren, kamu kalau dapat chat seperti itu dari Daniel jangan dihapus, suatu saat bisa jadi bukti kuat." Kata Papaku.

"Widih gitu ya Pa, insting pengacaranya langsung jalan nih," ledek ku kepada Papa.

"Yaudah gih, sekarang kamu bersih-bersih terus kita makan malam," balas Papaku.

God Sees My StrengthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang