chapter 5 - kebenaran

84 53 8
                                    

Hari ini.

*tuuut...tuuut*

“Hi, Lex” sapaku langsung.

“Hi, Clar. Tumben langsung nelepon, biasanya chat dulu. Ada apanih?”

“Umm.. gimana ya Lex, aku bingung mau mulai darimana.” Kataku sambil berusaha menymbunyikan getaran disuaraku akibat gelisah dan mulai panik.

“Hey, kenapa kamu? Cerita aja gapapa kok.”

Alex pasti sedang tersenyum diseberang sana. Akupun mulai terbayang wajahnya yang selalu tersenyum dikala berbicara kepadaku, yang selalu berhasil menularkan senyumannya kepada wajahku.

“Halo? Clar, kamu gapapa?”

Aku tersentak. “Oh gapapa kok, Lex. Sebenernya aku cuma pengen nanya, tapi jangan tersinggung ya, aku cuma berniat nanya kok,” kataku berusaha mengendalikan topik pembicaraan.

“Iya, Claren sayang, gapapa nanya aja, daritadi ngomongnya muter-muter bikin bingung aja,” balas Alex disertai dengan sedikit tertawa.

“Umm.. emangnya bener ya kamu digodain Riska? Maksudnya, iya aku tau kalo kalian satu kelompok drama bareng, tapi apa bener dia minta kami jadi lawan mainnya sampe berlebihan banget actingnya?” Entah bagaimana namun apa yang ada dipikiranku aku ucapkan begitu saja dengan sedikit panik.

“Iya, aku memang sekelompok drama sama dia, tapi actingnya enggak gimana-gimana amat kok, masih wajarlah menurut aku. Udah tenang ajalah, sayang. Masa aku lebih pilih biji cabe daripada berlian sih? Kan kamu tau, aku ga sebodoh itu. Jangan marah yaaa,” kata Alex dengan nada membujuknya yang khas diucapkannya setiap kali aku mulai cemberut.

Aku menghela napas panjang. Untung saja. Aku pikir aku akan kehilangan Alex.

          ***

“Cam, lu yakin ga salah liat? Gw baru kemarin lho tanya Alex terus dia bilang ya cuma acting sewajarnya aja.” Kataku kepada Camila sambil berjalan kemeja kantin yang biasa kami tempati.

“Seribu persen, Clar. Gw liat itu pake mata kepala gw sendiri, gimana mau dibantah?” balas Camila sambil mulai makan.

“Kalian bahas apa ya, kok keliatannya seru banget? Kita diajak juga dong, kan mau tau bahan gibahan baru, ya ga?” kata Janice yang diiyakan oleh Carla dan Griselle.

“Sebenernya cuma salah paham aja sih, Camila bilang kemarin dia liat Alex mau-mau aja digoda Riska pas kelas drama, tapi gw udah konfirmasi sama Alex kemarin dia bilang dia actingnya wajar-wajar aja kok katanya,” balasku santai.

“Hmm, tapi gw bukan bermaksud bela Camila ya, Clar. Gw cuma takut Alex beneran kegoda tapi dia ga mau ngaku ke lu. Lagian kan lu berdua juga tahun ini ga sekelas. Apalagi kalau ternyata dia licik, takutnya dia ga mau mutusin lu cuma buat panjat sosial,” kata Griselle was-was.

“Lagian-,” Kata-kata Griselle terpotong oleh teriakan dari sisi kantin lainnya, “CIEEEE! Alex ternyata selama ini diem-diem ngelirik-lirik Riska ya,” teriak salah satu anggota gengnya Riska.

Aku tertegun. Perlahan, aku gerakan kepalaku kearah sumber suara tersebut, ingin melihat apa yang terjadi. Lalu aku bisa melihat Alex sedang merangkul Riska hendak memeluknya. Mataku dan Alex bertemu, ia terlihat panik saat melihatku.

Persis disebelahnya adalah Riska yang sedang menggerakan tubuhnya mendekati Alex. Saat ia melihatku, ia tersenyum sinis kepadaku, seolah mengisyaratkan kepadaku kalau ia sudah menang.

Aku tak bisa mengendalikan perasaanku lagi, aku lari kebelakang kantin. Aku pikir Alex akan mengikutiku setidaknya, tapi ia bahkan tidak bergerak dari tempatnya yang dipenuhi oleh gengnya Riska, malahan yang mengejarku hanyalah teman-temanku saja.

Jangan nangis.. jangan nangis.. pikirku.

“Clar, lu gapapa?” tanya Griselle.

“Sabar ya, lu pasti kuat kok,” kata Janice.

Rasanya diriku masih beruntung memiliki teman seperti mereka.

*bip bip*
Handphoneku tiba-tiba bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Siapa yang mengirim pesan di jam sekolah seperti ini? Aku merogoh sakuku untuk mengecek pesan yang  baru masuk.

Alex. Ishh, mau ngapain lagi dia chat? Kejadian tadi belum cukup? Aku membuka ruang chat dan ternyata pesan yang baru terkirim berupa pesan suara.

”Clar, kejadian tadi ga seburuk yang kamu liat dan aku berani jamin semua ini cuma kesalahpahaman. Boleh ga kamu denger penjelasan aku sedikit aja? I love you” begitulah bunyi pesan suara dari Alex.

“Clar, lu beneran masih mau denger penjelasan dia?” tanya Griselle, agak mendesakku.

“Hmm.. iya. Siapa tau ini cuma akal-akalan Riska doank, kita mana tau.” Balasku sambil berusaha mengendalikan nada suaraku.

*KRINGGG!!*
Bel selesai istirahat berbunyi dan membuat semua temanku mendahuluiku masuk kelas.

God Sees My StrengthWhere stories live. Discover now