chapter 3 - titik balik hidupku

138 81 10
                                    

2 tahun yang lalu.

"Hi Lex, kamu kelas 7 apa?" sapaku riang sambil menepuk bahu Alex dari belakang.

"Eh ya ampun, Clar. Bikin kaget aja," balas Alex yang kaget melihatku.


"Dapet 7C, kamu?" lanjutnya.

"7F. Kita ga sekelas deh. Yahh.." gerutuku sambil memasang ekspresi wajah sedih yang dibuat-buat seperti anak kecil.

"Gapapa.. kan tiap istirahat juga ketemu. Lagian disekolah baru kita kan muridnya banyak. Kelasnya aja satu angkatan ada delapan." Balas Alex sambil tersenyum manis kepadaku.

"Yaudah gapapa kita ga sekelas. Tapi kamu mesti janji ya ga lupa sama aku kalau udah punya temen baru!"

"Iya deh, janji!" balas Alex sambil menyodorkanku jari kelingkingnya.

"Hmm.. gimana ya.. percaya ga yaa.." balasku bercanda dengan wajah seolah sedang berpikir keras.

"Gimana caranya supaya aku bikin kamu percaya sama aku? Harus aku bikin kamu jadi satu-satunya kah baru kamu percaya?" tanya Alex kepadaku semakin menjadi-jadi.

Aku terdiam sejenak mencerna kata-katanya takut bahwa aku salah mendengar.

"Apa?" tanyaku bingung.

Alex maju selangkah mendekat kepadaku lalu mengambil kedua tanganku dengan kedua tangannya, lalu mencium tanganku.

"Claren, aku udah suka sama kamu sejak dulu dan bersedia buat dekat terus sama kamu. Aku mau kamu jadi satu-satunya buat aku. Kamu mau ga jadi pacar aku?"

Aku tidak salah dengar ternyata. Apakah ini hanyalah mimpi? Alex yang berada didepanku tertawa melihat reaksiku. Aku bisa menebak bahwa raut wajahku saat ini pasti terlihat sangat gugup dan mataku terbelalak kaget.

"Kayanya kamu udah terlalu gugup yah aku tembak? Yaudah deh, jawabnya besok aja. Gapapa, aku sabar nunggunya kok," kata Alex sambil kembali mundur ke posisi semulanya.

"A-al-Alex.. A-aku m-mau kok," balasku dengan kata-kata yang terbata-bata.

Aku tarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi rasa gugupku "Iya! Aku mau!"

***

"Halo, Ma." Sapaku kepada mamaku sambil menutup pintu rumah dan langsung meletakkan tas dengan sembarang.

"Hi, kamu kenapa? Kok mukanya berseri-seri gitu?" tanya Mamaku penasaran.

Aku balik melihat wajah Mamaku yang tak kalah berseri-serinya dibandingkan aku, "Kayanya aku deh yang harusnya nanya gitu ke Mama." Balasku ringan.

"Mama ketemu sama pengacara tadi di pengadilan negeri. Katanya dia mau bantu Mama urus surat cerai sama Papa kamu.."

"Tapi Mama udah yakin banget mau cerai sama Papa? Aku sih juga sebenarnya gamau liat Mama terus-menerus ditindas disini, tapi aku, Calistha, sama Nathan gimana? Siapa yang mau biayain kita, Ma?"

"Ya makanya Mama mau konsultasi dulu sama dia enaknya gimana. Tenang aja Mama pasti selalu utamain kalian kok," balas Mamaku.

Kalau aku pikir-pikir. Ada benarnya Mama harus berkonsultasi. Apakah aku kelak siap melihat Mamaku sendirian? Lalu siapa yang akan mengurus Calistha dan Nathan? Rasanya semua ini masih menjadi misteri yang sama sekali belum bisa kutebak.

***

Hari ini.

"Clar, gw punya info buat lu, deh," kata Camila sambil menghampiriku dikelas sebelum bel masuk berbunyi.

"Apa, Cam? Kok muka lu panik banget sih?"

Camila menarik nafasnya dalam-dalam dan berkata, "Gw gatau sih ini bener atau enggak, tapi kok kalau gw perhatiin cowo lu kaya terima godaan dari ketua geng cabe dikelas gw sih?"

Aku tersentak. "Hah masa sih, Cam? Si Riska? Lu liat sendiri? Gimana godainnya dan gimana kegodanya?" aku langsung bertanya dengan nada yang terdengar panik.

"Yaa.. jadi kan mereka ada proyek drama bareng, terus tadi mereka bahas tuh maunya gimana, eh terus si Riska bilang dia mau jadi putrinya. Terus dia nunjuk cowo lu jadi pangeran dan dia mau-mau aja gitu, sambil dipegang-pegang lagi tangannya," cerita Camila sambil mengingat-ingat kejadian.

"Parahnya lagi, cowo lu senyum-senyum lagi pas tangannya dipegang Riska." Lanjut Camila.

*KRINGGG!!!* bel tanda masuk kelas berbunyi.

"Kita bahas lagi nanti ya, Clar, pas istirahat. Kalau ada info lagi, gw bakal langsung kasih tau," kata Camila.

"Cam," kata ku sambil memegang pergelangan tangan Camila saat ia hendak lari kekelasnya.

"Jangan kasih tau yang lain dulu ya, gw bakal coba ngomongin baik-baik dulu ke Alex biar ga ada kesalahpahaman," sambungku yang dibalas oleh anggukan Camila yang habis itu langsung lari kekelasnya.

***

"Pa, masa kata Camila dia ngeliat Alex digoda Riska terus Alex mau-mau aja sih?" kataku kepada Papaku sepulang sekolah.

"Kamu udah tanya langsung ke Alex? Ya segala sesuatunya kan harus kita lihat dari dua sisi biar ga salah paham," balas Papaku.

"Ya belum sih, Pa. Tapi aku takut jawaban Alex nanti nya ga sesuai harapan." Balasku lagi sambil menahan air mataku.

"Apapun yang terjadi bukannya kamu bilang kamu percaya itulah yang terbaik dari Tuhan?" tanya Papaku lagi.

Baiklah, kalau begini caranya, aku akan menyelesaikan sendiri dengan Alex. Aku akan meneguhkan hatiku atas apapun yang akan terjadi.

Apa kalian bingung mengapa aku bisa sedekat itu dengan Papaku? Bukankah Papaku bukan Ayah yang baik bagi anaknya dan suami yang baik bagi istrinya? Jadi, inilah kisahnya


God Sees My StrengthWhere stories live. Discover now