5.Pulang Bersama

497 86 40
                                    

Alena merengangkan otot otot tangannya yang terasa kebas, hanya duduk dan membaca berkas berkas para pasien ternyata cukup menguras energi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alena merengangkan otot otot tangannya yang terasa kebas, hanya duduk dan membaca berkas berkas para pasien ternyata cukup menguras energi.

Sebenarnya jam prakteknya sudah berakhir sejak beberapa jam yang lalu, namun tadi pak Joko sopir pribadinya menelpon tidak bisa menjemput karena anaknya yang tiba tiba sakit dan harus segera dibawa kerumah sakit. Mungkin untuk beberapa hari kedepan ia akan menyetir sendiri.

Alena melirik jam dipergelangan tangannya, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.02 malam. Bergegas Alena meraih jas yang tersampir di punggung kursi dan melenggang keluar ruangannya dengan tangan kanan yang menenteng tas kerja.

Menyusuri lorong rumah sakit yang mulai sepi, ia merogoh tas mencari benda pipih disana berniat untuk memesan taksi online. Belum sempat ia mengaktifkan handphone, sapaan seorang laki laki membuat ia kembali mengangkat wajah.

"Dijemput, dokter Alena?"

Laki laki itu Elang, yang sekarang menjajari langkah Alena keluar area rumah sakit. Kenapa laki laki ini seperti membuntutinya.

"Eh, oh saya pesan taksi online. Dokter Elang sudah mau pulang?"

Tergagap Alena menjawab. Ini gila, dadanya berdebar kencang, disertai pipinya yang mulai memanas.

"Kalau begitu sekalian saya antar dok, saya mau kerumah kakak saya yang kebetulan searah sama jalan kerumah dokter Alena? Lagian ini sudah malam."

"Apa tidak apa apa dok? Maksud saya, saya tidak enak merepotkan dokter Elang"

Ralat Alena cepat, wajahnya benar benar semerah tomat sekarang. Membuat Elang tersenyum kecil menyadari itu. Siapa saja tolong tenggelamkan Alena dirawa rawa, ia malu, sungguh.

"Tidak merepotkan sama sekali, mari dok mobilnya saya parkir diluar"

Didalam mobil hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka, Elang fokus dengan kemudinya sedang Alena menunduk masih menetralkan detak jantungnya yang bertalu cepat.

"Ekhmm"

Elang berdehem pelan, berusaha mengalihkan atensi Alena yang menunduk dalam. Perempuan ini kenapa begitu mengemaskan saat terlihat malu malu seperti ini.

"Bagaimana hari ini Al? Saya akan panggil kamu dengan panggilan Al. Tidak keberatan kan?"

"Boleh dokter El --" ucap Alena mengantung.

"Panggil Elang tanpa embel embel dokter saat kita sedang diluar rumah sakit". Potong Elang cepat.

" oh, .. Ya Elang" Jawab Alena gugup.

"Kenapa mukamu memerah? Apa panas? Ac nya sudah saya hidupkan tadi".

"Bukan, maksud saya .. " bodoh, kenapa bisa ketauan. Alena menggerutu dalam hati, apa sejelas itu.

Suasana kembali canggung saat Alena terdiam tak tau hendak menjawab apa. Dan Elang kembali fokus pada jalanan didepan.

"Sudah sampai"

"Eh, terimakasih Elang atas tumpangannya dan selamat malam" ucap Alena membuka pintu mobil dan dengan langkah tergesa mulai menginjakkan kaki di aspal sebelum Elang sempat menjawab.

"Tunggu" Sergah Elang mencekal lengan Alena kuat.

"Tidak gratis"

"Ya?"

"Besok temani saya makan siang? Kamu praktek pagi kan?"

Melihat gelagat Alena yang seperti menolak ajakannya Elang langsung menjelaskan detail maksudnya.

"Bukan dengan saya saja Alen. Kita akan makan siang dengan yang lainnya juga. Kamu masih dokter baru dan perlu mengenal dokter yang lain juga biar lebih akrab dan saling mengenal. Bisa kan?"

"Bisa, akan saya usahakan. Nanti kirimi saja alamatnya."

"Tulis nomor telepon kamu disini" Ucap Elang mengangsurkan ponselnya. Alena segera meraih benda persegi tersebut dan mengetikkan nomor teleponnya disana.

"Terima kasih. Besok saya kabari. Selamat malam dan semoga mimpi indah"
Ujar Elang disertai senyum kecil.

Alena hanya menjawab dengan anggukan dan berlari tergesa berjalan menuju gerbang rumah.

****

Berbaring dikasur Alena membolak balikkan badannya mencari posisi tidur ternyaman. Menyerah, malam tadi tadi sungguh menganggu fikirannya. Bangun, ia bersandar di kepala ranjang.

Kantuk itu belum menghampirinya, membuat Alena mengerang frustasi. Kenapa efek Elang sebegini mempengaruhinya. Mereka baru mengenal beberapa hari belakangan tetapi Elang seakan memiliki magnet yang mampu menarik perhatiannya.

Tingg

Bunyi handphone diatas nakas menyadarkan Alena dari lamunannya, duduk tegak ia mengambil benda persegi tersebut.

Elang. Batin Alena. Senyumnya mengembang hanya dengan membaca pesan berisi ucapan selamat malam dari pria itu.

Tak mau berfikir semakin jauh Alena memilih mengabaikan pesan tersebut dan mengembalikan ponsel ketempat semula. Kembali berbaring ia memaksa matanya untuk terpejam menghapus bayang bayang Elang yang menari nari dalam kepalanya.


HAPPY READING ♥️

18 JUNI 2020

Liku KehidupanWhere stories live. Discover now