11. Perhatian Elang

368 30 12
                                    

Selesai makan malam Elang mengajak Alena pergi suatu tempat, tempat dimana mereka bertemu untuk pertama kali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selesai makan malam Elang mengajak Alena pergi suatu tempat, tempat dimana mereka bertemu untuk pertama kali. Mengingat itu membuat Elang tersenyum geli, ia ingat bagaimana tingkah absurd perempuan yang kini tengah duduk anteng disampingnya setelah kenyang memakan seporsi nasi goreng. Ia jadi berfikir apakah semua perempuan begitu, saat mereka kenyang mereka hanya akan diam dan terlihat enggan mengeluarkan suara.

"Ayo turun, sudah sampai."

"Hah?"

Alena tergagap menanggapi, kenapa akhir akhir ini ia seperti kehilangan fokus sih.

"Kenapa kesini sih mas? Rame begini, mau cari apa juga ke taman malam malam."

Perempuan itu memicingkan matanya menatap Elang kesal yang kini tengah memperhatikannya dengan kedua alis terangkat.

"Mau nostalgia. Mau ikut apa aku tinggal?"

Tuh kan sikap menyebalkan Elang kambuh lagi. Laki laki ini selain jago berdebat ternyata juga cerdik membuat lawannya tak ada pilihan lain selain menurut. Dengan muka ditekuk kusut Alena berjalan cepat menjajari langkah Elang yang lebih dulu berada didepannya. Laki laki tak peka, Alena menggerutu dalam hati.

"Gak usah cemberut gitu deh dek, dari tadi mukanya asem banget."

"Ya lagian, ngapain coba kita malam malam begini ke taman. Banyak hantu mas."

Alena bergidik ngeri, ia hanya merasa horor berada ditempat yang banyak pohonnya begini malam malam, walaupun banyak orang tapi tetap saja terlihat begitu suram seperti nasibnya.

"Mas jadi ingat waktu pertama kita ketemu di taman ini. Tau gak muka kamu itu kayak orang o'on dek, melongo. Sebenernya mas sempat berfikir kalau kamu terpesona, tapi saat kamu milih lari ... "

"Makanya jangan kepedean jadi orang, siapa juga yang terpesona. Aku cuma heran aja, ada gitu orang yang belum kenal tapi minta izin buat duduk ditempat yang udah didudukin orang lain. Pake ngaku kursi lain penuh lagi, padahal kalau mau nyempil masih bisa tuh mas duduk di sana"

"Kenapa ketawa, ada yang lucu gitu?"

Alena melotot tajam ke arah Elang yang saat ini malah tertawa terbahak menatapnya dengan tangan lelaki itu yang menutup mulutnya sendiri berusaha untuk meredakan tawa.

"Gak, lucu aja denger kamu ngomong panjang lebar begitu. Berasa lagi diomelin istri karena telat pulang kerja"

Perempuan itu memutar bola matanya malas, kenapa dari kemaren laki laki ini selalu menyangkut pautkan sesuatu dengan kata istri. Apa Elang benar benar sudah ingin menikah.

"Kamu tau dek .."

"Gak tau tuh"

Alena menjawab cuek yang dibalas Elang dengan dengkusan kasar, perempuan ini bisa tidak untuk tidak memotong ucapanya sebelum ia selesai bicara.

"Soal yang tadi sore, mas bener bener serius sama kamu."

Elang menatap Alena dengan serius dan terlihat kesungguhan dikedua bola mata laki laki itu. Sedangkan Alena yang ditatap demikian merubah mimik wajahnya dan balik menatap Elang dengan tatapan yang tak kalah seriusnya.

"Apa mas bisa sabar? Karena aku gak bisa menjanjikan apapun. Semuanya terasa cepat mas, kita baru kenal beberapa bulan dan kedekatan kita juga bisa dihitung minggu"

"Kamu hanya perlu percaya sama mas, lihat perjuangan mas untuk mendapatkan kepercayaan kamu. Mas gak tau apa yang udah kamu alami sampai sampai kamu terlihat enggan untuk berdekatan dengan yang namanya laki laki, pikirkan baik baik karena mas yakin luka kamu akan sembuh saat kamu menemukan obatnya"

Alena tertegun mendengar ucapan Elang, apa laki laki didepannya ini sudah tau tentang masa lalunya.

"Mas mau tau?"

"Apa"

Elang menatap binggung Alena yang kini malah melontarkan pertanyaan ambigu. Setelahnya perempuan itu menarik nafas kuat dan menghembuskannya perlahan. Terlihat ada luka pada mata jernih itu saat Elang menatapnya, dan ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menyembuhkannya.

"Papa aku bukan laki laki baik itu yang bisa aku lihat. Selama lima belas tahun aku hidup sama papa, aku kira papa akan setia sama almarhumah mama. Tapi ternyata..."

Alena menghentikan ucapanya untuk menenangkan hatinya yang tiba tiba berdenyut sakit. Matanya bahkan sudah berkaca kaca saat mengingat pengkhianatan papanya pada mendiang mama, ia merasakan sakit itu bahkan teramat sakit dan Alena tidak sanggup membayangkan bagaimana sakitnya perasaan sang mama saat tau suaminya sendiri telah mengkhianati pernikahan mereka bahkan membagi cinta dengan wanita lain dan memiliki anak dari wanita itu.

"papa menikah dan memiliki anak dengan wanita lain dan saat itu mamaku masih hidup mas, dan mas tau seberapa besar rasa kecewaku ke papa ... Sangat besar, bahkan benci dan dendam ini tidak berkurang sedikitpun walau sudah sepuluh tahun berlalu."

Alena meremas dada kirinya kuat, disana .. hatinya teramat sakit seperti tertusuk ribuan pisau. Ia menyerah, air mata itu kini sudah berlomba lomba keluar bahkan isakan yang ia tahan mati matian berhasil mengkhianati prinsip yang selama ini ia pegang. Ia gagal, gagal untuk tidak menangis saat mengingat kenyataan menyakitkan itu lagi.

Elang yang melihat Alena menangis memilih menarik perempuan itu kedalam pelukannya, tangannya terangkat mengusap punggung Alena yang bergetar karena tangis dan bibirnya berkali kali mengecup puncak kepala perempuan itu penuh sayang.

Ia memahami perasaan Alena, sedikit banyak ia tahu luka yang dirasakan Alena tidak akan mudah dilupakan mengingat pancaran sendu perempuan itu yang sering ia lihat diam diam.

"Sekarang kita pulang ya, nanti mas dikira kdrt kalau kamu nangis nangis begini"

Elang melepas pelukannya yang dibalas Alena dengan cubitan lumayan keras.

"Ishh, emang kita udah nikah apa"

Alena bersungut sungut, lalu memilih bangkit dari kursi taman berjalan mendahului Elang yang melangkah dibelakangnya.

"Yaudah kalau gitu ayo nikah, mas juga udah siap"

"Dikira nikah itu tahu bulat apa, dadakan"

"Lhah tadi katanya belum nikah, makanya mas ajak nikah"

Alena memilih acuh dan kembali melangkah menuju mobil mereka terparkir diikuti Elang yang kini berjalan bersisian.

"Pantes ya hari ini ada yang kurang, adek belum kasih senyum ke mas ternyata"

"Ini sudah"

Alena memberikan senyum terpaksa pada Elang, laki laki ini banyak sekali maunya.

"Yang ikhlas dong, coba sekali lagi biar manisnya keliatan"

"Aku bukan anak kecil mas"

Alena mencebikkan bibirnya kesal dan Elang hanya mengulum senyum geli melihat ekspresi wajah Alena yang mengemaskan. Ia berharap, suatu saat nanti ia bisa mengembalikan senyum hangat itu terbit di wajah Alena setiap harinya.

Happy Reading

13 Agustus 2020

Selamat siang semuanya, rasanya udah lama banget gak update. Kadang nulis gitu suka gak mood, males ngetik dan alesan lain jadilah ceritanya gak lanjut sampe berhari hari.

Yang masih nunggu kelanjutan cerita ini  komen ya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 06, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Liku KehidupanWhere stories live. Discover now