10.Malam Minggu

317 35 27
                                    

Alena masih termenung dibalkon kamarnya setelah kepergian Rama sepuluh menit yang lalu, matanya awas menatap langit yang di penuhi gemerlap bintang bintang dan bulan yang menggantung indah di langit malam

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Alena masih termenung dibalkon kamarnya setelah kepergian Rama sepuluh menit yang lalu, matanya awas menatap langit yang di penuhi gemerlap bintang bintang dan bulan yang menggantung indah di langit malam.

Ia ingat dulu saat mamanya masih ada mereka sering menghabiskan malam diteras rumah menunggu papa pulang juga untuk mengagumi ciptaan tuhan dan berbagi cerita. Ia yang memang dulu cerewet selalu menceritakan dan menanyakan apapun pada mama yang ditanggapi dengan penuh kesabaran. Mengingat dulu ia jadi merasa kesepian sekarang, malam malam yang ia lalui kini penuh dengan kesakitan juga kebencian. Tak banyak yang tau memang kalau ia masih sering menangis diam diam, hanya bang Rama yang beberapa kali memergokinya saat ia masih tinggal di rumah bunda dulu.

Mengingat itu Alena menghembuskan nafasnya kuat, masih tak percaya dengan hidup yang kini ia jalani. Bahkan papanya tak pernah berusaha menemuinya selama ia kembali lagi ke Jakarta, entah mungkin papanya sudah bahagia dengan keluarga barunya dan melupakan dirinya atau karena rasa bersalah yang begitu besar sampai tak berani menemuinya, namun ia memilih untuk tidak peduli walau disudut hatinya yang lain merasa tersisihkan dan tak diinginkan.

Ponsel yang berdering menyadarkan Alena dari lamunannya, ia mengambil benda pipih itu cepat dan langsung mengangkatnya.

"Selamat malam tuan putri"

Sapaan di sebrang sana membuat Alena mau tak mau menarik kedua sudut bibirnya, merasa aneh dengan panggilan baru yang disematkan Elang padanya.

"Selamat malam juga"

"Aku yakin kamu belum makan, keluar yuk sekalian jalan jalan malam"

"Saya gak mau ah dok kalau jalan jalan maunya naik mobil"

Candanya yang membuat Elang terkekeh pelan.

"Masa sih saya tega ngajak anak orang jalan kaki malem begini, dan jangan panggil saya dokter saat kita diluar rumah sakit oke karena kita sudah sepakat waktu itu"

"Terus saya panggil apa? Kalau Elang terkesan gak sopan karena dokter lebih tua dari saya"

Kata Lebih tua yang ditekankan Alena membuat Elang mendengkus jengkel, tadi sore saja perempuan itu menangis dengan tak tau malunya dan sekarang Alena berani menggodanya. Secepat itukah mood perempuan berubah?

"Kalau begitu mas, biar kalau kita kalau sudah nikah nanti kamu gak kaku manggilnya"

Alena cemberut walau ia tahu Elang tak akan melihatnya

"Gak ah, emang kita bakal nikah lagian lebih nyaman panggil dokter biar keliatan keren"

Alena terkikik geli ia sangat yakin disana Elang pasti jengkel dengan sikapnya barusan. Biarlah sekali kali menggoda tak salah kan.

"Saya di depan rumah kamu. Gak ada inisiatif buka gerbang gitu"

Alena membulatkan matanya lalu mengarahkan pandangannya kearah gerbang rumahnya, dan benar mobil Elang terparkir disana. Bagaimana bisa? Padahal ia tak mendengar deru mobil saat panggilan masih berlangsung atau laki laki itu sudah lama berada disana.

Liku KehidupanWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu