1

771 93 45
                                    

Happy reading...

Pagi yang indah tapi berubah drastis kala Livia mendengar suara berisik dari rumah sebelah. Suara musik diputar dalam volume maksimal dan teriakan sang penyanyi yang mengguncang telinga Livia.

Dengan rasa malas, Livia bangun dan berjalan menuju balkonnya. Kebetulan sekali, balkon kamarnya menghadap langsung ke balkon kamar sebelah.

Saat akan menutup pintu, sebuah wajah menatap Livia dengan wajah tak bersalah dan menjulurkan lidah nya.

"SUMPAH! SUARAMU JELEK!!" teriak Livia keras.

Seakan pura-pura tak mendengar teriakan Livia, Rangga hanya nyengir kuda. Dan kembali mengikuti alunan musik.

"Dasar!" umpat Livia.

Livia kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang dengan kasar. Minggu pagi, enaknya pake rebahan dan rebahan.

Tapi panggilan Mamanya membuat Livia terpaksa bangun lagi.

"Aghh!" teriak Livia.

Livia gemas dan mengacak rambutnya.

Dengan cepat Livia keluar dari kamarnya dan langsung menuju dapur.
Ekspresi wajah yang kesal langsung terpancar dari wajah Mamanya Livia.

"Anak perawan kalau pagi tuh bangun dan langsung masak di dapur, gak bangun-bangun langsung makan." omel Bu Diza.

"Kan hari libur, Ma." kilah Livia.

"Oh...gitu? Libur mandi, libur makan dan libur uang jajan juga, kan? Wuih..Mama merdeka hari ini. Libur terus deh Liv, uang belanja Mama numpuk jadinya." ucap Bu Diza.

Livia melirik Mamanya yang tersenyum sendiri, tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa Bu Diza bangunin Livia kalau cuma mau ngejek, Buk?" Tanya Livia gemas.

Mamanya langsung menghentikan aktivitasnya memotong sayuran. Menatap tajam Livia, setajam pisau di genggamannya.

"Antar tuh kue ke rumah sebelah. Bilang Tante Trisna kalau Mama kembaliin piringnya." titah Bu Diza sambil menunjuk kearah kue Lapis Surabaya buatannya.

Livia menatap piring berisi kue dengan malas.

"Males." jawab Livia pendek.

"Bertengkar lagi sama Rangga? Kapan kalian gencatan senjata sih? Dari jaman A sampe Z, gak ada akur-akur nya?" Bu Diza menggelengkan kepalanya pelan.

Bertetangga lebih dari 16 tahun,tapi gak ada senyum diantara Livia dan Rangga. Hanya ejekan dan umpatan yang selalu terdengar dari keduanya.

"Apa kamu yang gak normal ya, cowok ganteng kayak gitu kok di jutekin."

Haloo...ganteng? Ganteng dari Monkey Forest kayaknya...sungut Livia dalam hati.

"Ya...ya...ya..." jawab Livia pasrah.

Dengan malas Livia meraih piring berisi kue dan menutupnya dengan tisue. Segera kakinya melangkah menuju ke rumah sebelah, rumah Rangga.

Rumah berpagar tanaman itu tak pernah sepi dari pengunjung. Maksudnya, rumah Rangga selalu menjadi tempat berkumpulnya teman-teman Rangga.

Terlihat beberapa teman Rangga yang juga teman sekelasnya, menatap heran dengan kedatangan Livia.

"Eh...Livia, mau ngapain? nyari aku ya?" tanya Bimo dengan wajah lugunya.

"Ck...ck...ck." Livia hanya berdecak sebal melihat cowok sok akrab itu menyapanya.

"Rangga, ada julietmu." teriak Agung dengan kerasnya hingga semua mata memandang Livia.

My Neighbour My Enemy (SUDAH TERBIT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz