15

267 47 9
                                    

Happy reading...

Berkali-kali Livia harus menyeka hidung dan matanya. Setiap kali bersin, air matanya mengembun. Ini efek dari alergi dingin yang menyerangnya.

Rangga hanya bisa membantu Livia dengan menyediakan bahunya. Merangkul tubuh Livia yang lemah dan salah satu tangannya memegang satu kotak tisue.

Untung Bu Titiek memberikan izin pada Livia dan Rangga untuk pulang.
Setelah kejadian yang menimpa Livia di kamar mandi, membuat Rangga tambah membenci Avril.

"Ngga...tuh taksi onlinenya udah datang." kata Asti yang langsung membantu Livia bangun dari ranjang.

"Aku akan gendong kamu biar cepet sampai ke taksi." ucap Rangga.

Dirapikan sejenak rambut dan baju Livia.

"Gak usah di gendong, aku malu." tolak Livia.

Tapi yah begitulah si Rangga, menggendong tubuh Livia ala bridal ke taksi yang sudah menunggu. Livia hanya bisa pasrah dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Rangga.

Berteriak juga gak berguna, toh Livia juga merasakan tubuhnya lemas. Di tatapnya wajah Rangga yang fokus menatap ke depan.
Menatap taksi yang memasuki halaman sekolah.

Kecebong ini ganteng banget apalagi kalau romantis kayak gini...Livia tersenyum merasakan ada getaran jatuh cinta yang mulai menyusup ke hatinya perlahan.

Yang sejak lama ingin dirasakannya, sejak sepuluh tahun lalu.

Teman sekelas Livia yang semula khawatir dengannya, segera keluar dari kelas kala sebuah mobil memasuki halaman sekolah. Melihat Rangga yang menggendong Livia dengan sekali-kali tersenyum membuat teman sekelasnya bersorak menggoda dengan melontarkan beberapa sindiran.

Cie...cie...jerry digendong tom..baper nih...baper.

Kalau akur gitu kok aku ngerasa gak seru lagi kelas kita.

Aduh, aku jadi pingin cepet punya pacar. Jiwa iri jombloku meronta.

"Duh, malu aku, Ngga." keluh Livia pelan.
Rangga hanya tersenyum.

Sopir taksi segera membuka pintu belakang. Asti yang mengekor Rangga, menyerahkan tas Rangga dan Livia.

"Makasih Asti, muach." kata Livia dengan kiss bye-nya.

"Iya." jawab Asti pendek sebelum berlalu untuk kembali ke kelasnya.

Rangga duduk di dekat Livia. Meraih kepala gadisnya dan menyandarkan di pelukannya.

"Jalan, Pak." kata Rangga pada sopir taksi online.

"Pejamkan matamu." bisik Rangga.

"Aku gak bisa, aku terlalu pusing untuk bisa memejamkan mata."

"Hemmm." jawab Rangga.

Tangan Livia meraih tangan Rangga dan menggenggamnya erat.

"Tangan ini dari dulu ingin aku genggam tapi terlalu jauh dari jangkauan." gumam Livia.

Rangga mengaitkan jemarinya erat dengan jemari Livia.

"Aku ingin kau berjanji satu hal." pinta Rangga.

"Apa?"

"Kau tau aku badboy, berubah dalam semalam adalah hal yang mustahil. Tapi jangan menyerah untuk tetap di sampingku. Mengerti."

"Hemm."

"Jangan lupa kau sudah berjanji padaku dan aku akan menagihnya suatu saat nanti."

Livia berusaha mengangkat kepalanya pelan. Di tatapnya mata Rangga dengan rasa penasaran.

My Neighbour My Enemy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now