11

312 55 13
                                    

Happy reading...


Rangga terbangun karena suara ponsel yang berdering terus. Rangga mencoba menutup kedua telinganya menggunakan bantal, tetap saja suara ponsel Livia mengganggu ditengah heningnya malam.

Rangga terpaksa bangun dari tempat tidurnya. Mencari asal suara ponsel Livia.
Sejenak Rangga ragu untuk mengetuk pintu kamar, tempat Livia tidur.

Berhenti di depan pintu dan menempelkan daun telinganya dipintu. Ponsel itu kembali berdering.

"Nih anak, tidur apa pingsan sih?" keluh Rangga yang gemas dengan suara ponsel Livia.

Perlahan Rangga membuka pintu kamar Livia.
"Liv...Livia." panggil Rangga pelan.

Livia menoleh pada Rangga dengan tatapan sedih. Meringkuk di sudut ruangan kamar dengan kedua tangannya memeluk kedua lututnya.
Ponsel di sampingnya sengaja di biarkan berdering.

Rangga berlutut di depan Livia. Matanya menangkap nama penelfon di layar ponsel Livia.

"Mamamu telfon, kenapa gak diangkat? mungkin penting Liv." desak Rangga.

Livia menggeleng pelan. Rangga meraih ponsel Livia dan menyodorkan pada gadis di depannya.

"Angkat, Liv." pinta Rangga.

Livia menggeleng lagi. Rangga menggeser layar ponsel dan mengaktifkan speakernya.

"Liv, kenapa dari tadi gak diangkat?" suara khawatir Bu Diza terdengar.

Sesaat kemudian suara helaan nafas lega dari seberang telfon tertangkap oleh rungu Rangga.

"Liv, balas chat Mama nak."

"Nanti, Ma." akhirnya Livia membuka suaranya.

"Pikirkan tawaran Mama, ini untuk kebaikanmu. Bukankah kau ingin menjauh dari Rangga? Ini adalah kesempatanmu."

Rangga melotot kearah Livia, mata gadis itu mulai mengembun.

"Iya! Dia memang menyebalkan." jawab Livia yang spontan merebut ponselnya yang dari tadi berada di tangan Rangga dan segera memutuskan sambungan telfon.

Livia membuang muka dari Rangga yang masih terpaku di tempatnya.

Rangga memundurkan posisinya, menatap wajah Livia dengan lekat di tengah minimnya cahaya.

"Kenapa kau harus menjauh dariku?" tanya Rangga dengan wajah penasaran.

"Kau dengar sendiri tadi, kau menyebalkan, Rangga." ucap Livia.

Rangga merebut kembali ponsel Livia. Di baca chat demi chat dari Mamanya Livia.

Mommy: Liv, apa kau sudah putuskan akan ke Malang. Kamu akan sekolah di SMA Negeri tempat Tante Lina mengajar.

Mommy: Bukankah kau ingin menjauh dari Rangga?

Tangan Rangga bergetar membaca setiap kata dalam chat Livia. Livia terisak kala Rangga mendekat dan mengembalikan ponselnya.

"Apa arti semua ini Liv?" tanya Rangga. Meraih dagu Livia agar dia bisa menatap matanya.

"Apa aku begitu menyebalkan, My stupid neighbour?" tanya Rangga pelan.

"Iya! Hingga aku harus selalu menahan tangisku karenamu, My Enemy." jawab Livia.

"Baiklah, jangan pergi Liv. Tetaplah disini. Aku akan meninggalkanmu sendiri, bukankah kau membenciku?"

Isakkan Livia terdengar memilukan. Dalam hatinya dia ingin mengingkari semua ucapannya tapi semua sudah terlanjur keluar dari mulutnya.

"Aku akan menjauhimu, dengan satu syarat. Aku ingin tau alasanmu yang sebenarnya. Yang sebenarnya, Liv."
Rangga mengguncang bahu Livia dengan keras hingga gadis itu menangis histeris.

My Neighbour My Enemy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now