22|Hiraeth

602 223 16
                                    

Sejak kecil aku tidak pernah merasakan rumah dalam artian yang sebenarnya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Sejak kecil aku tidak pernah merasakan rumah dalam artian yang sebenarnya. Hanya kekosongan. Bukan salah Mama yang tidak pernah berada di rumah karna ia sibuk bekerja untuk menghidupiku.

Mama tidak pernah mengeluh akan rasa lelahnya setelah seharian bekerja, ia hanya akan terbaring merengkuh tubuhku yang sudah setengah jalan tertidur.

Sayup, mama sering mengatakan ini, "Maafkan Mama..." Aku kadang terbangun dan membalas pelukan Mama. Mencari kehangatan setelah seharian di rundung kesepian.

"Ini semua Mama lakukan untukmu sayang. Mama ingin semua kebutuhanmu terpenuhi dan kamu sama seperti anak yang lainnya."

Lalu aku akan mendongak mengecup pipi Mama yang basah oleh air mata yang tak kumengerti mengapa jatuh dari pelupuk matanya, "Mama hebat. Ibu paling hebat sedunia karna bisa menjadi seorang Papa dan Mama sekaligus."

Yah Mama hebat. Bagiku dia adalah superhero sesungguhnya dalam hidupku. Jadi ketika Mama mengatakan akan menikah dengan seseorang dengan raut wajah memerah penuh seraut kebahagiaan membuatku tak bisa berkata tidak.

Aku langsung merestui karna ingin Mama bahagia. Sudah cukup ia bekerja selama ini. Aku ingin Mama bahagia bersama seseorang yang dicintainya itu.

Walau ketakutan seseorang itu merebut Mama sepenuhnya dariku terus bercokol menghantuiku bahkan sampai saat ini.

"Iya sayang. Sekarang Mama habis makan malam di Maldives." Suara Mama di ujung telepon sana terdengar begitu bahagia membuatku tak bisa untuk tidak mengulas senyum.

Ikut senang tentu saja. Ternyata kalimat aku bahagia asal kamu bahagia itu memang benar adanya.

"Disini indah sekali. Seharusnya Mama mengajakmu kemari sayang."

Aku terkekeh kecil menanggapinya, "Aku tidak mau menjadi nyamuk mendadak."

Tawa Mama terdengar di ujung sana, "Kalau begitu lain kali kita pergi berdua saja kemari eotte?"

"Itu rencana bagus. Aku catat ya."

"Iya sayang."

"Awas kalau berbohong."

"Memangnya kapan Mama berani berbohong dengan putri yang suka merajuk ini."

"Ish Mama.."

"Yasudah Mama tutup dulu ya, Papamu sudah kembali dari toiletnya."

"Okay. Selamat bersenang-senang Mama sayang."

Aku lantas segera memberikan ponsel milik Wonjin itu kepada empunya yang masih sibuk menyetir, "Simpan saja di dashboard noona."

"Okay." Aku pun mematuhi perintahnya dan kembali duduk dengan nyaman. Berusaha untuk tidur kembali namun tak bisa. Menyerah dan akhirnya hanya menatap keluar jendela kaca mobil yang memperlihatkan gemericik hujan.

NOONAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant