P R O L O Q U E

150 23 26
                                    

Lana berlari sekuat mungkin begitu ia telah sampai di CGK airport, meskipun kakinya terasa ingin patah.

Penampilannya begitu acak-acakan dibanding sejam yang lalu, kostum balet berwarna hitamnya terlihat begitu lusuh. Rambut yang semula ia cepol rapi kini terurai berantakan, pelipisnya terluka serta sudut bibirnya membiru karena terserempet mobil tadi.

Ia sama sekali tidak mempedulikan tatapan para orang yang menatapnya aneh, hanya satu yang ada di pikirannya saat ini, Wira.

Ia berharap lelaki itu masih disini, sehingga ia masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Wira walaupun hanya sebentar.

Matanya terus menelisik ke penjuru terminal 3 CGK, begitu banyak orang disini. Entah menunggu kedatangan pesawat mereka atau baru saja landing.

Begitu banyak, sampai Lana tidak bisa menemukan keberadaan Wira. Begitu pusing. Akhirnya, Lana berjalan dengan tergopoh-gopoh karena kakinya yang sakit menuju pusat informasi.

Sampai di pusat informasi, Lana masih menjadi pusat perhatian beberapa orang disana. Begitupun para petugas.

Akhirnya salah satu petugas informasi kini menanyakan keperluan Lana begitu sadar gadis itu menghampiri nya. “Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?”

“Untuk penerbangan maskapai Aqualantic airlines dengan nomor penerbangan SVT–2605, tujuan Manchester. Take off jam berapa ya?”

Wanita itu mengeryit sebentar. “Mohon tunggu sebentar ya, saya cek sebentar.” kemudian ia mengetik sesuatu di keyboard komputer nya setelah semenit ia kembali berujar, “untuk penerbangan Aqualantic airlines dengan nomor penerbangan SVT–2605 sudah take off sekitar 20 menit yang lalu. Tujuan ke Manchester, Inggris. Dengan transit di Changi airport, Singapura.”

Tubuh Lana melemas seketika, hatinya begitu mencelos. Ia begitu telat. Sangat telat. Wira–nya sudah pergi, meninggalkan nya entah sampai kapan. Mungkin, tidak akan pernah kembali.

“Maaf sebelumnya, tapi anda bernama Svetlana Agatha?”

Lana menoleh dan mengangguk begitu sang petugas informasi bertanya. Kemudian petugas itu mengambil sesuatu di laci mejanya dan memberikannya kepada Lana.

“Sekitar 45 menit yang lalu, ada penumpang kesini. Dia menitipkan surat ini ke saya, barangkali ada wanita bernama Svetlana Agatha yang mencari dia ke sini.”

Lana menatap selembar kertas yang dilipat itu, kemudian mengangguk pelan sambil tersenyum tipis pada lawan bicara di hadapannya. “Terimakasih.”

Petugas itu mengangguk sambil tersenyum ramah, meskipun Lana tidak melihatnya karena gadis itu langsung membalikkan badannya untuk pergi.

Kemudian, Lana membuka kertas itu dengan penasaran. Terpampang tulisan rapi Wira hampir memenuhi kertas.

To my dearest beauty, Svetlana Agatha.

Aku pamit. Maaf. Maaf nggak kasih kamu kesempatan bertemu aku untuk terakhir kalinya. Walaupun sekedar mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir kalinya.

Karena, aku benci perpisahan. Aku benci kata akhir. Seakan-akan kita udah berakhir begitu aja. Enggak, walaupun aku pergi ninggalin kamu kita tetap nggak akan pisah. Kita tetap nggak akan berakhir. Hanya kehendak Tuhan yang bisa mengakhiri kita.

Aku pamit, hanya untuk beberapa waktu. Entah lama atau sebentar, aku nggak tahu. Tapi aku janji aku akan kembali. Walaupun saat itu, mungkin kamu udah dimiliki orang lain.

Jangan tunggu aku kalau kamu nggak sanggup. Aku nggak memaksa kamu buat menunggu keegoisan aku. Kamu boleh benci aku, dan cari seseorang yang lebih baik dari aku. Masalah hati aku, bisa aku tahan dan berusaha hilangin sekuat mungkin.

Selamat menjalankan hidup, Svetlana. Semoga di kehidupan kamu selanjutnya semua impian dan kemauan kamu tercapai. Bahagia selalu.

Dan selamat bertemu lagi di kehidupan yang akan datang, entah kapan.

With love, Areswira.

Lana tidak bisa menahan air matanya, ia meremas surat itu. Kakinya melemas dan akhirnya pertahanannya runtuh. Ia terkapar lemas dilantai sambil terus menangis. Hatinya terasa begitu sakit. Persetan dengan pandangan orang-orang disana yang menatapnya aneh.

Sementara itu, Lino dan Nasya yang baru datang langsung mendapati Lana yang sedang menangis dilantai dengan posisi lutut yang ditekuk.

Sontak mereka langsung berlari menghampiri Lana dengan penuh khawatir. Lino langsung membantu Lana untuk berdiri.

“Lana.”

“Wira udah pergi, No. Dia udah ninggalin Lana. Lana telat.” Lirih Lana sambil menangis di dekapan Lino.

Sementara Nasya tidak kuat melihat keadaan Lana yang begitu hancur. Nasya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengelus pundak Lana bermaksud menenangkan gadis itu, tapi pada akhirnya Nasya ikut menangis.

—  —  —

t b c :
prolog teraneh ( menurut saya )

:(

𝐋𝐨𝐯𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞Where stories live. Discover now