MODE BUNGLON

167 88 51
                                    

Hellass ol!
Cuma mau bilang kalau aku ada cerita baru judulnya "Sienna". Kuy dicek ya! Senang juga kalau teman-teman mau memberi vote dan komen:)

Selamat membaca part ini, ya sobat!
Jangan lupa kasih vote, komen, dan saran ya! thankyou❤❤

================================

Ada yang membuat nyaman dan ada juga yang membuat resah. Kau tidak bisa hanya memilih rasa nyaman, karena dari rasa resahlah kau semakin mengerti nilai dari rasa nyaman itu.
-E


Hari Senin, hari yang cukup membuat siapa pun menghela napasnya karena mau tak mau harus kembali ke aktivitas seperti biasanya. Begitu pula dengan gadis malang ini, sekuat tenaga ia melangkahkan kakinya akibat merasa lelah. Namun, semangatnya patut diacungi jempol mengingat ia baru saja kehilangan kedua orang tuanya. Tubuh yang semakin kurus itu pun melangkahkan kakinya ke dalam kelas yang telah ramai dihuni oleh teman-temannya.
Ia berusaha tersenyum melihat teman-temannya. Ersya sedang dalam mode "bunglon". Ya, dia ingin menutupi tikaman pedih akibat rasa kehilangan. Satu yang ingin ia mau, yaitu menerima keadaannya sendiri. Namun, apakah ia sudah melakukannya?

Ersya juga tersenyum kepada teman-teman yang tidak canggung mengucapkan kata "turut berduka" kepadanya. Selainnya, ada yang menatap remeh kepada Ersya. Ya, dia orang itu, perempuan yang menyukai Axel. Entah kenapa Ersya sama sekali tidak tahu apa yang ia perbuat sampai-sampai teman sekelasnya yang bernama Rara ini seperti bersikap sedikit aneh kepadanya. Selama ini, Ersya sering tak ambil pusing akan tatapan bencinya. Tapi, ayolah, keadaan Ersya sama sekali tidak patut dihadiahi mimik licik seperti itu. Ia hanya ingin hidup normal tanpa ada yang mengusiknya.

“Kasihan baget sih. Turut berduka ya,” kata Rara kepada Ersya yang baru lewat di depannya dengan nada yang sama sekali tidak mengandung nada simpati.

Ersya yang tak mau ambil pusing pun mengucapkan terima kasih lalu duduk di sebelah Axel.

“Kamu gak papa kan, sya?”

Kamu?” Ersya mengerutkan keningnya akibat perkataaan Axel yang sangat berbeda dari yang biasanya.

“Gue gak papa kok,” kata Ersya dengan senyum.

“Syukur deh.”

Hening.

“Buset, dah sya. Gue kagak ditanyain kabarnya!”

Ersya yang terkejut akan ucapan Axel membuat dirinya menjatuhkan buku yang ada digenggamannya.

Rava yang baru saja lewat mengambil buku Ersya bersamaan dengan tangan Ersya yang mengambil bukunya yang jatuh. Mereka pun bertatapan, memanggil memori di dalam otak untuk mengenali sosok yang ada di depannya.

“Rava?”

“Acie cieeeeeee. Pandangan pertama awal aku berjumpa seolah-olah hanya~,” nyanyi dan seorang pria yang ada di belakang Rava. Ya, siapa lagi kalau bukan Carlos.

“Nih, buku lo.”

“Ma-kasih,”

“Sya!” panggil Carlos.

“Jangan duain gue ya karna Rava ngambilin buku elu!”

“Hah?” Ersya yang belum dapat mencerna semuanya menjadi bingung sendiri.

“Hah hah hah! Dah ah, abang ganteng mo pergi dulu ke habitat,” ucap Carlos seraya pergi meninggalkan area meja Ersya dan Alex menuju tempat duduknya sendiri di samping Rava.

“Cie, diambilin bukunya sama Rava,” kata Axel dengan nada yang datar.

“Apaan sih,”

Hening.

Deal With HURTSWhere stories live. Discover now