Kata Kamu, I

36 6 2
                                    

Besok adalah hari yang menyenangkan meski tak begitu ku nantikan. Pergantian detik di tengah malam menunjukkan bahwa umur ku kian berkurang. Ku terjaga hingga tengah malam untuk sejenak berbincang sana-sini dengan teman-teman yang selalu bisa ku andalkan. Dalam ramainya percakapan ini, ku berharap kau akan hadir di sela-sela malam menemani indahnya para bintang-bintang. Terlukis disana, bahwa yang ditunggu tak juga mampu menyelesaikan segala ragu.

Situasi begitu ramai, satu persatu dari kami melemparkan obrolan yang tak henti hingga dini hari mulai hadir melengkapi. Aku terdistraksi. Situasi yang "seharusnya" menyenangkan ini tak seharusnya aku diami. Entahlah, mungkin kejadian beberapa jam lalu telah menganggu nalarku. Ragaku ada, namun jiwaku tertinggal disana; bersama tatapan sendumu, bersama sapaan pertamamu.

Malam itu, seperti biasanya aku duduk menyaksikan pertandingan yang penuh ramai sorak-sorai silih bergantian. Setelah aku berhasil menemukanmu, pertandingan-pertandingan ini tak lagi mampu benar-benar ku saksikan. Selalu ada upaya pencarianmu, yang menghiasi penghujung malamku. Aku selalu menunggu sosokmu hadir tepat berlarian kesana kemari seperti dulu kala; saat pertama kali mataku menemukanmu.

Pertandingan kali ini akan segera usai, namun sosokmu belum juga mampu ku gapai. Di kala semua orang bersorak sorai gembira, aku hanya bisa terdiam menyadari bahwa lagi-lagi sosokmu mampu mengganggu pandang mataku. Ada rasa gelisah disana, menyisakan berbagai tanya yang tak juga mampu menemukan jawabnya. Aku kira menemukanmu adalah sebuah keharusan, meski ku tahu kau hanya akan melihatku sebagai kumpulan keputusasaan.

Peluit akhir dibunyikan, satu persatu meninggalkan ruangan yang kini kian sepi. Kakiku melangkah dengan penuh kehampaan, menyadari bahwa keinginannya belum bisa terpuaskan. Beberapa saat kemudian, entah darimana sosokmu secara tiba-tiba datang mendekat ke arah dimana aku sedang berdiri dengan yang lainnya; menyergap pencarianku secara membabi buta. Tunggu sebentar! Aku belum siap! Hatiku berdegup kencang. Kakiku bergemetar tanpa sadar. Belum sempat aku melarikkan diri, sosokmu sudah tepat ada di depanku. Benar-benar tepat di depanku. Aku kebingungan dengan apa yang seharusnya dilakukan, nyatanya seluruh tubuhku tak mampu ku kendalikan.

Aku hanya bisa berpura-pura memperhatikan bagaimana ruangan ini kian kosong ditinggalkan para penontonnya. Aku ter-luluhlantah-kan oleh hal-hal yang bahkan belum kamu lakukan. Aku berusaha sebisa mungkin untuk mencuri pandangku tanpa kamu ketahui, aku berusaha sebaik mungkin untuk melihat mata sendumu tanpa kamu sadari. Aku berusaha, aku terus berusaha. Hingga akhirnya secara tidak sadar seluruh anggota badanku sudah bergerak menatap matamu. Hari ini, tubuhku adalah milikmu. Tombol untuk menentukkan gerak-gerikku ada di lenganmu. Lakukanlah, sepuasmu. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku benar-benar menyerah untuk berhenti berpura-pura tidak tertarik terhadapmu, harimu, bahkan duniamu.

Degup jantungku yang semakin tak karuan menandakan bahwa memang kau sangat layak untuk aku mati-matian perjuangkan. Gemetar tubuhku yang tak terjelaskan menandakan bahwa memang mata sendumu adalah hal yang sangat pantas untuk selalu ku upayakan. Usaha sia-sia mulutku yang terbata-bata menandakan bahwa memang senyummu adalah yang harus benar-benar aku jaga habis-habisan. Sambil memandangimu hanya itu yang bisa ku pikirkan, membuatku tersenyum tipis, walaupun hatiku sedikit teriris; bahwa kamu mungkin tidak pernah menyadari keberadaanku.

Wanita yang dulu hanya bisa menjadi ilusiku, kini tepat berada dihadapanku. Dengan senyum cerianya, ia menghancurkan segala keraguan yang selalu menghiasi hari-hariku. Satu persatu kata mulai terbentuk menjadi kalimat, yang membuat perbincangan pertama kita malam itu. Kenang itu tak juga hilang, dan nyatanya hanya kamulah yang mampu membuatku kembali memendam rasa sayang.


Tanpa harus kau pinta.

Secara sukarela.

Secara cuma-cuma.


Bumi ternyata begitu indah malam ini. Langit yang terlihat amat menakjubkan ikut terlibat melengkapi. Wajahmu bahkan terlihat begitu menawan saat ini. Oh, maaf. Aku ralat. Wajahmu memang selalu mengagumkan, hanya saja malam ini kau lebih indah dari biasanya. Aku yang mampu menyaksikan wajahmu tepat di depan mataku memberikan khayalan-khayalan yang tak mampu terhapuskan. Membuat daya imajiku kembali bekerja, berputar-putar ke segala sudut di otakku hingga berhasil membuat segala peraduan yang kembali membuat hati kian runtuh bertebaran.

Biarkanlah semua ini ku nikmati seraya menunggu bagaimana waktu akan membuat kenangan ini pergi. Bertahanlah sebentar. Mungkin ini bisa bertahan lebih lama dari apa yang ku pikirkan. Aku harap Tuhan mendengar doaku malam ini. Jika tak mampu ku pertahankan semua itu dalam nyataku, maka biarkan aku bermimpi dengan semua bayangmu.


----------------------------------------------

Menjadi keharusan,

Ketika wajahmu menjadi satu-satunya yang meski ditemukan.

Kita terdiam, dengan anehnya.

Kita melebur, dengan herannya.

Dan aku,

Mencintaimu, dengan pastinya.

----------------------------------------------

Kata KamuWhere stories live. Discover now