Saat Pertama Kali Ku Menemukanmu

25 2 0
                                    


Sepi yang dulu selalu saja menemani hari, kini hampir tak ada lagi. Sosokmu selalu saja menjadi tempat peraduan di kala waktu terasa sunyi. Bersembunyi hanya akan menjadi penyesalan yang akhirnya akan sama-sama menyakitkan. Rangkaian kata-kata manismu kian berhasil mendominasi segala mimpi, yang tentu saja di masa lalu belum sempat ku jumpai. Merangkai dan membingkai sisa-sisa lukisan masa depanku yang sempat retak dan hanya mampu terdiam di dinding yang kian lama kian rapuh. Terlihat usang dan begitu tua ia dimakan waktu.

Hak kuasa akan hatiku sudah dimiliki seutuhnya olehmu. Membiarkan ia menjelma menjadi logika yang mungkin saat ini tak lagi sanggup kamu terima. Terkadang kita harus sama-sama tahu bahwa rasa tak melulu soal logika. Acapkali ia hadir dan membumbui hati tanpa harus kita tahu bagaimana cara ia datang dan mendominasi. Lebih tepatnya, persoal rasa, suka, ataupun cinta, kita tak perlu mengerti bagaimana ia mampu memenuhi hati yang dulu begitu sepi dan sunyi. Cukup lalui, dan nikmati. Asal jangan kau tinggali, mungkin ia akan menjadi penghias harimu yang selalu siap menjadi alasan dari indahnya arti senyum yang selalu kita hampiri.

Pergeseran detik satu ke detik lainnya adalah kekosongan yang selalu diisi oleh berbagai pertanyaan tentang apa yang sebenarnya kamu ingini. Klasik memang. Rasa penasaranku terhadap harimu seperti pada umumnya ketika manusia sedang jatuh hati, "sudah makan apa belum"; "sekarang lagi ngapain ya dia"; atau "kira-kira dengan siapa saja hari ini dia berbicara" merupakan tanya-tanya yang selalu saja berhasil tiap hariku.


Apa kau juga sama?

Atau hanya aku yang memendam rasa?


Sepi itu indah. Seperti hadirmu, yang selalu berhasil membuatku mengerti akan indahnya melewati hari dengan ada yang terdiam di sisi. Sepi itu indah. Seperti bayangmu, yang selalu hampiri ketika sunyi siap mendominasi diri. Lagi-lagi, sepi itu indah. Seperti senyummu, yang selalu mampu membuat hilangnya segala sebab dari lelahnya hariku. Langkahku sudah siap merekam jejak tepat menuju rumah hatimu. Mendobarak ketakutanmu akan masa lalu dan berharap bahwa masa depanmu akan kau percayakan padaku.


Persoalan hati,

aku rasa aku tak bisa lagi hanya berdiam diri.

Persoalan rasa,

Anggap saja aku tak cukup kuat untuk memendamnya sendiri.


Kamu benar, terkadang aku seringkali berhalusinasi seolah melihat hadirmu dihadapanku. Kamu bilang itu semua karena aku terlalu sering memikirkanmu. Semuanya tak bisa aku bantah, hanya mampu aku balas dengan senyuman kecil di wajah. Rindu dan kamu adalah pelengkap semesta yang akan membuatku suka di kala hariku begitu penuh duka.

Seperti hari ini yang dilengkapi hujan rintik-rintik kian berhasil membuatku kembali mengenangmu, lebih tepatnya membuatku kembali menerka-nerka memori masa lalu dimana untuk pertama kalinya aku menemukan sosokmu. Entah mengapa, hujan selalu membawa aku pada kenangan yang tak pernah ingin aku lupakan.

Aku ingat ketika untuk pertama kalinya aku melihatmu berlarian kecil di lapangan. Saat aku sendirian menduduki kursi-kursi yang mulai dipenuhi oleh orang-orang yang datang untuk menyaksikan pertandingan malam itu, kau dengan anehnya langsung mengalihkan seluruh pandangku. Aku memang lebih suka sendirian, mendengarkan orang lain berinteraksi tak karuan adalah arti sebenarnya dalam menemani kesepian. Aku memang lebih suka sendirian, menikmati sekeliling dengan hati yang berdebar-debar. Dan aku akhirnya semakin menyukai sendirian, ketika aku mampu menemukan alasan di balik indahnya sebuah senyuman. Ya, benar. Itu adalah kamu. Kamu yang mampu membuat mataku tak henti untuk menatap segala gerak-gerikmu hari itu.

Pada mulanya tak ada yang istimewa, kamu hanyalah mahasiswi seperti pada umumnya, yang sedang sibuk menjalankan peran dalam penatnya sebuah kepanitiaan. Lalu apa yang membuat kamu akhirnya mampu menggugurkan semua janji-janjiku pada diri untuk tak mencintai seseorang lagi, akupun tak mengerti. Maaf, tak semua tanya tentang hatiku mampu ku jawab sendiri. Untuk pertama kalinya, aku tak mampu menerka apa yang sebenarnya hatiku inginkan. Bahkan, sampai hari ini pun aku masih mencari-hari alasan di balik mengapa aku begitu menyukaimu.

Kala itu, malam semakin pekat dan hujan di luar mulai berhenti bersuara. Rintikan kisah yang langit berikan telah usai, terganti oleh dinginnya malam yang semakin menusuk seluruh tubuh. Biasanya, aku lebih memilih melangkahkan kakiku untuk keluar dari gedung itu dan lekas pulang ke tempat persembunyian yang aku suka. Namun, hari itu berbeda. Sosokmu membuat semua langkahku seakan mati. Ia ingin bertahan lebih lama karena baginya kamulah orang yang mampu membuat setiap langkah ini menjadi lebih berarti. Satu per satu orang di sekelilingku mulai pergi, gedung yang sebelumnya begitu ramai, sekarang mulai terlihat sepi. Aku belum juga memilih untuk beranjak dari tempat ini. Dirimu benar-benar membuatku ingin melihatmu lagi dan lagi. Aku selalu ingin disana lebih lama, karena melihatmu dari kejauhan adalah kebiasaan yang mampu membuat hatiku begitu tertenangkan.

Kenangan itu adalah hal yang paling membekas sampai saat ini. Saat dimana rasa sukaku tengah berada pada puncaknya dan seolah tak ada habisnya. Bila saja kamu mencoba tuk lebih mengerti, mungkin ini tak sesulit dari apa yang sekarang tengah kita lewatkan. Ketidakjelasan dan ketidakpastian selalu menjelma menjadi keresahan dalam kisah yang hanya meninggalkan kumpulan pertanyaan tanpa adanya jawaban.

Banyak tanya yang seharusnya kita diskusikan tiap harinya. Banyak tanya yang seharusnya ku bicarakan padamu tiap detiknya, tapi kamu mungkin tak punya cukup waktu untuk sekilas mendengarkan apa yang ingin aku luruskan. Waktumu begitu berharga untuk kau gunakan mendengarkan omong kosongku, bukan? Apapun alasanmu kali ini, aku akan tetap menunggumu. Dalam apapun dan bagaimanapun kondisimu. Jikalau kelak, kau tak jua memilki waktu untuk mendengarkan apa yang sedang benar-benar aku rasakan, aku tak apa. Rindu ini memang kian membelenggu. Namun, rasa sukaku terhadapmu selalu saja berhasil memaklumkan apa yang tak seharusnya aku iyakan. Aku ingin sekali berandai-andai, namun kedekatan kita saat ini sudah lebih dari cukup untuk mengabulkan apa yang dulu aku impi-impikan.


Terimakasih, Sel.

Aku merindukanmu.

Sangat.


----------------------------------------------

Hujan mengenalkanku pada kenangan,

pertemuan dan perpisahan.


Ia sudah mendeskripsikanmu

dalam kenangan dan pertemuan

Lalu, apa mungkin ia juga membawamu

pada gerbang perpisahan?

----------------------------------------------

Kata KamuWhere stories live. Discover now