Berhentilah Duka!

38 2 0
                                    


Setelah melalui perjalanan romansa yang panjang, aku memutuskan untuk melalui indahnya hidup ini dengan penuh kesendirian. Memutuskan untuk memperbaiki segala kesalahan, yang sangat mungkin membawa ku pada jurang kepedihan. Pergantian hari lahirku pun tak pernah terasa istimewa, setelah yang ku rasa amat berharga sama-sama meninggalkan luka.

Ponsel ku ramai dengan sapaan dan ucapan sana-sini. Anehnya, aku masih saja terjebak dalam ruang tunggu yang berharap kamu akan menjadi salah satu yang menghiasi kolom pesanku. Namun, hingga matahari bersinar, harap itu tak juga terkabul. Mungkin aku terlalu jumawa, berharap bahwa obrolan kita malam itu tak hanya berarti untukku, tapi juga padamu. Aku sadar dimana tempat berdiriku, dan dimana sebenarnya singgasanamu.

Hariku memang tak begitu sepi. Aku masih punya banyak teman yang bisa ku andalkan, kerabat yang selalu bisa mendengarkan, dan juga sahabat dekat yang selalu mampu menjadi tempatku pulang. Terkadang kami menghabiskan waktu dengan berbincang sana-sini, melantur kesana-kemari hingga siang berganti malam,  hingga gelapnya malam berganti sinar mentari. Aku hanya menyukainya, berada disisi orang yang begitu ku harapkan begitu hangat ku rasakan.

Meskipun begitu, tak mungkin selamanya aku mampu menikmatinya. Dalam beberapa waktu aku berharap Tuhan menghadirkan seseorang yang benar-benar mampu melengkapi kepingan puzzle dalam hatiku. Ruang yang sudah dibiarkan kosong, semakin terlihat usang mendekati arah kematian. Aku hanya manusia biasa, yang tetap saja membutuhkan teman hidup dimana kita akan menghabiskan waktu berdua, menceritakan lelahnya hari masing-masing dari kita, hingga berbicara tentang mimpi dan ambisi, yang dengannya aku bisa menua bersama. Dan, saat pertama kali mataku menangkapmu, aku telah menemukan orang itu.


"Maka izinkanlah dia membersamaiku, menguasasi seluruh hatiku, hingga aku sepenuhnya jatuh." pintaku pada Tuhan yang mungkin sedang mengamini seluruh inginku kala itu.


Tuhan selalu mendengarkan,

Meski kita belum tentu Ia takdirkan.


Tak pernah ada habisnya aku berharap, padamu yang selalu ku cintai dikala senyap. Aku ingin memahamimu lebih jauh. Menyelam bersama rumitnya hari-harimu. Terlibat dalam perjalanan panjang hidupmu. Mendengarkan seluruh ocehanmu. Aku ingin memahamimu, lebih dari ini. Berharap suatu hari nanti kisah ini mampu menjadi kasih. Berharap suatu hari nanti kita memang ditakdirkan bersama.

Baru saja beberapa hari lalu, ku putuskan untuk berhenti berselancar dalam semunya rasa yang dinamakan cinta. Dan yang tersisa hanyalah sekumpulan dusta. Akhirnya aku jatuh juga. Jatuh pada tempat yang ku harap itulah tempat akhirku berlabuh. Menghabiskan sisa-sisa rasa yang mampu bertransformasi menjadi kisah bahagia. Tak ada lagi duka, aku hanya menginginkan hari-hariku dengannya dipenuhi suka cita.


Sudah teramat jauh aku melangkah,

Meski ku tahu hatimu bahkan belum sempat merekah.


Menjadi pengagum rahasia untukmu, teramat menyenangkan bagiku. Aku menyukai caraku mencintaimu, dengan diam tanpa harap adanya balasan. Kamu tak perlu tahu bagaimana bahagianya aku menemukan dirimu di sela-sela hariku. Sejak awal bertemu nampaknya aku tak terlalu menginginkan dirimu tuk hadir dan terlibat banyak dengan hidupku. Aku cukup dengan melihat bagaimana kamu melewati indahnya hari, bagaimana masalah sulitmu berhasil kau atasi, bagaimana sosokmu mampu membuatku terpenuhi. Aku cukup dengan semua itu. Menikmatimu dalam diam, teramat indah lebih dari apapun yang pernah kamu bayangkan.

Waktu berlalu begitu cepat. Masih banyak ingin yang tak juga mampir. Berharap dengan penuh kecemasan adalah sesuatu yang biasanya berakhir dengan kekecewaan. Ponselku ku biarkan tergeletak di sebelah kanan tubuhku, sedangkan tubuhku dibiarkan terlena dengan bagaimana cara Tuhan mampu menciptakan langit seindah ini. Sesekali aku bercerita kepada awan tentang bagaimana hari ini terlewati. Ia seringkali menjadi satu-satunya tempat bicara di kala tak ada satupun manusia yang bisa ku ajak bercerita. Dilengkapi bayang semu wajahmu, membuat semuanya semakin luar biasa. Hari ini istimewa, bahkan ketika hadirmu hanya menjadi ilusiku.


"Andai saja aku lebih berani, mungkin aku akan lebih menikmati bagaimana aku dan kamu terbius dalam dunia nyata berdua dan terpenjara dalam waktu dengan cerita-cerita yang menghiasi hidup masing-masing dari kita; baik itu suka maupun duka." Gumamku pada diri sendiri.


Matahari mulai sirna, digantikan senja berwarna kemerahan yang karenanya langit ini semakin indah untuk ku saksikan. Meski beberapa hari lalu sudah kuberanikan diri untuk mengikuti akun media sosialmu, namamu belum juga muncul di kolom pesanku. Aku malu mengakui bahwa semua yang ku bagikan hari itu hanyalah sekadar untuk membuatmu mengomentari hidupku. Dalam keputusasaan hatiku, masih tersisa harapan bahwa Tuhan akan mengabulkan apa yang seharusnya membahagiakan.


Selalu ada harap yang tak sampai.

Selalu ada cemas yang tak kunjung terbalas.


Layar ponselku yang sedari hitam, tanpa ku sadari mulai menyala. Entah pesan siapa lagi yang muncul aku tak terlalu memikirkannya. Menikmati bayangmu yang kini tepat dihadapanku adalah prioritas utama untukku menghabiskan sisa hari yang tertinggal sedikit lagi. Dan ternyata rasa acuhku salah, ternyata nama yang kali ini muncul di ponselku adalah namamu. Di layar ponselku, aku kembali menemukanmu dan di sore itu, perasaanku memantapkan hatinya untukmu.

Pesan singkat itu sangat cukup untuk membuat hatiku berdegup kencang, matakku bergerak tak karuan, semua inderaku seolah tak percaya apa yang sedang aku saksikan. Luar biasa. Luluh lantah semua yang aku jaga, hanya dengan sepatah kata. Ternyata benar, kata memilki kekuatan yang sangat istimewa. Terlebih, jika itu keluar dari mulut seseorang yang sedang kamu cinta. Ragaku tak lagi mampu menguasai rasa, hanya bisa berkhayal-khayal bahwa kalimat darimu hari itu adalah sebuah "tanda"; yang lagi-lagi aku yakini hanyalah menjadi sebuah mimpi dari diriku sendiri.


----------------------------------------------

"Jikapun mencintainya,

adalah kesalahan yang susah.

Maka biarkanlah aku tak menyesalinya,

Izinkanlah...

Karena kali ini

aku hanya ingin mencintainya,

tanpa secuilpun benci."

(Ceritaku pada awan)

----------------------------------------------

Kata KamuWhere stories live. Discover now