"Jangan buat aku kecewa, ya"

15 3 0
                                    


Sudah berapa kali rasanya aku ingin menyudahi segala bentuk mimpi yang sedang kau rakit untuk perlahan-lahan menghancurkan harap sendiriku. Perahu yang ku bangun untuk berlayar ke arahmu, kian tersesat, tak tahu lagi arah tujuan. Sudah begitu banyak tanya tentang apa yang sebenarnya kamu ingini dariku, yang kata mereka tak pernah layak untuk bersanding denganmu. Dan sudah berapa kali juga kamu yakini bahwa tak seharusnya kita sudahi secepat ini. Masih banyak waktu untuk menyesuaikan, masih banyak hari yang bisa bersama kita lewatkan. Aku menyetujuinya. Raguku menjadi pertanggungjawaban yang harus selalu kamu yakinkan. Bagimu, masing-masing dari kita butuh waktu sedikit lama untuk memahami rasa hingga akhirnya memutuskan untuk menitipkan seluruhnya raga. Maaf, ternyata aku cukup merepotkan ya.


"Jangan pernah buat aku kecewa ya, ka. Saat aku ngerasa dikecewakan, aku gaakan balik lagi menjadu "aku" yang sama untuk kaka. Pokoknya kakak jangan jadi orang yang ngecewain aku." ucapmu pelan.


Sedikit demi sedikit, aku semakin paham,

bahwa ternyata aku sedang dibutuhkan; entah untuk sementara ataupun selamanya.


Tentang apa yang akan terjadi, aku tak peduli. Kini, aku hanya perlu mencintai. Membuatmu bahagia saja sudah sulit ku lakukan, apalagi sampai berpikir untuk membuatmu kecewa. Percayalah, saat ini hal-hal bodoh seperti itu tak pernah terlintas dalam benakku. Semua terpenuhi oleh kumpulan cara-cara tentang bagaimana membuatmu sepenuhnya jatuh hati kepadaku. Aku sudah bilang, bahwa caraku mencintaimu tak pernah sebercanda itu; tak pernah berubah, sejak pertama kali ku melihatmu berlalu lalang di gedung olahraga malam itu. Tapi, sampai saat ini tak pernah sekalipun kamu jelaskan apa arti adaku untuk harimu. Bohong, jika aku tak gelisah. Kamu selalu katakan aku jangan pergi, aku jangan lari, dan sudah juga kau nyatakan bahwa cukuplah aku untuk menemanimu disini. Lalu setelahnya, pernahkah kau jelaskan apa maksud dari semua ucapan itu? Tidak. Kamu tidak pernah.


Sayangnya,

apapun lakumu, aku masih tetap memilih mencintaimu.


Banyak hal yang menyedihkan di tahun 2018 ini. Banyak sekali yang tak ingin ku ingat; seperti kepergian ayahku yang tak mungkin kembali. Aku tak pernah benar-benar menjadi diriku yang semula setelah Tuhan memilih menghentikan penderitaan ayahku selama bertahun-tahun. Mungkin diriNya rindu, melebihi sayangku pada teladanku itu. Tak apa. Namun, untuk menjadi biasa saja dan seperti sedia kala rasanya amat sulit bagiku. Kepergian ayahku begitu menghantam seluruh jiwa dan ragaku. Aku hancur tak berdaya. Orang yang paling ku sayangi di bumi nyatanya tak mungkin ku lihat lagi. Dunia seakan hitam seketika ketika ku sadari bahwa ia benar-benar telah tiada. Aku hanya bisa berdoa jika suatu hari nanti, akan datang orang yang mampu membahagiakan; sebenar-benarnya bahagia.


Dan akhirnya...


Kamu datang di penghujung tahun yang hampir saja berakhir kelam untukku. Menemani hariku yang tak layak untuk kau diami. Membukakan jendela-jendela kegelapan yang membuat nafasku sudah lama tersesakkan. Kau terlalu indah disini. Terucap syukur berkali-kali dari mulutku akan kedatanganmu. Hadirmu, mungkin salah satu cara Tuhan menjawab doaku, atas segala sedihku, atas segala ingin bahagiaku.


"Terimakasih telah hadir di penghujung tahun ya, aku bersyukur bisa mengenalmu. Sampaikan pada ibumu, terimakasih telah membuat kamu ada di dunia dan akhirnya Tuhan mempertukanku denganmu." Ucapku padamu mengantarkan kita yang sama-sama berpisah karena memilih kembali ke kota masing-masing untuk mengisi waktu liburan panjang.

"Iya sama-sama. Nanti aku sampein ke ibu. Jangan kangen ya!" balasmu.

"Kalo kangen sih, pasti. Hahaha. Emang kamu gabakal kangen?" akupun tak ingin kalah. Tapi soal percaya diri, memang kau lah jagonya.

"Cieilah pede banget. Tapi, kangen sih, mungkin. Hahaha." katamu malam itu.


Setelah kepergianmu hari itu, sulit sekali melihat raut wajahmu. Rindu merasuk seluruh rongga tubuhku. Liburan ternyata tak semenyenangkan yang ku bayangkan. Berkali-kali kita hanya bertukar kabar lewat free call malam yang biasa kita lakukan, atau sekadar saling berbalas pesan singkat yang ku sadari itu tak sesering dulu. Aku sibuk dengan urusan rumahku, kamupun sibuk dengan waktu berharga yang kau miliki dengan keluargamu.

Seringkali kau bercerita tentang keseharianmu, tentang asyiknya bermain bersama adik-adikmu, atau serunya saat kau berjalan-jalan dengan ibumu. Aku begitu antusias mendengarnya. Namun, tak lama kemudian perasaanku sedikit terganggu. Aku tak berpikir macam-macam saat itu, karena bagiku kamu masih sangat menyenangkan. Masih sangat menggemaskan. Masih sangat mampu membuat hatiku tak karuan. Dan pastinya, masih mampu membuatku mencintaimu.

Namun semuanya terasa berbeda, kita menjadi lebih sering salah paham dibandingkan bertukar kebahagiaan. Mungkin, ini salahku. Seperti katamu, aku benar-benar egois untuk sekadar mengerti inginmu. Seperti katamu, aku benar-benar sulit merubah sifat yang sudah kau katakan kau tak menyukainya dariku. Seperti katamu, seringkali bercandaku menghantam seluruh cerita seriusmu. Aku benar-benar rapuh. Aku merasa terbuang. Aku tidak menyangka aku seburuk itu di matamu.

Saling memaafkan bukan akhir dari sebuah pertikaian; percayalah, rasanya tak akan sama. Setelah itu, kakimu perlahan mundur sedikit demi sedikit. Tidak perlu kau ungkapkan, sungguh hatiku pun jelas merasakan. Tak banyak inginku, tapi bisakah kau bertahan dan tetap disini? Apa pintaku terlalu berlebihan?

Tahunpun berganti, suara ledakan petasan datang silih berganti. Suasana semakin ramai, ketika satu persatu manusia melengkapinya dengan suara riuh tawa bergembira. Aku hanya menatapnya, dengan bayang-bayang dirimu yang hingga hari ini tak lagi ku bisa dengar kabarnya. Aku masih berpikir, bahwa tak ada yang terjadi. Mungkin kamu sedang begitu fokusnya belajar ujian akhirmu, hingga tak ada waktu untuk mengabariku. Tak apa, aku akan menunggumu.


Semoga,

tebakanku benar.


----------------------------------------------

Kamu,

hadiah Tuhan yang diberikan di penghujung tahun;

setelah hari demi hari ku lewati dengan berat.

Jadi, jangan pergi.

Maafkan salahku, dan tetaplah disini.

Bisakah?

----------------------------------------------

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 16, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kata KamuWhere stories live. Discover now