Part 1

12.1K 1.2K 77
                                    

"Kau memang jahat!"

Perempuan berambut pirang panjang itu berdiri setengah menggebrak meja, menatap ke arah Johnny yang hanya bersedekap tenang dan dingin. Mata perempuan itu berkaca-kaca, hampir menangis. Sementara itu Johnny malahan melirik tak peduli.

"Aku memang jahat." lelaki itu tersenyum manis, wajahnya tampan tetapi sekarang terlihat penuh kebencian, "Kalau kau sudah puas melampiaskan kemarahanmu, kau boleh pergi."

Sebuah tamparan dari jemari lentik berkuku merah berkilauan itupun melayang, mengenai pipi Johnny dengan kerasnya, luapan emosinya akibat perlakukan kejam Johnny kepadanya. Johnny menerimanya dengan tenang, dia sudah terbiasa. Perempuan yang emosional biasanya akan berusaha menyakiti lawannya ketika dia disakiti, itu memberikan kepuasan, rasa yang sepadan bagi mereka.

Mata Johnny berkilat, dan setengah tersenyum kepada perempuan di hadapannya.

"Sudah puas?"

Perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi, air matanya berlelehan di pipinya, tak tertahankan. Kemudian dengan tangis terisak-isak, perempuan itu pergi setengah berlari meninggalkan Johnny.

Johnny mengusap pipinya yang terasa panas, menyadari beberapa mata terarah kepadanya di cafe itu. Yah, orang-orang itu pasti tertarik dengan kejadian dramatis seperti syuting drama di depan mata mereka. Johnny tahu, Joy pasti marah ketika dia memutuskannya dengan kejam, tetapi Johnny tidak pernah mengira Joy akan bersikap sedramatis itu, kalau saja Johnny tahu, dia pasti akan memilih tempat yang lebih pribadi untuk melakukannya.

Dengan tenang, Johnny menjentikkan jarinya, memberi isyarat kepada pelayan yang langsung tergopoh-gopoh mendatanginya.

"Kopi hitam, jangan pakai gula. Satu." gumamnya tenang lalu duduk menunggu. Seperti kebiasaannya, setelah mematahkan hati perempuan, Johnny akan meminum satu cangkir kopi hitam, untuk menghormati momennya.

Lama kelamaan ini jadi kebiasaan. Johnny mengernyit. Sepertinya Johnny tidak akan pernah bisa menjalin hubungan dengan perempuan, tanpa dia tergoda untuk menyakiti perempuan itu. Dan pada akhirnya, itulah yang memang selalu dilakukannya.

Oh, jangan ditanya, Johnny adalah kekasih yang baik hati dan mempesona. Dia akan memperlakukan semua kekasihnya seperti ratu, mereka akan dimanjakan dengan penuh kasih sayang, diberikan prioritas waktunya dan pasti akan merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia... hingga akhirnya Johnny menghempaskannya ketika dirasa waktunya sudah tiba.

Kopi hitamnya datang. Johnny menyesapnya dan mengernyit merasakan kepahitan dan asam khas kopi yang kental. Dia lalu merenung. Semua perempuan itu seperti tidak pernah jera, mereka selalu datang dan datang lagi, mengharapkan cintanya. Padahal reputasi Johnny sebagai ladykiller sudah begitu terkenal, mereka malahan menganggap Johnny sebagai hadiah yang harus dimenangkan, merasa bisa menaklukkan Johnny pada akhirnya.

Senyum sinis mengembang di bibir Johnny. Huh! Mereka semua bermimpi.

Jemari Johnny mencengkeram gelasnya dengan erat, terbawa perasaannya. Kebenciannya kepada ibunya telah menyeruak, jauh begitu dalam ke dasar jiwanya yang kelam. Apa yang dilakukan ibunya kepadanya, kepada ayah dan adiknya, memisahkan mereka begitu saja, itu adalah dosa yang tak termaafkan, Johnny tidak akan pernah memaafkan ibunya untuk hal yang satu itu. Tidak akan pernah! Karena kalau ibunya tidak merenggutnya lalu meninggalkannya begitu saja, Johnny seharusnya masih mempunyai kesempatan untuk melewatkan hari-harinya bersama ayahnya. Ayah yang kemudian tidak pernah bisa ditemuinya lagi bahkan sampai hari terakhir ayahnya hidup di dunia.

Setidaknya, pada akhirnya Johnny dipertemukan kembali dengan adik kandungnya, Wendy setelah bertahun-tahun terpisahkan tanpa jejak. Entah itu takdir Tuhan, atau memang Tuhan selalu mendengarkan doa Johnny setiap malamnya, adiknya itu yang sekarang sudah dewasa dan cantik, secara kebetulan menjadi anak asuh dari mama sahabatnya, mereka dipertemukan tanpa sengaja, tetapi dari pandangan pertama, Johnny langsung tahu. Meskipun Wendy tidak bisa mengingatnya karena ketika mereka terpisah usia Wendy masih sangat kecil, Johnny langsung mengenali adiknya itu. Siapa pula yang bisa melupakan wajah lucu yang menatapnya dengan tatapan mata memuja, menguntitnya kemana-mana dan selalu meneriakkan namanya dengan bahagia di kala mereka kecil itu?

Embrace The Chord (Johnjae) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن