Chapter 35: Blame Perfume for Wildfire

3.1K 325 65
                                    

"Do you ever feel that you become the worst version of yourself?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Do you ever feel that you become the worst version of yourself?"

🎵 Lying, isn't better than silence. Floating, but I feel like I'm dying🎵

"Ya karena semuanya salah Kakak, Gama."

Dara lelah dengan perdebatan yang tak kunjung usai. Adiknya kini sedang berapi-api memarahinya.

"Kandungan Kakak emang dasarnya lemah karena kakak pun ngerokok dan minum. Jadi pukulan ringan kayak gitu... buat kakak gampang kegugu─"

"Ringan?" Gama menyela kakaknya. "Lo dipukul make tongkat baseball besi. Ringan?" Lelaki muda itu memijat pelipisnya. "Itu nggak ringan sama sekali Kak. Astaga..."

Gama datang jauh-jauh dari luar kota ke Kamandaka untuk menemuinya dan mengurusnya beberapa hari belakangan pasca lelaki itu mendapat kabar kalau kakaknya keguguran.

Dara hanya diam menanggapi pandangannya terpaku pada lantai. Sudah dari tadi malam pasca diperbolehkan keluar dari rumah sakit, Dara bermalam di Apartemen kecil pribadinya, yang ia tinggali bersama Gama sebelum dia menikah. Ia tidak pulang, Sean pun tidak mencarinya. Gama menetap di Kamandaka dan memilih mengerjakan skripsi dari jarak jauh agar bisa memantau kakak perempuannya. Ini benar-benar keterlaluan. Orang-orang jahat itu merenggut nyawa janin yang dikandung kakanya dan hampir membuat kakaknya meninggal dunia. Ini percobaan pembunuhan, demi Tuhan Gama tidak terima.

"Dan pelakunya pinter banget. Masa TKP-nya titik buta? Gaada cctv, gak ada yang kerekam. Berarti dia udah mantau Kakak dan nunggu saat dan waktu yang tepat, iya kan?"

Dara meringis jika mengingat kejadian empat hari yang lalu. Semua yang dia dapatkan hilang dalam semalam. Runway yang ia persiapkan matang-matang, restu yang katanya akan ia dapatkan, dan yang paling penting anak Sean.

Anaknya.

Kepercayaan Sean kepada dirinya juga pasti akan menghilang setelah ini. Sean, suaminya itu tak akan melihatnya dengan cara yang sama. Dara menarik surai panjangnya, sementara Gama berjalan ke pintu Apartemen ketika mendengar suara bel dari luar.

"Kak?"

Dara menoleh.

"Mas Sean."

Perempuan itu tidak bisa bernapas dengan benar tiap nama Sean disebut akhir-akhir ini. Dadanya sesak bukan main. "Suruh pulang."

"Kak, jangan gitu."

Dara menatap adiknya sambil menahan emosinya yang ingin menguar. "Kakak harus gimana, Gama? Perasaan bersalah Kakak besar banget. Dia nggak pantes punya istri jahat yang egois, Mamanya bener, kakak gak pantes. Kakak belum bisa maafin diri Kakak, jadi Kakak pun belum bisa temuin Mas Sean."

Gadis itu beranjak dari sofa dan masuk ke kamarnya untuk terisak. Ia berjalan tertatih sebab perutnya terasa nyeri sekali.

Ia dan Sean benar-benar tidak saling bicara. Sean tak pernah menghubunginya, bahkan ketika ia ada di rumah sakit. Dara mengerti, lelaki itu terlampau kecewa dan sakit hati. Maka Dara tidak juga ingin untuk mengganggunya. Dara pun tidak bercerita perihal ibunya yang dateng. Untuk apa? Yang ibu Sean lakukan pada dirinya adalah hal yang benar. Dara harus paham bahwa dirinya memang akar masalah bagi Sean.

Antistrafei ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang