awatara

3.7K 617 50
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
































Malam syahdu dengan penuh bintang kali ini bukan jadi favorit Jeno. Biasanya anak bungsu Chanyeol itu suka suasana malam yang tenang dan cerah tanpa awan maupun hujan, tetapi kali ini pengecualian. Pasca kejadian menghilangnya dirinya selama satu malam penuh itu, Jeno akhirnya benar-benar datang ke perjamuan makan bersama para raja dan putra-putrinya, memasang wajah terbaiknya demi membanggakan ayahnya.

Lokasi pertemuan kali ini adalah di kerajaan Singasari, sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur yang kini tahtanya dipegang oleh anak Tunggul Ametung yang bernama Anusapati. Pergantian rezimnya cukup dramatis karena harus ada pertumpahan darah yang terjadi, anak dari Ken Dedes dengan suaminya yang dulu itu perlu membunuh Ken Arok sebagai pemegang tahta sebenarnya agar bisa menduduki singgasananya. Keras tapi itulah seninya.

Pimpinan tanah Jawa beserta anak-anak mereka sudah duduk rapi di ruang utama, dengan berbagai macam hidangan tetapi tidak ada kursi maupun meja, berbeda dengan cara makan orang Mataram Jawa yang kesannya lebih rapi. Orang-orang Jawa Timur juga suka nginang, yaitu mengunyah sirih dicampur gambir untuk menguatkan gigi. Menurut Jeno itu memang hal yang efektif, lagipula gusi dan gigi adalah hal vital dalam kehidupan, tetapi hal buruknya adalah seluruh mulut menjadi tampak merah gelap, cukup mengganggu.

"Bagaimana pembangunan candinya wahai raja Mataram?"

Sang tuan rumah mengucapkan kalimat pertama pada malam hari itu, sekedar berbasa-basi untuk mencairkan suasana yang cukup dingin karena beberapa dari pimpinan Jawa yang hadir tidak memiliki hubungan baik satu dengan yang lainnya.

"Cukup baik, anakku yang mengatur semuanya. Aku hanya mengurusi biaya serta materialnya saja.", ujar Chanyeol dengan bangga. Punggung tegap putra bungsunya ditepuk-tepuk dengan lembut, menunjukkan betapa bangga dirinya terhadap hasil kerja Jeno beberapa bulan ini. Satu candi utama sudah berdiri tegap, kurang candi pendamping yang mengelilingi candi utama tersebut di empat mata angin beserta reliefnya.

"Wah kalau sudah matang begitu bukankah bijak kalau Rakai Chaitra menikah dengan putriku? Usia mereka sudah memasuki masa produktif untuk menikah."

Jeno mengernyitkan dahinya sedikit, matanya menatap kepada raja Singasari tersebut yang kini sedang sibuk menegak secangkir tuak dengan santainya dan disampingnya duduk juga sang putri yang dimaksudnya tadi. Lima tahun lalu Jeno pernah datang kesini, kejadiannya hampir sama, dia yang ditawari menikahi seorang putri dari Singasari.

"Anakku masih harus serius dengan pembangunan candi dan penobatan nanti, mungkin lain kali. Akan aku pikirkan lagi.", ujar Chanyeol dengan tegas. Enak saja raja Singasari itu berucap, mentang-mentang anaknya bibit unggul makan ambil saja.

Buntara Asmara | Nomin☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang